Iblis Buta

Iblis Buta

Bab 1 : Prahara Di Bukit Setan

Rombongan pedagang bergerak perlahan menyusuri kaki bukit di sekitar pegunungan Lawu, dua pedati yang di tarik oleh beberapa ekor kuda tampak menyusuri jalan berbatu di sekitar bukit dengan jurang dalam, di kiri kanan jalan.

Puluhan orang berbaju pangsi berwarna hitam, dengan celana sebatas lutut juga berwarna hitam, jalan di sekitar kedua pedati yang mereka kawal.

Sementara di depan pedati, seorang pria paruh baya dengan menunggang kuda berwarna hitam, memimpin rombongan sambil berjalan perlahan dengan kudanya.

Pria paruh baya itu bernama Ki Pranada, seorang ketua padepokan Tombak ireng.

Ki Pranada ketika berada di padepokan, di datangi oleh seorang pria tua yang memintanya untuk mengawal sang majikan, majikannya seorang pedagang dari kota Kediri.

Ki Pranada dengan Padepokan Tombak ireng memang sering mengawal para pedagang yang hendak bepergian, karena ia mengenal beberapa begal dan rampok di sekitar gunung Wilis.

“Baik, aku setuju Kisanak! Tetapi apa yang harus aku kawal dan berapa bayaran yang aku terima, serta kemana aku harus mengawal? Tanya Ki Pranada.

“Majikanku hendak berdagang di kerajaan Wengker! Ki Pranada hanya mengawal 2 pedati, 1 pedati hanya berisi majikanku, sedangkan 1 pedati memuat barang dagangan majikanku,” ucap Ki Sura, abdi dari pedagang yang bernama saudagar Arya.

Hmm!

“Ke kerajaan Wengker! Berarti harus memutar dan melalui gunung Lawu,” balas Ki Pranada.

“Daerah itu sangat berbahaya Kisanak, kalau hanya gunung Wilis, aku paham siapa begal dan rampok gunung di sini, tetapi begal gunung Lawu, aku masih belum mengetahui,” lanjut perkataan Ki Pranada.

“Tolonglah Kisanak! Aku sudah menghubungi beberapa Padepokan, tetapi mereka angkat tangan dan menyarankan untuk meminta bantuan kepada padepokan Tombak ireng,” ucap Ki Sura dengan mimik wajah memelas.

Setelah termenung agak lama, akhirnya Ki Pranada anggukan kepala.

“Baiklah Ki! Tetapi aku minta 5000 keping uang emas, bagaimana? Tanya Ki Pranada.

Raut wajah Ki Sura tampak pucat mendengar perkataan ketua padepokan Tombak ireng, ia tak menduga Ki Pranada meminta 5000 keping uang emas.

Karena jumlah yang di minta sangat besar, Ki Sura belum bisa memberi kesanggupan karena ia harus bertanya terlebih dahulu kepada majikannya.

Setelah sang majikan menyanggupi, akhirnya kesepakatan tercapai.

Kini mereka tengah melewati daerah di kaki gunung Lawu.

Ki Pranada angkat tangannya, ketika jalan yang mereka lalui memasuki daerah perbukitan, di sisi kanan dan terkadang di kiri jalan terdapat jurang yang amat dalam.

“Hati-hati! Sebentar lagi kita memasuki bukit setan, jangan bicara dan bertindak sembarangan,” ucap Ki Pranada.

Anak murid padepokan Tombak ireng anggukan kepala mendengar perkataan Sang guru.

Rombongan kembali berjalan perlahan memasuki bukit setan.

Ketika memasuki kawasan perbukitan, kembali Ki Pranada mengangkat tangan memberi isyarat kepada rombongan untuk berhenti.

“Sepertinya ada yang mengawasi,” batin Ki Pranada, kemudian ketua padepokan Tombak ireng mengambil tombak yang ia selipkan di pelana kuda.

Ki Pranada membuka mata tombak yang di bungkus dengan kain putih, mata tombak yang berwarna hitam, tampak setelah sarung di buka.

