Bab 19 : Perlahan Mulai Terungkap

Ha Ha Ha

Suara tawa Mahesa terdengar oleh semua orang yang berada di depan perguruan Wisanggeni, setelah ketua padepokan Tapak suci mendengar perkataan Aria.

Mahesa tahu dari suara dan perkataan Birawa, bahwa orang bercaping yang telah mengancamnya masih berusia muda, itu sebabnya Mahesa tertawa terbahak-bahak saat mendengar ancaman Aria.

“Anak muda! Aku tidak tahu kau dari padepokan mana, tetapi walaupun kau dari aliran putih, jika kau ikut campur urusan Wisanggeni, kau sendiri akan tanggung akibatnya.

“Aku tidak dari padepokan manapun, aku hanya tak suka, melihat padepokan yang mengaku dari aliran putih, tetapi bertindak sewenang-wenang.

“Jumawa sekali kau anak muda! Siapa yang berada di belakangmu, sehingga kau berani sombong di depan Tiga padepokan? tanya Mahesa.

Ha Ha Ha

“Kenapa! Kau takut? Aria balik tertawa dan bertanya ketika mendengar perkataan Mahesa.

“Keparat!? Teriak Mahesa sambil melesat, tangannya langsung menghantam ke arah Aria.

Wulan menjerit sambil tutup mata melihat Aria di serang, sementara Ki Birawa tersenyum, karena ia tahu pemuda buta yang beberapa hari tinggal di padepokan Wisanggeni bukan pemuda sembarangan.

Aria angkat tongkatnya menangkis pukulan Mahesa.

Plak!

Setelah serangan tangannya berhasil di tangkis, kaki Mahesa kembali menendang ke arah perut.

Kali ini Aria mundur menghindari serangan Mahesa, kemudian tongkat kayu cendana balik menghantam kaki Mahesa.

Mahesa menarik kakinya, kemudian telapak tangan balik menghantam.

Tangan kiri Aria langsung menahan serangan telapak Mahesa.

Blar!

Suara keras terdengar saat kedua tenaga dalam bertemu, keduanya mundur selangkah.

Mahesa menatap tajam Aria, ketua padepokan Tapak suci itu seperti tak percaya bahwa serangannya berhasil di hindari, bahkan pemuda itu berani mengadu pukulan dengannya.

Hmm!

“Rupanya kau berisi juga anak muda, pantas kau berani omong besar di depanku,” ucap Mahesa.

Ki Ronggo, serta sepasang pendekar pedang kembar, tak percaya dengan apa yang mereka lihat, Mahesa adalah salah satu tokoh yang di segani di daerah Wengker, tetapi pemuda bercaping dalam beberapa jurus berhasil mengimbangi.

“Kek….apa Aria baik-baik saja? Tanya Wulan, yang masih menutup kedua matanya dengan tangan, tak mau melihat pertempuran.

“Tumben kau panggil nama, biasanya juga buta….buta! Dia bukan pemuda seperti dugaanmu, jika dugaanku tidak salah, pemuda itu yang akan menyelamatkan perguruan Wisanggeni.

Wulan membuka matanya setelah mendengar perkataan si kakek, ketika melihat ke tempat pertempuran, Wulan melihat Mahesa tengah bersiap, sementara Aria hanya berdiri sambil memalangkan tongkat di depan dada.

Kini pandangan Wulan berubah terhadap pemuda itu.

“Ketua! Sekali lagi ku peringatkan padamu, jika kau masih bersikeras tidak mau untuk di ajak bekerja sama, aku akan memaksamu,” Aria berkata dengan nada dingin.

“Keparat! Kau pikir mudah memaksaku, kita lihat saja di akhir pertempuran,” balas Mahesa dengan nada penuh ancaman.

Kedua telapak tangan Mahesa tampak bergesek, dari gesekan terlihat asap keluar dari kedua telapak tangan Mahesa.

Whut….Whut!

Kedua telapak tangan menyambar kepala dan dada Aria, tapi berhasil di hindari oleh pemuda itu, semakin lama gerakan keduanya semakin cepat, jurus telapak hati terus mengincar bagian tubuh Aria.

Wulan seperti tak percaya bahwa Aria buta setelah melihat pemuda itu bertempur, saking cepat gerakan keduanya mata Wulan tak bisa mengikuti gerakan mereka yang bertempur.

Sementara itu Ki Ronggo dan Durga menatap cemas, karena sudah ratusan jurus, ketua padepokan Tapak suci belum juga berhasil mengalahkan musuhnya.

