Ha Ha Ha
Suara tawa Mahesa terdengar oleh semua orang yang berada di depan perguruan Wisanggeni, setelah ketua padepokan Tapak suci mendengar perkataan Aria.
Mahesa tahu dari suara dan perkataan Birawa, bahwa orang bercaping yang telah mengancamnya masih berusia muda, itu sebabnya Mahesa tertawa terbahak-bahak saat mendengar ancaman Aria.
“Anak muda! Aku tidak tahu kau dari padepokan mana, tetapi walaupun kau dari aliran putih, jika kau ikut campur urusan Wisanggeni, kau sendiri akan tanggung akibatnya.
“Aku tidak dari padepokan manapun, aku hanya tak suka, melihat padepokan yang mengaku dari aliran putih, tetapi bertindak sewenang-wenang.
“Jumawa sekali kau anak muda! Siapa yang berada di belakangmu, sehingga kau berani sombong di depan Tiga padepokan? tanya Mahesa.
Ha Ha Ha
“Kenapa! Kau takut? Aria balik tertawa dan bertanya ketika mendengar perkataan Mahesa.
“Keparat!? Teriak Mahesa sambil melesat, tangannya langsung menghantam ke arah Aria.
Wulan menjerit sambil tutup mata melihat Aria di serang, sementara Ki Birawa tersenyum, karena ia tahu pemuda buta yang beberapa hari tinggal di padepokan Wisanggeni bukan pemuda sembarangan.
Aria angkat tongkatnya menangkis pukulan Mahesa.
Plak!
Setelah serangan tangannya berhasil di tangkis, kaki Mahesa kembali menendang ke arah perut.
Kali ini Aria mundur menghindari serangan Mahesa, kemudian tongkat kayu cendana balik menghantam kaki Mahesa.
Mahesa menarik kakinya, kemudian telapak tangan balik menghantam.
Tangan kiri Aria langsung menahan serangan telapak Mahesa.
Blar!
Suara keras terdengar saat kedua tenaga dalam bertemu, keduanya mundur selangkah.
Mahesa menatap tajam Aria, ketua padepokan Tapak suci itu seperti tak percaya bahwa serangannya berhasil di hindari, bahkan pemuda itu berani mengadu pukulan dengannya.
Hmm!
“Rupanya kau berisi juga anak muda, pantas kau berani omong besar di depanku,” ucap Mahesa.
Ki Ronggo, serta sepasang pendekar pedang kembar, tak percaya dengan apa yang mereka lihat, Mahesa adalah salah satu tokoh yang di segani di daerah Wengker, tetapi pemuda bercaping dalam beberapa jurus berhasil mengimbangi.
“Kek….apa Aria baik-baik saja? Tanya Wulan, yang masih menutup kedua matanya dengan tangan, tak mau melihat pertempuran.
“Tumben kau panggil nama, biasanya juga buta….buta! Dia bukan pemuda seperti dugaanmu, jika dugaanku tidak salah, pemuda itu yang akan menyelamatkan perguruan Wisanggeni.
Wulan membuka matanya setelah mendengar perkataan si kakek, ketika melihat ke tempat pertempuran, Wulan melihat Mahesa tengah bersiap, sementara Aria hanya berdiri sambil memalangkan tongkat di depan dada.
Kini pandangan Wulan berubah terhadap pemuda itu.
“Ketua! Sekali lagi ku peringatkan padamu, jika kau masih bersikeras tidak mau untuk di ajak bekerja sama, aku akan memaksamu,” Aria berkata dengan nada dingin.
“Keparat! Kau pikir mudah memaksaku, kita lihat saja di akhir pertempuran,” balas Mahesa dengan nada penuh ancaman.
Kedua telapak tangan Mahesa tampak bergesek, dari gesekan terlihat asap keluar dari kedua telapak tangan Mahesa.
Whut….Whut!
Kedua telapak tangan menyambar kepala dan dada Aria, tapi berhasil di hindari oleh pemuda itu, semakin lama gerakan keduanya semakin cepat, jurus telapak hati terus mengincar bagian tubuh Aria.
Wulan seperti tak percaya bahwa Aria buta setelah melihat pemuda itu bertempur, saking cepat gerakan keduanya mata Wulan tak bisa mengikuti gerakan mereka yang bertempur.
Sementara itu Ki Ronggo dan Durga menatap cemas, karena sudah ratusan jurus, ketua padepokan Tapak suci belum juga berhasil mengalahkan musuhnya.
Jurus telapak hati milik Mahesa di hadapi dengan jurus Aji mawa geni, pukulan telapak tangan yang menjadi andalan Mahesa tak berkutik setelah bertemu dengan Aji mawa geni.
Kemarahan Mahesa sudah tidak terbendung lagi, saat tangannya menghantam kepala, Aria tundukkan tubuh, lalu kakinya balas menyambar ke arah kaki Mahesa.
Mahesa lompat mundur, kemudian langsung pasang kuda-kuda, kedua telapak tangannya beradu, kemudian telapak tangan kanan dan kiri, naik turun sambil mulut Mahesa merapalkan ajian Telapak Hantu putih.