“Kisanak, kami mohon maaf jika mengganggu ketenteraman penunggu bukit setan! Kami hanya ingin lewat, dan kami akan memberikan 50 keping uang emas sebagai tanda persahabatan,” teriak Ki Pranada dengan mengerahkan ilmu penggetar sukma yang ia miliki, sehingga suara Ki Pranada berkumandang di seantero bukit setan.

Setelah suara Ki Pranada lenyap, suasana kembali hening.

Tak lama kemudian, terdengar suara tawa yang lebih keras dari suara Ki Pranada, suara tawa itu bahkan sampai menggetarkan bukit yang ada di dekat rombongan saudagar Arya.

Ha Ha Ha

“50 keping uang emas tidak ada artinya buatku,” teriak suara itu, setelah tertawa.

Ki Pranada terkejut karena tenaga dalam yang di miliki oleh orang itu lebih tinggi darinya, begitu pula semua rombongan anak buah Ki Pranada.

“Kangmas! Apa yang terjadi? Ucap seorang wanita cantik yang sedang memangku seorang bocah berusia 4 tahun.

“Diajeng tenang saja! Kita berdoa kepada yang kuasa, semoga Ki Pranada bisa mengatasi masalah ini,” jawab saudagar Arya kepada sang istri, berusaha menenangkan sang istri yang mulai terlihat cemas.

“Keluarlah Kisanak! Mari kita bicara baik – baik, aku Ki Pranada, ketua Padepokan Tombak ireng mohon bertemu.

Suara angin menderu setelah Ki Pranada berkata, entah dari mana datangnya, di depan Ki Pranada tampak seorang pria dengan wajah merah darah, bertelanjang dada, bertubuh tinggi kekar dan di lehernya tampak terhias kalung tengkorak yang terbuat dari kepala bayi, sambil membawa golok besar.

Raut wajah Ki Pranada berubah melihat orang itu.

“Dedemit gunung Wilis, Suto Abang,” batin Ki Pranada.

“Kenapa kau diam? Tanya Suto Abang.

“Maaf! Aku terkejut melihat di gunung Lawu bisa bertemu dengan saudara Suto Abang,” jawab Ki Pranada

“Aku baru membersihkan tempat ini dari keroco – keroco yang membikin muak, dan sepertinya tempat ini cocok untukku,” ucap Suto Abang.

“Selamat....Selamat buat saudara Suto! Jika memang sudah mendapatkan tempat yang cocok,” balas Ki Pranada.

“Terima kasih Ki! Tetapi membangun tempat membutuhkan biaya besar, aku harap Ki Pranada bisa menyumbang dana, buat pendekar miskin seperti aku ini,” Suto Abang kembali berkata.

Ketua padepokan Tombak ireng tersenyum kecut, mendengar perkataan momok dunia hitam gunung Wilis itu, niat sesungguhnya sudah di tebak, ia pasti ingin merampok barang bawaan saudagar Arya.

“Baiklah, kami akan memberikan seribu keping uang emas sebagai tanda penghormatan kami, tetapi ijin kan kami lewat! Karena kami ingin segera tiba ke kerajaan Wengker,” balas Ki Pranada.

Suto Abang menyeringai mendengar perkataan ketua padepokan Tombak ireng, kemudian berkata.

“Kalian boleh lewat, tapi tinggalkan kedua pedati itu.”

“Permintaan mu tidak bisa kami kabulkan Suto Abang,” kali ini wajah Ki Pranada berubah kelam, tubuhnya melesat dari kuda.

“Kangmas! Ningrum takut,” ucap wanita muda yang langsung memeluk sang anak.

“Diajeng harap tenang! Mari kita berdoa, agar selamat sampai tujuan,” ucap juragan Arya, kembali berusaha menenangkan istrinya.

Ki Sura yang menjadi kusir kereta juragan Arya, raut wajahnya terlihat pucat, semua murid padepokan Tombak ireng mulai berkumpul di sekeliling Suto abang.