Jurus telapak hati milik Mahesa di hadapi dengan jurus Aji mawa geni, pukulan telapak tangan yang menjadi andalan Mahesa tak berkutik setelah bertemu dengan Aji mawa geni.

Kemarahan Mahesa sudah tidak terbendung lagi, saat tangannya menghantam kepala, Aria tundukkan tubuh, lalu kakinya balas menyambar ke arah kaki Mahesa.

Mahesa lompat mundur, kemudian langsung pasang kuda-kuda, kedua telapak tangannya beradu, kemudian telapak tangan kanan dan kiri, naik turun sambil mulut Mahesa merapalkan ajian Telapak Hantu putih.

Kedua telapak Mahesa perlahan berubah menjadi putih, asap semakin banyak keluar dari telapak tangan Mahesa.

Sementara itu telapak tangan kiri Aria juga ikut berubah menjadi merah, mengandung ajian mawa geni.

Hiaat!

Teriakan garang terdengar dari mulut Mahesa, saat dirinya menyerang Aria.

“Awas Aria….! Pukulan beracun itu yang sudah membunuh adiknya sendiri,” teriak Birawa mengingatkan Aria.

Aria Pilong semakin mudah mengetahui keberadaan Mahesa, karena dari kedua telapak tangan Mahesa, asap yang keluar berbau menyengat seperti bau belerang.

Aria menangkis serangan tangan kiri Mahesa dengan tongkat.

Tetapi telapak kanan ketua padepokan tapak suci dengan cepat menghantam pinggang Aria.

Tak ada pilihan lain, Aria mengerahkan tenaganya, lalu menangkis dengan tangan kiri.

Blam.

Ajian Hantu putih bertemu dengan Aji mawa geni.

Keduanya mundur selangkah setelah beradu tenaga dalam.

Mahesa terkejut, karena pukulan Aria yang berhawa panas sangat terasa oleh telapaknya, sementara telapak racun hantu putih yang menjadi andalannya seperti tak berpengaruh terhadap pemuda itu.

Saat Mahesa mundur sambil terhuyung, Aria dengan cepat bergerak, tongkatnya menyambar ke arah kaki Mahesa.

Kaki ketua padepokan tapak suci masih terhuyung, lalu angkat kaki kanan, menghindari serangan tongkat, tetapi setelah tongkat melesat tak menemui sasaran, tanpa diduga oleh Mahesa, tongkat berbalik menghantam kaki kiri Mahesa yang masih menginjak tanah.

Plak!

Jerit tertahan terdengar dari mulut Mahesa saat kaki kiri terhantam tongkat.

Langkah kaki Mahesa mulai limbung, dan akhirnya Mahesa jatuh ke tanah.

Mendengar suara musuhnya jatuh, Aria melesat ke arah Mahesa, kaki kanan Aria berusaha menginjak dada Mahesa, tetapi ketua padepokan tapak suci berhasil menghindar dengan menggulingkan tubuhnya ke sisi lain.

Aria kembali lompat, kali ini kedua kakinya turun diantara pinggang Mahesa.

Ketua padepokan tapak suci terkejut, saat dirinya hendak melepaskan diri dengan melentingkan tubuhnya ke atas, kedua kaki Ari sudah terlebih dahulu datang menjepit pinggang Mahesa, membuat Mahesa tidak bisa berkutik, setelah berhasil menjepit, Aria menduduki tubuh ketua padepokan Tapak Suci.

Mahesa berusaha menyerang setelah tubuhnya di duduki oleh lawan, kedua telapak tangan di hantamkan ke arah tubuh Aria.

Aria yang sudah berada di atas angin, memalangkan tongkat dengan kedua tangan, berusaha menahan pukulan hantu putih.

Plak!

Kedua telapak tangan mahesa menghantam batang tongkat, setelah menghantam, kedua tangan Mahesa langsung mencengkeram, berusaha merebut tongkat Aria.

Tetapi Aria dengan sekuat tenaga menahan dan balik menekan tongkatnya ke arah dada Mahesa.

Lalu dengkul Aria turun dan menghantam ke arah perut Mahesa yang tidak terlindung, jerit kesakitan terdengar saat dengkul Aria menghantam perut.

Buk….aaaarggghh!

Tongkat semakin menekan tangan Mahesa sehingga tidak bisa berkutik, Aria sambil duduk di tubuh Mahesa, dengan kaki menekan tongkatnya.

