Setelah menenangkan hati melihat keadaan mata Aria, Kala abang mulai berhati hati.
Kala abang yakin, pemuda buta di depannya bukan orang sembarangan, setelah melihat jurus tongkat yang di gunakan oleh Aria.
Tidak banyak gerak, tetapi sudah membunuh sepasang Golok setan dan menewaskan 2 anak buahnya.
Salah satu orang kepercayaan Suto abang itu hatinya mulai was-was, kini hanya tersisa 6 orang anak buah yang kemampuannya di bawah sepasang Golok setan.
Langkah kaki Kala abang mulai bergerak perlahan, karena Kala abang tahu, bahwa orang buta mengandalkan pendengaran untuk menangkis atau menyerang.
“Serang iblis buta itu secara diam-diam dan jangan mengeluarkan suara,” bisik Kala abang kepada anak buahnya.
Anak buah Kala abang mengangguk mendengar perkataan sang pimpinan.
Kala abang serta anak buahnya yang tersisa, dengan langkah kaki perlahan mulai mendekati Aria.
Telinga Aria bergerak gerak, berusaha mendengar pergerakan musuh.
Tetapi suara riuh dari penduduk yang menyaksikan pertempuran, mulai mengganggu konsentrasi Aria.
Ratmi dan kemuning melihat musuh mulai mendekati Aria dan melihat pemuda itu hanya diam, kerutkan kening.
Enam anak buah Kala abang semakin dekat, perlahan mereka mengeluarkan golok.
Tetapi naas, salah seorang dari anak buah Kala abang, tanpa sengaja menginjak daun kering yang banyak bertebaran.
Kreek!
Aria langsung menoleh ke arah suara, tampak bibir Aria menyeringai mendengar suara itu.
Aria dengan aji bayu samparan langsung melesat, tongkatnya menebas ke arah pinggang anak buah Kala abang yang menginjak daun kering.
Crash!
Pinggang anak buah Kala abang yang naas itu robek besar, isi perut berhamburan setelah terkena sambaran tongkat Aria.
Melihat kawan mereka rubuh dengan pinggang hampir hancur, anak buah Kala abang yang lain, tanpa bisa menahan marah, teriak dan membacok ke arah kepala Aria.
Aria tundukkan kepala, kemudian dengan posisi setengah jongkok, tongkat kayu cendana menghantam ke arah dua kaki orang yang membacok kepalanya.
Krak!
Suara patahan tulang kaki dan teriak kesakitan terdengar, tetapi sebelum musuhnya rubuh, kepala tongkat menghantam kepala orang itu.
Prak!
Dua anak buah Kala abang yang lain, melihat kawan mereka tewas mengenaskan, membabat ke arah dada, satu lagi membacok ke arah kepala.
Tongkat Aria menghantam ke atas menangkis golok yang hendak membacok kepala, lalu memutar tongkat miliknya di depan dada, menahan serangan kedua dari golok musuh.
Suara nyaring terdengar, saat senjata mereka bertemu.
Trang....Trang!
Kedua golok terpental akibat kerasnya senjata beradu, Aria tak mau membuang kesempatan setelah kedua golok terpental, tongkat menusuk ke arah perut.
Crep!
Setelah menusuk perut, Aria mencabut tongkatnya, kemudian bergeser ke kiri, memburu anak buah Kala abang.
Tongkat bergerak naik dan kepala tongkat menghantam kepala anak Buah Kala abang.
Prak!
Kedua anak buah Kala abang langsung tewas di tempat, setelah terkena sambaran Tongkat.
Kala abang melihat 4 anak buahnya tewas dengan sangat mudah, hatinya sangat gusar, senjata tambang bandul besi melesat ke arah kepala Aria.
Aria mendengar desingan suara angin sangat cepat menuju ke arahnya, tanpa berpikir panjang berguling di tanah.
Senjata tambang bandul besi lewat di atas Aria, Aria jongkok setelah tambang lewat di atasnya, tongkat pemuda itu langsung naik ke atas, berusaha menghantam tambang, tetapi Kala abang tidak mau senjatanya terkena hantaman, tangan kanan bergerak menarik tambang, sementara tangan kiri melesatkan bandul besi dari ujung yang lain, ke arah Aria yang tengah jongkok.
Shing!
Masih dengan posisi jongkok, kedua kaki Aria di entakkan, tubuh pemuda itu melesat ke atas menghindari bandul besi milik Kala abang, sambil tongkatnya mengibas dengan tenaga dalam di aliri oleh aji cakra candhikkala, sinar merah seperti lembayung senja melesat ke arah tambang.
Kali ini Kala abang tak bisa menghindar lagi, suara keras terdengar, saat hawa kibasan tongkat dan senjata tambang Kala abang bertemu.
Blam!
Senjata tambang bandul besi Kala abang putus menjadi beberapa bagian, terkena kibasan Aria, raut wajah Kala abang berubah pucat pasi, senjata yang terbuat dari serat kayu jati yang di rendam puluhan ramuan agar menjadi kuat dan liat, hancur lebur.
Kala abang lompat menjauh, takut Aria Pilong melancarkan serangan susulan.