Melihat anak murid padepokan Tombak ireng mengelilinginya.

Suto abang memutar golok besar, angin menderu dari putaran golok Suto abang, Aji Bayu abang yang menjadi salah satu andalan di salurkan ke arah putaran golok, angin berhawa panas berputar putar di sekitar tubuh Suto abang.

Murid padepokan Tombak ireng yang hendak menyerang Suto abang langsung mundur, saat merasakan angin panas menyelimuti tubuh Suto abang.

Ki Pranada melihat muridnya tak bisa mendekat, kemudian melesat sambil menusukkan tombak pusaka miliknya ke arah perut Suto abang.

Trang!

Golok Suto abang menangkis tusukan tombak milik Ki Pranada.

Keduanya bergerak semakin lama semakin cepat, Ki Pranada dengan tombak irengnya, perlahan mulai mendesak Suto abang.

Ki Pranada langsung memainkan jurus andalannya, Tombak pitu.

Tombak hitam andalan ki Pranada menyerang Suto abang dengan cepat, tombak seperti menjadi tujuh, mengincar tujuh tempat di tubuh Suto abang.

“Wedus Gembel! Teriak Suto abang sambil lompat mundur, kemudian golok berputar di depan dada, berusaha menangkis serangan tombak ki Pranada.

Trang!

Golok Suto abang berhasil menangkis tombak ki Pranada.

Suto abang langsung membalas, tangan kanan Suto abang yang memegang golok, membacok ke arah kepala ki Pranada.

Ki Pranada terkejut, kemudian memalangkan tombak sambil menahan bacokan Suto abang.

Trang!

Percikan api terlihat saat kedua senjata bertemu, saking kerasnya bacokan Suto abang, tombak ki Pranada sampai melengkung ke bawah dan hampir menghantam kepala sendiri.

Ki Pranada entakkan kaki kanan ke tanah, sambil mengerahkan tenaga dalam, tombak berbalik menekan golok kembali ke atas.

Suto abang menyeringai, tangan kiri yang sudah di aliri aji Bayu abang menghantam ke arah dada ki Pranada

ketua padepokan Tombak ireng terkejut dan hanya bisa menatap tangan kiri Suto abang yang mengeluarkan angin panas ke arah tubuhnya.

Blar!

Tubuh ki Pranada terpental dan jatuh ke tanah, kulit ditubuh ki Pranada berubah merah, kulitnya melepuh dan sebagian mengelupas.

ketua padepokan Tombak ireng tewas mengenaskan.

Suasana gempar.

Beberapa murid langsung memburu ke arah ki Pranada, murid lainnya yang marah melihat kematian sang guru, langsung mengurung Suto abang.

Melihat Ki Pranada tewas, ki Sura tanpa ragu langsung membelokkan pedati, berusaha melarikan diri.

Sedangkan Suto abang menatap tajam ke arah sekeliling, saat dirinya di kurung oleh murid padepokan Tombak ireng.

Hati ki Sura sangat cemas, sambil memecut kuda sesekali menengok ke belakang.

Suara pertempuran terdengar jelas.

Ketika melihat ke belakang, Ki Sura melihat satu persatu murid padepokan Tombak ireng tengah di bantai oleh Suto abang, Ki Sura berkata dalam hati.

“Dasar iblis! Aku harus segera membawa juragan arya pergi dari sini! Sebelum terlambat.”

Terpopuler

Comments

mania ijo

mania ijo

pertama kali baca novelnya bang Jack, katanya seru..

2024-02-13

1

Hydro7

Hydro7

Aku suka semua Novel Bang Jack mad, cuma dulu ada satu novel yg hiatus. Tolong lanjutin dong....

2024-01-20

0

sakura

sakura

..