Sementara tangan kanan memegang mulut ketua padepokan tapak suci, kedua jari Aria menekan Kiri dan kanan Mahesa, tampak mulut Mahesa terbuka lebar.

Setelah mulut lawan terbuka, Aria dengan tangan kiri nya membuka tutup bambu kecil, dan memasukan racun ucapan dewa kedalam mulut Mahesa.

Setelah berhasil memasukan racun ucapan dewa ke dalam mulut Mahesa dan memastikan bahwa ketua padepokan Tapak suci sudah menelan racun ucapan Dewa, kedua tangan Aria memegang batang tongkat.

Lalu kedua kaki menjejak ke tanah, dengan jurus Bayu samparan, Aria melesat sambil jungkir balik, menjauh dari ketua padepokan tapak suci.

Mahesa setelah tubuhnya terbebas, kemudian melesat mundur, setelah berdiri agak jauh dari Aria.

Raut wajah Mahesa terlihat pucat, di sekitar mulutnya terlihat putih, akibat racun ucapan Dewa.

Mulutnya terus meludah, berusaha membuang racun yang sebagian sudah masuk ke dalam mulutnya.

Phuih….Phuih!

“Serang….bunuh orang-orang Wisanggeni!? Teriak Mahesa, sambil terus meludah.

Perlahan kepala Mahesa terasa berat, pandangannya mulai berkunang-kunang, langkah kakinya mulai goyang.

Ki Birawa melihat Mahesa tampak seperti orang linglung, langsung tersenyum.

He He He

“Racun ucapan Dewa sudah mulai bekerja,” Ki Birawa berkata sambil tertawa.

Sementara itu padepokan tombak terbang dan padepokan baju merah mendengar perintah menyerang dari Mahesa, hanya bisa menatap ke arah ketua padepokan tapak suci, yang wajahnya terlihat pucat pasi, mereka ragu dan tampak enggan menuruti perintah Mahesa.

Ki Birawa melesat dan berdiri di depan Mahesa sambil menunjuk ke arah ketua padepokan Tapak Suci, lalu berkata lantang.

“Siapa yang membunuh juragan Mahendra? Tanya Ki Birawa.

Mahesa berusaha untuk diam mendengar perkataan Ki Birawa, tetapi entah kenapa semakin ia berusaha menutup mulut, semakin mulutnya berusaha menjawab pertanyaan Ki Birawa.

“Aku….aku yang membunuh Mahendra,” jawab Mahesa dengan tatapan liar sambil menatap sekeliling, se akan akan ketua padepokan tapak suci tidak percaya dengan perkataan yang telah ia ucapkan.

Semua yang hadir terkejut mendengar perkataan Mahesa, mereka percaya tidak percaya dengan perkataan ketua padepokan tapak suci.

“Untuk apa kau membunuh juragan Mahendra? Kembali Ki Birawa bertanya.

“Agar semua kekayaan Mahendra jatuh ketanganku,” jawab Mahesa tanpa sadar.

“Kenapa kau memfitnah padepokan Wisanggeni? Tanya Birawa.

“Karena aku di suruh orang? Balas Mahesa.

Wajah Ki Birawa berubah mendengar pengakuan Mahesa.

“Di suruh orang? Ucap Birawa.

“Benar! Orang itu menginginkan Kitab 7 racun, pusaka padepokan Wisanggeni,” wajah Ki Birawa pucat mendengar perkataan Mahesa.

“Kitab 7 racun adalah kitab rahasia yang hanya boleh di ketahui dan di miliki oleh ketua padepokan Wisanggeni, dari mana orang itu tahu, Wisanggeni mempunyai kitab 7 racun,” Ki Birawa bertanya tanya dalam hati setelah mendengar perkataan Mahesa.

“Siapa orang yang menyuruhmu memfitnah Wisanggeni? Tanya Ki Birawa dengan raut wajah penasaran.

Resi La….!

Baru setengah jalan perkataan dari Mahesa.

Ranting kecil melesat dari balik pepohonan yang banyak terdapat di depan padepokan Wisanggeni.

Kejadian begitu cepat dan tak di sangka oleh Ki Birawa, ranting melesat dengan cepat dan menancap di kepala Mahesa.

Aria tidak tahu Mahesa diserang, karena suara riuh menutupi pendengarannya.

Ketua padepokan tapak suci langsung tersungkur dan tewas seketika dengan ranting menembus kepalanya.