“Keparat! Ilmu apa yang digunakan iblis buta itu? Selama ini pusaka tambang besi abang milikku belum pernah putus di tebas oleh senjata pusaka apapun, tetapi kini terpotong potong terkena hawa pukulan si Iblis buta,” Kala abang berkata dalam hati.
Dua orang anak buah Kala abang yang tersisa, melihat pemimpin mereka mundur, lalu melesat ke arah Aria,
Dua golok melesat dari depan membacok ke beberapa bagian tubuh Aria Pilong.
“Jangan!? Teriak Kala abang dengan raut wajah cemas.
Aria merasakan dua desingan angin dengan tenaga yang berbeda, mengibaskan tangannya yang mengandung aji mawa geni, ke arah dua orang anak buah Kala Abang.
Kembali sinar merah melesat, menghantam ke arah anak buah Kala abang.
Blam!
Keduanya terpental dengan sebagian tubuh mereka hancur.
Ki Demang Surya, Ki Sepuh, kemuning, Ratmi serta penduduk yang menyaksikan pukulan Aria hanya bisa terpana, tanpa bisa berkata kata.
“Untung aku dan beberapa penduduk desa tadi pagi tidak menghakimi pemuda itu, kalau tidak! Mungkin desa Randu alas hari ini sudah lenyap selamanya,” batin Ki Sepuh.
Wajah Kala abang berubah bengis sambil menatap Aria, melihat anak buahnya tewas mengenaskan.
Kedua kaki menjejak ke tanah, kedua kaki Kala abang sebatas mata kaki masuk ke dalam tanah, saking kuatnya tenaga dalam yang di kerahkan untuk memperkuat kuda-kuda.
Warna kulit wajah Kala abang berubah merah, dari ubun – ubun kepala Kala abang mengepul asap tipis berwarna merah.
Mulut Kala abang bergerak gerak, merapal ajian Kala geni yang sangat ia andalkan.
Hawa panas dan bau anyir tercium dari asap yang keluar dari kepala Kala abang.
Kedua tangan bergerak memutar di depan dada, kemudian di hantam kan ke arah Aria.
Sinar berwarna merah berbau anyir, keluar dari telapak Kala abang melesat ke arah Aria.
Aria yang merasakan hawa panas dan bau anyir menuju ke arahnya, langsung menancapkan tongkat kayu cendana di sisi tubuh.
Aria dengan cepat memasang kuda-kuda, telapak tangan kanan di atas, sementara telapak kiri berada di bawah, kedua telapak bergerak gerak berputar di depan dada, Aria mengerahkan ajian cakra candhikkala.
Sinar merah sangat panas berbentuk lingkaran dengan api menyala nyala di sekeliling lingkaran, tampak di tengah kedua telapak Aria
Setelah lingkaran cakra terbentuk, Aria menghantamkan kedua tangan untuk menghadapi serangan Ajian Kala geni milik Kala abang.
Semua yang melihat pertempuran ajian kelas tinggi menahan napas, sinar bulat berbentuk cakra melesat ke arah pukulan Kala abang, ketika kedua pukulan bertemu, suara dentuman terdengar.
Blam!
Beberapa penduduk yang melihat dari jarak dekat terpental terkena angin panas, sebagian tubuh mereka melepuh seperti terkena siraman air panas, sebagian penduduk langsung melarikan diri menjauh, takut terkena imbas dari kedua ajian yang di keluarkan.
Kala abang berusaha menambah tenaga dalam agar pukulannya yang mulai terdesak, bisa balik mendesak pukulan lawan.
Ajian tingkat tinggi tampak saling dorong, Ki sepuh, Ki Demang surya serta penduduk desa Randu alas yang menyaksikan pertempuran berdoa, agar ajian Aria Pilong bisa mendesak ajian musuh.
Keringat mulai bercucuran dari wajah keduanya, tetapi semakin Kala abang berusaha mendesak, sinar bulat dari ajian cakra candhikkala semakin bergulung dan mendesak aji Kala geni.
Jerit ketakutan terdengar dari mulut Kala abang, ketika Ajian cakra candhikkala terus melesat dan menghantam tubuh Kala abang tanpa dapat di tahan aji kala geni.
Blar!
Tubuh Kala abang hancur, potongan daging dan darah muncrat, tersebar dan mengenai penduduk yang menyaksikan.
Biarpun tidak bisa melihat, tapi Aria Pilong tahu akibat yang di timbulkan oleh Aji Cakra candhikkala, pemuda itu hanya menarik napas panjang, kemudian berkata dalam hati.
“Ini yang membuat aku malas menggunakan ajian cakra candhikkala.”
Aria mengambil tongkat di sisi yang tadi ia tancapkan, kemudian di bantu tongkatnya, aria mulai melangkah pergi.
Tetapi baru beberapa langkah kaki Aria bergerak, suara merdu dari Kemuning terdengar.
“Tunggu Kang Aria!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Izhar Assakar
malas,malas ente bilang,justru ilmu itu yg ngebuat nuawa ente masih melekat di badan ente ar,,,
2023-05-02
1
Wahyudi
wow....kang Aria🤭🤭
2022-12-01
0
Uchy
Tunggu kang Aria......
Cerita ini belum berakhir.
wkwkwkwk 🤣🤣🤣
2022-11-16
0