2023-09-05

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Prahara Di Bukit Setan
2 Bab 2 : Tewasnya keluarga Pedagang Muda
3 Bab 3 : Kakek Misterius
4 Bab 4 : Berlatih Ilmu Kanuragan
5 Bab 5 : Saatnya Perpisahan
6 Bab 6 : Kampung Randu Alas
7 Bab 7 : Pendekar Randu Alas
8 Bab 8 : Utusan Suto Abang
9 Bab 9 : Jangan Asal Bicara
10 Bab 10 : Melawan Musuh Tangguh
11 Bab 11 : Menetap Di Randu Alas
12 Bab 12 : Hutan Kali Mati
13 Bab 13 : Menolong Penguasa Gunung Lawu.
14 Bab 14 : Penguasa Baru Istana Kali Mati
15 Bab 15 : Maafkan Aku Nona
16 Bab 16 : Padepokan Wisanggeni
17 Bab 17 : Kepungan Tiga Padepokan
18 Bab 18 : Rencana Terselubung
19 Bab 19 : Perlahan Mulai Terungkap
20 Bab 20 : Cerita Dari Masa Lalu
21 Bab 21 : Berangkat Ke Kerajaan Wengker
22 Bab 22 : Misteri Seorang Resi
23 Bab 23 : Ambisi Seorang Resi
24 Bab 24 : Tewasnya Seorang Ketua Padepokan
25 Bab 25 : Kekuatan Baru
26 Bab 26 : Cerita Naga Langit
27 Bab 27 : Apa Aku Boleh Ikut?
28 Bab 28 : Mengambil Kitab 7 Racun
29 Bab 29 : Kesedihan Wisesa
30 Bab 30 : Berangkat Ke Gunung Semeru
31 Bab 31 : Pertempuran Di Gunung Wilis
32 Bab 32 : Ingatan Masa Lalu
33 Bab 33 : Kau Ku Ampuni
34 Bab 34 : Pertempuran 2 Penguasa
35 Bab 35 : Ungkapan Hati 2 Orang Gadis
36 Bab 36 : Peristiwa Di Kota Daha
37 Bab 37 : Masalah Baru
38 Bab 38 : Perseteruan Antar Saudara 1
39 Bab 39 : Perseteruan Antar Saudara 2
40 Bab 40 : Kemarahan Tumenggung Adiguna
41 Bab 41 : Kupikir Hebat, Ternyata?
42 Bab 42 : Jangan Hina Aku
43 Bab 43 : Apa Yang Kau Tanam, Itu Yang Kau Tuai
44 Bab 44 : Jangan Remehkan Kami
45 Bab 45 : Benang Merah Dari Sebuah Ramalan Mulai Terlihat.
46 Bab 46 : Persiapan Sayembara
47 Bab 47 : Resahnya Hati Resi Sarpa Kencana
48 Bab 48 : Restu Dari Naga Langit
49 Bab 49 : Ku Berikan Setengah Kekuatanku
50 Bab 50 : Caping Kembar
51 Bab 51 : Kau Kawan Atau Lawan
52 Bab 52 : Rencana Tersembunyi Seorang Senopati
53 Bab 53 : Ku Tantang Kau Di Arena Sayembara
54 Bab 54 : Ancaman Di Tempat Pertemuan
55 Bab 55 : Maaf! Aku Membohongimu
56 Bab 56 : Sayembara Di Mulai
57 Bab 57 : Pelajaran Berharga Untuk Sang Murid
58 Bab 58 : Darah Mulai Tumpah Di Lantai Arena
59 Bab 59 : Sedih Hati Aria Pilong
60 Bab 60 : Aku Terima Tantangan Mu
61 Bab 61 : Janji Dua Orang Pendekar
62 Bab 62 : Dendam sang Kakek
63 Bab 63 : Penjaga Wilayah Barat
64 Bab 64 : Ku Serahkan Padamu
65 Bab 65 : Telaga Kelud
66 Bab 66 : Siapa Pemimpin kalian?
67 Bab 67 : Kau Yang Bertaruh, Tetapi Aku Yang Repot
68 Bab 68 : Jaga Ucapanmu, Nona!
69 Bab 69 : Julukan Baru Aria, Kakak Ketiga
70 Bab 70 : Mendapat 2 Pelayan
71 Bab 71 : Iblis Kawi
72 Bab 72 : Pertempuran Wangsa Dan Iblis Kawi
73 Bab 73 : Perjodohan Masa Lalu
74 Bab 74 : Bertemu Rombongan Saudagar Asing
75 Bab 75 : Tawaran Jalan Bersama
76 Bab 76 : Kecurigaan Sugriwa
77 Bab 77 : Pembantaian Di Desa Jatijajar
78 Bab 78 : Tawaran Kerjasama
79 Bab 79 : Jangan Coba Menipu Aku
80 Bab 80 : Kalian Pikir Bisa Mengurungku?
81 Bab 81 : Bara Di Kota Tumapel
82 Bab 82 : Kalau Lemah! Tak Usah Banyak Bicara.
83 Bab 83 : Ilmu Yang Susah Di Hadapi
84 Bab 84 : Titik Lemah Ajian Larang Boyo