Ketiga padepokan terkejut, sebagian mundur, sementara sebagian lagi bergerak ke arah, dimana ranting yang telah membunuh ketua padepokan tapak suci berasal.

Beberpa orang yang bergerak ke arah pepohonan, langsung terlempar dan tewas seketika dengan mulut berlumuran darah.

Dari balik pohon keluar seorang bertubuh besar, layaknya seorang raksasa dan berwajah seram, tetapi yang lebih aneh lagi, seluruh tubuh orang itu berwarna hijau, orang bertubuh besar itu hanya memakai cawat ( ****** ***** )

kalung dengan liontin batu berwarna hijau, tampak menghiasi badannya yang tidak berbaju.

Raut wajah Ki Birawa berubah pucat dan mundur dua langkah melihat pria bertubuh raksasa yang datang menghampiri.

“Buto Ijo,” terdengar suara pelan dengan nada bergetar dari mulut Ki Birawa, ketika menyebut nama orang yang baru saja datang.

Bukan Ki Birawa saja yang terkejut melihat kedatangan orang itu, Ki Ronggo serta sepasang pedang kembar sama terkejutnya, karena yang datang adalah seorang tokoh golongan hitam yang sangat di takuti, karena kekejamannya.

Tongkat di tangan Aria bergetar.

“Ada apa Nyi? Tanya Aria.

Nyi Selasih menjawab pertanyaan Aria.

“Hati-hati Raden! Orang yang baru datang adalah manusia setengah siluman.

Terpopuler

Comments

mohamad karibean

mohamad karibean

atau...kolor ijo

2024-10-28

0

Azwar Sahgani

Azwar Sahgani

penulis kurang teliti.. bertahun tahun latihan di bawah air terjun seperti tidak berguna dengan kicauan puluhan orang.

2024-03-09

3

Izhar Assakar

Izhar Assakar

trus apa gunanya sekian tahun melatih pendemgaran di air terjun,klom smp kgak kedengaran,sedangakan derasnya dan riuhnua air terjun kita kan sdah tahu,tpi dia di latih di sana oleh sang guru,,,,,yg teliti thoorr