Kedua telapak Mahesa perlahan berubah menjadi putih, asap semakin banyak keluar dari telapak tangan Mahesa.
Sementara itu telapak tangan kiri Aria juga ikut berubah menjadi merah, mengandung ajian mawa geni.
Hiaat!
Teriakan garang terdengar dari mulut Mahesa, saat dirinya menyerang Aria.
“Awas Aria….! Pukulan beracun itu yang sudah membunuh adiknya sendiri,” teriak Birawa mengingatkan Aria.
Aria Pilong semakin mudah mengetahui keberadaan Mahesa, karena dari kedua telapak tangan Mahesa, asap yang keluar berbau menyengat seperti bau belerang.
Aria menangkis serangan tangan kiri Mahesa dengan tongkat.
Tetapi telapak kanan ketua padepokan tapak suci dengan cepat menghantam pinggang Aria.
Tak ada pilihan lain, Aria mengerahkan tenaganya, lalu menangkis dengan tangan kiri.
Blam.
Ajian Hantu putih bertemu dengan Aji mawa geni.
Keduanya mundur selangkah setelah beradu tenaga dalam.
Mahesa terkejut, karena pukulan Aria yang berhawa panas sangat terasa oleh telapaknya, sementara telapak racun hantu putih yang menjadi andalannya seperti tak berpengaruh terhadap pemuda itu.
Saat Mahesa mundur sambil terhuyung, Aria dengan cepat bergerak, tongkatnya menyambar ke arah kaki Mahesa.
Kaki ketua padepokan tapak suci masih terhuyung, lalu angkat kaki kanan, menghindari serangan tongkat, tetapi setelah tongkat melesat tak menemui sasaran, tanpa diduga oleh Mahesa, tongkat berbalik menghantam kaki kiri Mahesa yang masih menginjak tanah.
Plak!
Jerit tertahan terdengar dari mulut Mahesa saat kaki kiri terhantam tongkat.
Langkah kaki Mahesa mulai limbung, dan akhirnya Mahesa jatuh ke tanah.
Mendengar suara musuhnya jatuh, Aria melesat ke arah Mahesa, kaki kanan Aria berusaha menginjak dada Mahesa, tetapi ketua padepokan tapak suci berhasil menghindar dengan menggulingkan tubuhnya ke sisi lain.
Aria kembali lompat, kali ini kedua kakinya turun diantara pinggang Mahesa.
Ketua padepokan tapak suci terkejut, saat dirinya hendak melepaskan diri dengan melentingkan tubuhnya ke atas, kedua kaki Ari sudah terlebih dahulu datang menjepit pinggang Mahesa, membuat Mahesa tidak bisa berkutik, setelah berhasil menjepit, Aria menduduki tubuh ketua padepokan Tapak Suci.
Mahesa berusaha menyerang setelah tubuhnya di duduki oleh lawan, kedua telapak tangan di hantamkan ke arah tubuh Aria.
Aria yang sudah berada di atas angin, memalangkan tongkat dengan kedua tangan, berusaha menahan pukulan hantu putih.
Plak!
Kedua telapak tangan mahesa menghantam batang tongkat, setelah menghantam, kedua tangan Mahesa langsung mencengkeram, berusaha merebut tongkat Aria.
Tetapi Aria dengan sekuat tenaga menahan dan balik menekan tongkatnya ke arah dada Mahesa.
Lalu dengkul Aria turun dan menghantam ke arah perut Mahesa yang tidak terlindung, jerit kesakitan terdengar saat dengkul Aria menghantam perut.
Buk….aaaarggghh!
Tongkat semakin menekan tangan Mahesa sehingga tidak bisa berkutik, Aria sambil duduk di tubuh Mahesa, dengan kaki menekan tongkatnya.
Sementara tangan kanan memegang mulut ketua padepokan tapak suci, kedua jari Aria menekan Kiri dan kanan Mahesa, tampak mulut Mahesa terbuka lebar.
Setelah mulut lawan terbuka, Aria dengan tangan kiri nya membuka tutup bambu kecil, dan memasukan racun ucapan dewa kedalam mulut Mahesa.
Setelah berhasil memasukan racun ucapan dewa ke dalam mulut Mahesa dan memastikan bahwa ketua padepokan Tapak suci sudah menelan racun ucapan Dewa, kedua tangan Aria memegang batang tongkat.
Lalu kedua kaki menjejak ke tanah, dengan jurus Bayu samparan, Aria melesat sambil jungkir balik, menjauh dari ketua padepokan tapak suci.
Mahesa setelah tubuhnya terbebas, kemudian melesat mundur, setelah berdiri agak jauh dari Aria.
Raut wajah Mahesa terlihat pucat, di sekitar mulutnya terlihat putih, akibat racun ucapan Dewa.
Mulutnya terus meludah, berusaha membuang racun yang sebagian sudah masuk ke dalam mulutnya.
Phuih….Phuih!
“Serang….bunuh orang-orang Wisanggeni!? Teriak Mahesa, sambil terus meludah.