85 Bab 85 : Akhir Cerita Tokoh Tua
86 Bab 86 : Arah Dan Tujuan Kita Berbeda
87 Bab 87 : Penari Di Desa Coblong
88 Bab 88 : Sahabatku Bernama Kidung Kencana
89 Bab 89 : Singa Barong
90 Bab 90 : Kesempatan Kedua
91 Bab 91 : Kesepakatan Bersama
92 Bab 92 : Bertemu Pendekar Kembar
93 Bab 93 : Satu Tawaran Untuk Ki Bayan
94 Bab 94 : Tak Ada Kesempatan Kedua
95 Bab 95 : Jalan Rahasia
96 Bab 96 : Tragedi Di Dalam Goa
97 Bab 97 : Bertemu Resi Lanang Jagad
98 Bab 98 : Kesedihan Hati Seorang Abdi
99 Bab 99 : Terima Kasih Eyang Resi
100 Bab 100 : Bantu Kami, Lalu Kami Bantu Kau
101 Bab 101 : Penguasa Gunung Batok
102 Bab 102 : Akhirnya Kau Datang
103 Bab 103 : Bertemu Seorang Utusan
104 Bab 104 : Nasehat Dan Restu Nyi Selasih
105 105 : Raden Kusumo
106 106 : Jangan Ganggu Aku
107 107 : Apa Boleh, Aku Minta Bantuan?
108 108 : Bertemu Kembali Dengan Sahabat
109 109 : Hari Ceria Jagad Buwana
110 110 : Kalabenda
111 111 : Maaf! Jalan Kita Berbeda
112 112 : Hari Pertemuan
113 113 : Lima Padepokan Besar
114 114 : Tewasnya Panglima Hitam
115 Satu Kenyataan Yang Mengejutkan
116 Pengorbanan Suketi
117 Hati Naga Yang Terluka
118 Janji Pati Elang Yang Tersakiti
119 Gabungan Kekuatan
120 Mata-Mata Atau Bukan?
121 Utusan Pelangi
122 Mencari Manusia Terkutuk
123 Bertemu Mpu Barada
124 Kisah Penguasa Alas Purwo
125 Penangkal Racun Jarum Emas
126 Desa Telaga Warna
127 Jangan Membuatku Curiga
128 Kedok Kalasrenggi Terbuka
129 Akhir Dari Sebuah Pertemanan
130 Akhir Dari Penghianatan
131 Aria Pilong Vs Kalasrenggi
132 Beri Aku Nama
133 Keterangan Mengejutkan
134 Ambisi Jati Wilis
135 Perebutan Wilayah Perdagangan
136 Informasi Dari Rama
137 Siasat Untuk melawan Jati Wilis
138 Gempar Di Kota Keta
139 Isi Hati Buwana Dewi
140 Rencana Kedua Aria Pilong
141 Hancurnya Cabang Padepokan Elang Emas Di Kota Keta
142 Kepandaian Bicara Sang Utusan
143 Arogansi Patih Argobumi
144 Pelangi Di Kota Keta
145 Hadiah Untuk Sang Utusan
146 Nasehat Untuk Pejabat Kahuripan
147 Hasrat Seorang Dewi
148 Kota Di Pesisir Pantai
149 Membantu Nelayan Kalipuro
150 Tewasnya Iwa Brengos
151 Menyebrang Ke Pulau Bali
152 Bertempur Melawan 2 Elang Raksasa
153 Maafkan Aku, Kakang
154 Bertemu Panglima Laut Kerajaan Bali
155 Undangan Persahabatan
156 Permintaan Buwana Dewi
157 Elang Jantan Menyerang Istana Tampak Siring
158 Dendam Kedua Elang
159 Kau Atau Aku Yang Berkuasa?
160 Bertempur Di Luar Benteng Istana
161 Misi Lembusora
162 Jangan Pisahkan Kami
163 Satu Harapan Yang Jauh Dari Kenyataan
164 Undangan Untuk Ki Banyu Alas
165 Nasehat Mpu Barada
166 Ijin Dan Restu Prabu Anak Wungsu
167 Persiapan Acara Pernikahan
168 Siasat Keji Di Acara Janji Suci
169 Hari Yang Di Tunggu
170 Terkena Siraman Air Beracun
171 Rencana Licik Nyoman Sidharta Gagal
172 Sudah Resmi Menikah
173 Rasa Putus Asa Mantan Patih Kerajaan
174 Istana Tampak Siring Di kepung
175 Jodoh Masa Kecil, Apa Iya?
176 Mari Kita Buktikan
177 Jangan Ganggu Putri Angkatku
178 Cinta Berdarah
179 Mentari Di Atas Istana Tampak Siring
180 Menyerang Alas Purwo
181 Menyerang Alas Purwo 2
182 Akhir Dari Sebuah Ambisi
183 Petaka Di Hari Bahagia ( End )
Episodes