2023-05-02

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Prahara Di Bukit Setan
2 Bab 2 : Tewasnya keluarga Pedagang Muda
3 Bab 3 : Kakek Misterius
4 Bab 4 : Berlatih Ilmu Kanuragan
5 Bab 5 : Saatnya Perpisahan
6 Bab 6 : Kampung Randu Alas
7 Bab 7 : Pendekar Randu Alas
8 Bab 8 : Utusan Suto Abang
9 Bab 9 : Jangan Asal Bicara
10 Bab 10 : Melawan Musuh Tangguh
11 Bab 11 : Menetap Di Randu Alas
12 Bab 12 : Hutan Kali Mati
13 Bab 13 : Menolong Penguasa Gunung Lawu.
14 Bab 14 : Penguasa Baru Istana Kali Mati
15 Bab 15 : Maafkan Aku Nona
16 Bab 16 : Padepokan Wisanggeni
17 Bab 17 : Kepungan Tiga Padepokan
18 Bab 18 : Rencana Terselubung
19 Bab 19 : Perlahan Mulai Terungkap
20 Bab 20 : Cerita Dari Masa Lalu
21 Bab 21 : Berangkat Ke Kerajaan Wengker
22 Bab 22 : Misteri Seorang Resi
23 Bab 23 : Ambisi Seorang Resi
24 Bab 24 : Tewasnya Seorang Ketua Padepokan
25 Bab 25 : Kekuatan Baru
26 Bab 26 : Cerita Naga Langit
27 Bab 27 : Apa Aku Boleh Ikut?
28 Bab 28 : Mengambil Kitab 7 Racun
29 Bab 29 : Kesedihan Wisesa
30 Bab 30 : Berangkat Ke Gunung Semeru
31 Bab 31 : Pertempuran Di Gunung Wilis
32 Bab 32 : Ingatan Masa Lalu
33 Bab 33 : Kau Ku Ampuni
34 Bab 34 : Pertempuran 2 Penguasa
35 Bab 35 : Ungkapan Hati 2 Orang Gadis
36 Bab 36 : Peristiwa Di Kota Daha
37 Bab 37 : Masalah Baru
38 Bab 38 : Perseteruan Antar Saudara 1
39 Bab 39 : Perseteruan Antar Saudara 2
40 Bab 40 : Kemarahan Tumenggung Adiguna
41 Bab 41 : Kupikir Hebat, Ternyata?
42 Bab 42 : Jangan Hina Aku
43 Bab 43 : Apa Yang Kau Tanam, Itu Yang Kau Tuai
44 Bab 44 : Jangan Remehkan Kami
45 Bab 45 : Benang Merah Dari Sebuah Ramalan Mulai Terlihat.
46 Bab 46 : Persiapan Sayembara
47 Bab 47 : Resahnya Hati Resi Sarpa Kencana
48 Bab 48 : Restu Dari Naga Langit
49 Bab 49 : Ku Berikan Setengah Kekuatanku
50 Bab 50 : Caping Kembar
51 Bab 51 : Kau Kawan Atau Lawan
52 Bab 52 : Rencana Tersembunyi Seorang Senopati
53 Bab 53 : Ku Tantang Kau Di Arena Sayembara
54 Bab 54 : Ancaman Di Tempat Pertemuan
55 Bab 55 : Maaf! Aku Membohongimu
56 Bab 56 : Sayembara Di Mulai
57 Bab 57 : Pelajaran Berharga Untuk Sang Murid
58 Bab 58 : Darah Mulai Tumpah Di Lantai Arena
59 Bab 59 : Sedih Hati Aria Pilong
60 Bab 60 : Aku Terima Tantangan Mu
61 Bab 61 : Janji Dua Orang Pendekar
62 Bab 62 : Dendam sang Kakek
63 Bab 63 : Penjaga Wilayah Barat
64 Bab 64 : Ku Serahkan Padamu
65 Bab 65 : Telaga Kelud
66 Bab 66 : Siapa Pemimpin kalian?
67 Bab 67 : Kau Yang Bertaruh, Tetapi Aku Yang Repot
68 Bab 68 : Jaga Ucapanmu, Nona!
69 Bab 69 : Julukan Baru Aria, Kakak Ketiga
70 Bab 70 : Mendapat 2 Pelayan
71 Bab 71 : Iblis Kawi
72 Bab 72 : Pertempuran Wangsa Dan Iblis Kawi
73 Bab 73 : Perjodohan Masa Lalu
74 Bab 74 : Bertemu Rombongan Saudagar Asing
75 Bab 75 : Tawaran Jalan Bersama
76 Bab 76 : Kecurigaan Sugriwa
77 Bab 77 : Pembantaian Di Desa Jatijajar
78 Bab 78 : Tawaran Kerjasama
79 Bab 79 : Jangan Coba Menipu Aku
80 Bab 80 : Kalian Pikir Bisa Mengurungku?
81 Bab 81 : Bara Di Kota Tumapel
82 Bab 82 : Kalau Lemah! Tak Usah Banyak Bicara.
83 Bab 83 : Ilmu Yang Susah Di Hadapi
84 Bab 84 : Titik Lemah Ajian Larang Boyo