Perlahan kepala Mahesa terasa berat, pandangannya mulai berkunang-kunang, langkah kakinya mulai goyang.
Ki Birawa melihat Mahesa tampak seperti orang linglung, langsung tersenyum.
He He He
“Racun ucapan Dewa sudah mulai bekerja,” Ki Birawa berkata sambil tertawa.
Sementara itu padepokan tombak terbang dan padepokan baju merah mendengar perintah menyerang dari Mahesa, hanya bisa menatap ke arah ketua padepokan tapak suci, yang wajahnya terlihat pucat pasi, mereka ragu dan tampak enggan menuruti perintah Mahesa.
Ki Birawa melesat dan berdiri di depan Mahesa sambil menunjuk ke arah ketua padepokan Tapak Suci, lalu berkata lantang.
“Siapa yang membunuh juragan Mahendra? Tanya Ki Birawa.
Mahesa berusaha untuk diam mendengar perkataan Ki Birawa, tetapi entah kenapa semakin ia berusaha menutup mulut, semakin mulutnya berusaha menjawab pertanyaan Ki Birawa.
“Aku….aku yang membunuh Mahendra,” jawab Mahesa dengan tatapan liar sambil menatap sekeliling, se akan akan ketua padepokan tapak suci tidak percaya dengan perkataan yang telah ia ucapkan.
Semua yang hadir terkejut mendengar perkataan Mahesa, mereka percaya tidak percaya dengan perkataan ketua padepokan tapak suci.
“Untuk apa kau membunuh juragan Mahendra? Kembali Ki Birawa bertanya.
“Agar semua kekayaan Mahendra jatuh ketanganku,” jawab Mahesa tanpa sadar.
“Kenapa kau memfitnah padepokan Wisanggeni? Tanya Birawa.
“Karena aku di suruh orang? Balas Mahesa.
Wajah Ki Birawa berubah mendengar pengakuan Mahesa.
“Di suruh orang? Ucap Birawa.
“Benar! Orang itu menginginkan Kitab 7 racun, pusaka padepokan Wisanggeni,” wajah Ki Birawa pucat mendengar perkataan Mahesa.
“Kitab 7 racun adalah kitab rahasia yang hanya boleh di ketahui dan di miliki oleh ketua padepokan Wisanggeni, dari mana orang itu tahu, Wisanggeni mempunyai kitab 7 racun,” Ki Birawa bertanya tanya dalam hati setelah mendengar perkataan Mahesa.
“Siapa orang yang menyuruhmu memfitnah Wisanggeni? Tanya Ki Birawa dengan raut wajah penasaran.
Resi La….!
Baru setengah jalan perkataan dari Mahesa.
Ranting kecil melesat dari balik pepohonan yang banyak terdapat di depan padepokan Wisanggeni.
Kejadian begitu cepat dan tak di sangka oleh Ki Birawa, ranting melesat dengan cepat dan menancap di kepala Mahesa.
Aria tidak tahu Mahesa diserang, karena suara riuh menutupi pendengarannya.
Ketua padepokan tapak suci langsung tersungkur dan tewas seketika dengan ranting menembus kepalanya.
Ketiga padepokan terkejut, sebagian mundur, sementara sebagian lagi bergerak ke arah, dimana ranting yang telah membunuh ketua padepokan tapak suci berasal.
Beberpa orang yang bergerak ke arah pepohonan, langsung terlempar dan tewas seketika dengan mulut berlumuran darah.
Dari balik pohon keluar seorang bertubuh besar, layaknya seorang raksasa dan berwajah seram, tetapi yang lebih aneh lagi, seluruh tubuh orang itu berwarna hijau, orang bertubuh besar itu hanya memakai cawat ( ****** ***** )
kalung dengan liontin batu berwarna hijau, tampak menghiasi badannya yang tidak berbaju.
Raut wajah Ki Birawa berubah pucat dan mundur dua langkah melihat pria bertubuh raksasa yang datang menghampiri.
“Buto Ijo,” terdengar suara pelan dengan nada bergetar dari mulut Ki Birawa, ketika menyebut nama orang yang baru saja datang.
Bukan Ki Birawa saja yang terkejut melihat kedatangan orang itu, Ki Ronggo serta sepasang pedang kembar sama terkejutnya, karena yang datang adalah seorang tokoh golongan hitam yang sangat di takuti, karena kekejamannya.
Tongkat di tangan Aria bergetar.
“Ada apa Nyi? Tanya Aria.
Nyi Selasih menjawab pertanyaan Aria.
“Hati-hati Raden! Orang yang baru datang adalah manusia setengah siluman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
mohamad karibean
atau...kolor ijo
2024-10-28
0
Azwar Sahgani
penulis kurang teliti.. bertahun tahun latihan di bawah air terjun seperti tidak berguna dengan kicauan puluhan orang.
2024-03-09
3
Izhar Assakar
trus apa gunanya sekian tahun melatih pendemgaran di air terjun,klom smp kgak kedengaran,sedangakan derasnya dan riuhnua air terjun kita kan sdah tahu,tpi dia di latih di sana oleh sang guru,,,,,yg teliti thoorr
2023-05-02
0