Updated 183 Episodes

1
Bab 1 : Prahara Di Bukit Setan
2
Bab 2 : Tewasnya keluarga Pedagang Muda
3
Bab 3 : Kakek Misterius
4
Bab 4 : Berlatih Ilmu Kanuragan
5
Bab 5 : Saatnya Perpisahan
6
Bab 6 : Kampung Randu Alas
7
Bab 7 : Pendekar Randu Alas
8
Bab 8 : Utusan Suto Abang
9
Bab 9 : Jangan Asal Bicara
10
Bab 10 : Melawan Musuh Tangguh
11
Bab 11 : Menetap Di Randu Alas
12
Bab 12 : Hutan Kali Mati
13
Bab 13 : Menolong Penguasa Gunung Lawu.
14
Bab 14 : Penguasa Baru Istana Kali Mati
15
Bab 15 : Maafkan Aku Nona
16
Bab 16 : Padepokan Wisanggeni
17
Bab 17 : Kepungan Tiga Padepokan
18
Bab 18 : Rencana Terselubung
19
Bab 19 : Perlahan Mulai Terungkap
20
Bab 20 : Cerita Dari Masa Lalu
21
Bab 21 : Berangkat Ke Kerajaan Wengker
22
Bab 22 : Misteri Seorang Resi
23
Bab 23 : Ambisi Seorang Resi
24
Bab 24 : Tewasnya Seorang Ketua Padepokan
25
Bab 25 : Kekuatan Baru
26
Bab 26 : Cerita Naga Langit
27
Bab 27 : Apa Aku Boleh Ikut?
28
Bab 28 : Mengambil Kitab 7 Racun
29
Bab 29 : Kesedihan Wisesa
30
Bab 30 : Berangkat Ke Gunung Semeru
31
Bab 31 : Pertempuran Di Gunung Wilis
32
Bab 32 : Ingatan Masa Lalu
33
Bab 33 : Kau Ku Ampuni
34
Bab 34 : Pertempuran 2 Penguasa
35
Bab 35 : Ungkapan Hati 2 Orang Gadis
36
Bab 36 : Peristiwa Di Kota Daha
37
Bab 37 : Masalah Baru
38
Bab 38 : Perseteruan Antar Saudara 1
39
Bab 39 : Perseteruan Antar Saudara 2
40
Bab 40 : Kemarahan Tumenggung Adiguna
41
Bab 41 : Kupikir Hebat, Ternyata?
42
Bab 42 : Jangan Hina Aku
43
Bab 43 : Apa Yang Kau Tanam, Itu Yang Kau Tuai
44
Bab 44 : Jangan Remehkan Kami
45
Bab 45 : Benang Merah Dari Sebuah Ramalan Mulai Terlihat.
46
Bab 46 : Persiapan Sayembara
47
Bab 47 : Resahnya Hati Resi Sarpa Kencana
48
Bab 48 : Restu Dari Naga Langit
49
Bab 49 : Ku Berikan Setengah Kekuatanku
50
Bab 50 : Caping Kembar
51
Bab 51 : Kau Kawan Atau Lawan
52
Bab 52 : Rencana Tersembunyi Seorang Senopati
53
Bab 53 : Ku Tantang Kau Di Arena Sayembara
54
Bab 54 : Ancaman Di Tempat Pertemuan
55
Bab 55 : Maaf! Aku Membohongimu
56
Bab 56 : Sayembara Di Mulai
57
Bab 57 : Pelajaran Berharga Untuk Sang Murid
58