85 Bab 85 : Akhir Cerita Tokoh Tua
86 Bab 86 : Arah Dan Tujuan Kita Berbeda
87 Bab 87 : Penari Di Desa Coblong
88 Bab 88 : Sahabatku Bernama Kidung Kencana
89 Bab 89 : Singa Barong
90 Bab 90 : Kesempatan Kedua
91 Bab 91 : Kesepakatan Bersama
92 Bab 92 : Bertemu Pendekar Kembar
93 Bab 93 : Satu Tawaran Untuk Ki Bayan
94 Bab 94 : Tak Ada Kesempatan Kedua
95 Bab 95 : Jalan Rahasia
96 Bab 96 : Tragedi Di Dalam Goa
97 Bab 97 : Bertemu Resi Lanang Jagad
98 Bab 98 : Kesedihan Hati Seorang Abdi
99 Bab 99 : Terima Kasih Eyang Resi
100 Bab 100 : Bantu Kami, Lalu Kami Bantu Kau
101 Bab 101 : Penguasa Gunung Batok
102 Bab 102 : Akhirnya Kau Datang
103 Bab 103 : Bertemu Seorang Utusan
104 Bab 104 : Nasehat Dan Restu Nyi Selasih
105 105 : Raden Kusumo
106 106 : Jangan Ganggu Aku
107 107 : Apa Boleh, Aku Minta Bantuan?
108 108 : Bertemu Kembali Dengan Sahabat
109 109 : Hari Ceria Jagad Buwana
110 110 : Kalabenda
111 111 : Maaf! Jalan Kita Berbeda
112 112 : Hari Pertemuan
113 113 : Lima Padepokan Besar
114 114 : Tewasnya Panglima Hitam
115 Satu Kenyataan Yang Mengejutkan
116 Pengorbanan Suketi
117 Hati Naga Yang Terluka
118 Janji Pati Elang Yang Tersakiti
119 Gabungan Kekuatan
120 Mata-Mata Atau Bukan?
121 Utusan Pelangi
122 Mencari Manusia Terkutuk
123 Bertemu Mpu Barada
124 Kisah Penguasa Alas Purwo
125 Penangkal Racun Jarum Emas
126 Desa Telaga Warna
127 Jangan Membuatku Curiga
128 Kedok Kalasrenggi Terbuka
129 Akhir Dari Sebuah Pertemanan
130 Akhir Dari Penghianatan
131 Aria Pilong Vs Kalasrenggi
132 Beri Aku Nama
133 Keterangan Mengejutkan
134 Ambisi Jati Wilis
135 Perebutan Wilayah Perdagangan
136 Informasi Dari Rama
137 Siasat Untuk melawan Jati Wilis
138 Gempar Di Kota Keta
139 Isi Hati Buwana Dewi
140 Rencana Kedua Aria Pilong
141 Hancurnya Cabang Padepokan Elang Emas Di Kota Keta
142 Kepandaian Bicara Sang Utusan
143 Arogansi Patih Argobumi
144 Pelangi Di Kota Keta
145 Hadiah Untuk Sang Utusan
146 Nasehat Untuk Pejabat Kahuripan
147 Hasrat Seorang Dewi
148 Kota Di Pesisir Pantai
149 Membantu Nelayan Kalipuro
150 Tewasnya Iwa Brengos
151 Menyebrang Ke Pulau Bali
152 Bertempur Melawan 2 Elang Raksasa
153 Maafkan Aku, Kakang
154 Bertemu Panglima Laut Kerajaan Bali
155 Undangan Persahabatan
156 Permintaan Buwana Dewi
157 Elang Jantan Menyerang Istana Tampak Siring
158 Dendam Kedua Elang
159 Kau Atau Aku Yang Berkuasa?
160 Bertempur Di Luar Benteng Istana
161 Misi Lembusora
162 Jangan Pisahkan Kami
163 Satu Harapan Yang Jauh Dari Kenyataan
164 Undangan Untuk Ki Banyu Alas
165 Nasehat Mpu Barada
166 Ijin Dan Restu Prabu Anak Wungsu
167 Persiapan Acara Pernikahan
168 Siasat Keji Di Acara Janji Suci
169 Hari Yang Di Tunggu
170 Terkena Siraman Air Beracun
171 Rencana Licik Nyoman Sidharta Gagal
172 Sudah Resmi Menikah
173 Rasa Putus Asa Mantan Patih Kerajaan
174 Istana Tampak Siring Di kepung
175 Jodoh Masa Kecil, Apa Iya?
176 Mari Kita Buktikan
177 Jangan Ganggu Putri Angkatku
178 Cinta Berdarah
179 Mentari Di Atas Istana Tampak Siring
180 Menyerang Alas Purwo
181 Menyerang Alas Purwo 2
182 Akhir Dari Sebuah Ambisi
183 Petaka Di Hari Bahagia ( End )
Episodes

Updated 183 Episodes

1
Bab 1 : Prahara Di Bukit Setan
2
Bab 2 : Tewasnya keluarga Pedagang Muda
3
Bab 3 : Kakek Misterius
4
Bab 4 : Berlatih Ilmu Kanuragan
5
Bab 5 : Saatnya Perpisahan
6
Bab 6 : Kampung Randu Alas
7
Bab 7 : Pendekar Randu Alas
8
Bab 8 : Utusan Suto Abang
9
Bab 9 : Jangan Asal Bicara
10
Bab 10 : Melawan Musuh Tangguh
11
Bab 11 : Menetap Di Randu Alas
12
Bab 12 : Hutan Kali Mati
13
Bab 13 : Menolong Penguasa Gunung Lawu.
14
Bab 14 : Penguasa Baru Istana Kali Mati
15
Bab 15 : Maafkan Aku Nona
16
Bab 16 : Padepokan Wisanggeni
17
Bab 17 : Kepungan Tiga Padepokan
18
Bab 18 : Rencana Terselubung
19
Bab 19 : Perlahan Mulai Terungkap
20
Bab 20 : Cerita Dari Masa Lalu
21
Bab 21 : Berangkat Ke Kerajaan Wengker
22
Bab 22 : Misteri Seorang Resi
23
Bab 23 : Ambisi Seorang Resi
24
Bab 24 : Tewasnya Seorang Ketua Padepokan
25
Bab 25 : Kekuatan Baru
26
Bab 26 : Cerita Naga Langit
27
Bab 27 : Apa Aku Boleh Ikut?
28
Bab 28 : Mengambil Kitab 7 Racun
29
Bab 29 : Kesedihan Wisesa
30
Bab 30 : Berangkat Ke Gunung Semeru
31
Bab 31 : Pertempuran Di Gunung Wilis
32
Bab 32 : Ingatan Masa Lalu
33
Bab 33 : Kau Ku Ampuni
34
Bab 34 : Pertempuran 2 Penguasa
35
Bab 35 : Ungkapan Hati 2 Orang Gadis
36
Bab 36 : Peristiwa Di Kota Daha
37
Bab 37 : Masalah Baru
38
Bab 38 : Perseteruan Antar Saudara 1
39
Bab 39 : Perseteruan Antar Saudara 2
40
Bab 40 : Kemarahan Tumenggung Adiguna
41
Bab 41 : Kupikir Hebat, Ternyata?
42
Bab 42 : Jangan Hina Aku
43
Bab 43 : Apa Yang Kau Tanam, Itu Yang Kau Tuai
44
Bab 44 : Jangan Remehkan Kami
45
Bab 45 : Benang Merah Dari Sebuah Ramalan Mulai Terlihat.
46
Bab 46 : Persiapan Sayembara
47
Bab 47 : Resahnya Hati Resi Sarpa Kencana
48
Bab 48 : Restu Dari Naga Langit
49
Bab 49 : Ku Berikan Setengah Kekuatanku
50
Bab 50 : Caping Kembar
51
Bab 51 : Kau Kawan Atau Lawan
52
Bab 52 : Rencana Tersembunyi Seorang Senopati
53
Bab 53 : Ku Tantang Kau Di Arena Sayembara
54
Bab 54 : Ancaman Di Tempat Pertemuan
55
Bab 55 : Maaf! Aku Membohongimu
56
Bab 56 : Sayembara Di Mulai
57
Bab 57 : Pelajaran Berharga Untuk Sang Murid
58
Bab 58 : Darah Mulai Tumpah Di Lantai Arena
59
Bab 59 : Sedih Hati Aria Pilong
60
Bab 60 : Aku Terima Tantangan Mu
61
Bab 61 : Janji Dua Orang Pendekar
62
Bab 62 : Dendam sang Kakek
63
Bab 63 : Penjaga Wilayah Barat
64
Bab 64 : Ku Serahkan Padamu
65
Bab 65 : Telaga Kelud
66
Bab 66 : Siapa Pemimpin kalian?
67
Bab 67 : Kau Yang Bertaruh, Tetapi Aku Yang Repot
68
Bab 68 : Jaga Ucapanmu, Nona!
69
Bab 69 : Julukan Baru Aria, Kakak Ketiga
70
Bab 70 : Mendapat 2 Pelayan
71
Bab 71 : Iblis Kawi
72
Bab 72 : Pertempuran Wangsa Dan Iblis Kawi
73
Bab 73 : Perjodohan Masa Lalu
74
Bab 74 : Bertemu Rombongan Saudagar Asing
75
Bab 75 : Tawaran Jalan Bersama
76
Bab 76 : Kecurigaan Sugriwa
77
Bab 77 : Pembantaian Di Desa Jatijajar
78
Bab 78 : Tawaran Kerjasama
79
Bab 79 : Jangan Coba Menipu Aku
80
Bab 80 : Kalian Pikir Bisa Mengurungku?
81
Bab 81 : Bara Di Kota Tumapel
82
Bab 82 : Kalau Lemah! Tak Usah Banyak Bicara.
83
Bab 83 : Ilmu Yang Susah Di Hadapi
84
Bab 84 : Titik Lemah Ajian Larang Boyo
85
Bab 85 : Akhir Cerita Tokoh Tua
86