Bab 58 : Darah Mulai Tumpah Di Lantai Arena
59
Bab 59 : Sedih Hati Aria Pilong
60
Bab 60 : Aku Terima Tantangan Mu
61
Bab 61 : Janji Dua Orang Pendekar
62
Bab 62 : Dendam sang Kakek
63
Bab 63 : Penjaga Wilayah Barat
64
Bab 64 : Ku Serahkan Padamu
65
Bab 65 : Telaga Kelud
66
Bab 66 : Siapa Pemimpin kalian?
67
Bab 67 : Kau Yang Bertaruh, Tetapi Aku Yang Repot
68
Bab 68 : Jaga Ucapanmu, Nona!
69
Bab 69 : Julukan Baru Aria, Kakak Ketiga
70
Bab 70 : Mendapat 2 Pelayan
71
Bab 71 : Iblis Kawi
72
Bab 72 : Pertempuran Wangsa Dan Iblis Kawi
73
Bab 73 : Perjodohan Masa Lalu
74
Bab 74 : Bertemu Rombongan Saudagar Asing
75
Bab 75 : Tawaran Jalan Bersama
76
Bab 76 : Kecurigaan Sugriwa
77
Bab 77 : Pembantaian Di Desa Jatijajar
78
Bab 78 : Tawaran Kerjasama
79
Bab 79 : Jangan Coba Menipu Aku
80
Bab 80 : Kalian Pikir Bisa Mengurungku?
81
Bab 81 : Bara Di Kota Tumapel
82
Bab 82 : Kalau Lemah! Tak Usah Banyak Bicara.
83
Bab 83 : Ilmu Yang Susah Di Hadapi
84
Bab 84 : Titik Lemah Ajian Larang Boyo
85
Bab 85 : Akhir Cerita Tokoh Tua
86
Bab 86 : Arah Dan Tujuan Kita Berbeda
87
Bab 87 : Penari Di Desa Coblong
88
Bab 88 : Sahabatku Bernama Kidung Kencana
89
Bab 89 : Singa Barong
90
Bab 90 : Kesempatan Kedua
91
Bab 91 : Kesepakatan Bersama
92
Bab 92 : Bertemu Pendekar Kembar
93
Bab 93 : Satu Tawaran Untuk Ki Bayan
94
Bab 94 : Tak Ada Kesempatan Kedua
95
Bab 95 : Jalan Rahasia
96
Bab 96 : Tragedi Di Dalam Goa
97
Bab 97 : Bertemu Resi Lanang Jagad
98
Bab 98 : Kesedihan Hati Seorang Abdi
99
Bab 99 : Terima Kasih Eyang Resi
100
Bab 100 : Bantu Kami, Lalu Kami Bantu Kau
101
Bab 101 : Penguasa Gunung Batok
102
Bab 102 : Akhirnya Kau Datang
103
Bab 103 : Bertemu Seorang Utusan
104
Bab 104 : Nasehat Dan Restu Nyi Selasih
105
105 : Raden Kusumo
106
106 : Jangan Ganggu Aku
107
107 : Apa Boleh, Aku Minta Bantuan?
108
108 : Bertemu Kembali Dengan Sahabat
109
109 : Hari Ceria Jagad Buwana
110
110 : Kalabenda
111
111 : Maaf! Jalan Kita Berbeda
112
112 : Hari Pertemuan
113
113 : Lima Padepokan Besar
114
114 : Tewasnya Panglima Hitam
115
Satu Kenyataan Yang Mengejutkan
116