Bab 86 : Arah Dan Tujuan Kita Berbeda
87
Bab 87 : Penari Di Desa Coblong
88
Bab 88 : Sahabatku Bernama Kidung Kencana
89
Bab 89 : Singa Barong
90
Bab 90 : Kesempatan Kedua
91
Bab 91 : Kesepakatan Bersama
92
Bab 92 : Bertemu Pendekar Kembar
93
Bab 93 : Satu Tawaran Untuk Ki Bayan
94
Bab 94 : Tak Ada Kesempatan Kedua
95
Bab 95 : Jalan Rahasia
96
Bab 96 : Tragedi Di Dalam Goa
97
Bab 97 : Bertemu Resi Lanang Jagad
98
Bab 98 : Kesedihan Hati Seorang Abdi
99
Bab 99 : Terima Kasih Eyang Resi
100
Bab 100 : Bantu Kami, Lalu Kami Bantu Kau
101
Bab 101 : Penguasa Gunung Batok
102
Bab 102 : Akhirnya Kau Datang
103
Bab 103 : Bertemu Seorang Utusan
104
Bab 104 : Nasehat Dan Restu Nyi Selasih
105
105 : Raden Kusumo
106
106 : Jangan Ganggu Aku
107
107 : Apa Boleh, Aku Minta Bantuan?
108
108 : Bertemu Kembali Dengan Sahabat
109
109 : Hari Ceria Jagad Buwana
110
110 : Kalabenda
111
111 : Maaf! Jalan Kita Berbeda
112
112 : Hari Pertemuan
113
113 : Lima Padepokan Besar
114
114 : Tewasnya Panglima Hitam
115
Satu Kenyataan Yang Mengejutkan
116
Pengorbanan Suketi
117
Hati Naga Yang Terluka
118
Janji Pati Elang Yang Tersakiti
119
Gabungan Kekuatan
120
Mata-Mata Atau Bukan?
121
Utusan Pelangi
122
Mencari Manusia Terkutuk
123
Bertemu Mpu Barada
124
Kisah Penguasa Alas Purwo
125
Penangkal Racun Jarum Emas
126
Desa Telaga Warna
127
Jangan Membuatku Curiga
128
Kedok Kalasrenggi Terbuka
129
Akhir Dari Sebuah Pertemanan
130
Akhir Dari Penghianatan
131
Aria Pilong Vs Kalasrenggi
132
Beri Aku Nama
133
Keterangan Mengejutkan
134
Ambisi Jati Wilis
135
Perebutan Wilayah Perdagangan
136
Informasi Dari Rama
137
Siasat Untuk melawan Jati Wilis
138
Gempar Di Kota Keta
139
Isi Hati Buwana Dewi
140
Rencana Kedua Aria Pilong
141
Hancurnya Cabang Padepokan Elang Emas Di Kota Keta
142
Kepandaian Bicara Sang Utusan
143
Arogansi Patih Argobumi
144
Pelangi Di Kota Keta
145
Hadiah Untuk Sang Utusan
146
Nasehat Untuk Pejabat Kahuripan
147
Hasrat Seorang Dewi
148
Kota Di Pesisir Pantai
149
Membantu Nelayan Kalipuro
150
Tewasnya Iwa Brengos
151
Menyebrang Ke Pulau Bali
152
Bertempur Melawan 2 Elang Raksasa
153
Maafkan Aku, Kakang
154
Bertemu Panglima Laut Kerajaan Bali
155
Undangan Persahabatan
156
Permintaan Buwana Dewi
157
Elang Jantan Menyerang Istana Tampak Siring
158
Dendam Kedua Elang
159
Kau Atau Aku Yang Berkuasa?
160
Bertempur Di Luar Benteng Istana
161
Misi Lembusora
162
Jangan Pisahkan Kami
163
Satu Harapan Yang Jauh Dari Kenyataan
164
Undangan Untuk Ki Banyu Alas
165
Nasehat Mpu Barada
166
Ijin Dan Restu Prabu Anak Wungsu
167
Persiapan Acara Pernikahan
168
Siasat Keji Di Acara Janji Suci
169
Hari Yang Di Tunggu
170
Terkena Siraman Air Beracun
171
Rencana Licik Nyoman Sidharta Gagal
172
Sudah Resmi Menikah
173
Rasa Putus Asa Mantan Patih Kerajaan
174
Istana Tampak Siring Di kepung
175
Jodoh Masa Kecil, Apa Iya?
176
Mari Kita Buktikan
177
Jangan Ganggu Putri Angkatku
178
Cinta Berdarah
179
Mentari Di Atas Istana Tampak Siring
180
Menyerang Alas Purwo
181
Menyerang Alas Purwo 2
182
Akhir Dari Sebuah Ambisi
183
Petaka Di Hari Bahagia ( End )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!