Pengorbanan Suketi
117
Hati Naga Yang Terluka
118
Janji Pati Elang Yang Tersakiti
119
Gabungan Kekuatan
120
Mata-Mata Atau Bukan?
121
Utusan Pelangi
122
Mencari Manusia Terkutuk
123
Bertemu Mpu Barada
124
Kisah Penguasa Alas Purwo
125
Penangkal Racun Jarum Emas
126
Desa Telaga Warna
127
Jangan Membuatku Curiga
128
Kedok Kalasrenggi Terbuka
129
Akhir Dari Sebuah Pertemanan
130
Akhir Dari Penghianatan
131
Aria Pilong Vs Kalasrenggi
132
Beri Aku Nama
133
Keterangan Mengejutkan
134
Ambisi Jati Wilis
135
Perebutan Wilayah Perdagangan
136
Informasi Dari Rama
137
Siasat Untuk melawan Jati Wilis
138
Gempar Di Kota Keta
139
Isi Hati Buwana Dewi
140
Rencana Kedua Aria Pilong
141
Hancurnya Cabang Padepokan Elang Emas Di Kota Keta
142
Kepandaian Bicara Sang Utusan
143
Arogansi Patih Argobumi
144
Pelangi Di Kota Keta
145
Hadiah Untuk Sang Utusan
146
Nasehat Untuk Pejabat Kahuripan
147
Hasrat Seorang Dewi
148
Kota Di Pesisir Pantai
149
Membantu Nelayan Kalipuro
150
Tewasnya Iwa Brengos
151
Menyebrang Ke Pulau Bali
152
Bertempur Melawan 2 Elang Raksasa
153
Maafkan Aku, Kakang
154
Bertemu Panglima Laut Kerajaan Bali
155
Undangan Persahabatan
156
Permintaan Buwana Dewi
157
Elang Jantan Menyerang Istana Tampak Siring
158
Dendam Kedua Elang
159
Kau Atau Aku Yang Berkuasa?
160
Bertempur Di Luar Benteng Istana
161
Misi Lembusora
162
Jangan Pisahkan Kami
163
Satu Harapan Yang Jauh Dari Kenyataan
164
Undangan Untuk Ki Banyu Alas
165
Nasehat Mpu Barada
166
Ijin Dan Restu Prabu Anak Wungsu
167
Persiapan Acara Pernikahan
168
Siasat Keji Di Acara Janji Suci
169
Hari Yang Di Tunggu
170
Terkena Siraman Air Beracun
171
Rencana Licik Nyoman Sidharta Gagal
172
Sudah Resmi Menikah
173
Rasa Putus Asa Mantan Patih Kerajaan
174
Istana Tampak Siring Di kepung
175
Jodoh Masa Kecil, Apa Iya?
176
Mari Kita Buktikan
177
Jangan Ganggu Putri Angkatku
178
Cinta Berdarah
179
Mentari Di Atas Istana Tampak Siring
180
Menyerang Alas Purwo
181
Menyerang Alas Purwo 2
182
Akhir Dari Sebuah Ambisi
183
Petaka Di Hari Bahagia ( End )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!