Penduduk desa Randu alas membiarkan Aria, setelah Ki Sepuh memberitahu agar para penduduk jangan mengganggu pemuda itu.
Sedangkan Ratmi mempertanyakan keputusan ayahnya, kenapa membiarkan Aria setelah mempermalukan dirinya di depan para penduduk desa Randu alas.
“Nak! Kau kan sudah lihat bahwa pemuda itu memang benar buta, jadi benar apa kata pemuda itu, semua yang terjadi hanya salah paham, sedangkan peristiwa tadi bukan kesalahan pemuda itu, melainkan Ganda yang coba membuat keributan,” ucap Ki Sepuh sambil menarik napas, mencoba memberi pengertian kepada putri satu-satunya itu.
Aria melangkah masuk ke Desa Randu alas, desa Randu alas tidak terlalu besar tapi lumayan ramai, desa yang terletak di kaki gunung Lawu sebelah barat.
Tanah subur dan tempatnya dekat dengan jalan raya menuju ke arah kota sekitar, yang masih termasuk ke dalam wilayah Wengker, membuat desa Randu alas ramai dan menjadi tempat persinggahan.
Sejak wilayah Wengker tidak di pedulikan lagi oleh kerajaan Kadiri dan akhirnya berdiri sendiri, banyak orang mulai berdatangan ke daerah Wengker untuk mencoba mengadu nasib dan peruntungan.
Tetapi daerah Wengker yang terletak diantara 2 gunung, gunung Lawu dan gunung Wilis masih terdapat banyak perampok dan begal yang bersembunyi di hutan sekitar dua gunung itu, rombongan pedagang serta pembesar yang hendak ke Wengker tidak berani melakukan perjalanan di malam hari.
Dan itu sangat menguntungkan desa Randu alas, Karena menjadi tempat singgah dan menginap bagi para pedagang yang tak mau melakukan perjalanan di malam hari.
Matahari belum naik terlalu tinggi saat Aria masuk ke desa Randu alas.
Perut Aria sudah berbunyi tanda minta di isi, Aria lalu bertanya kepada orang yang ia temui di jalan.
“Kisanak! Dimana tempat, agar saya dapat buah untuk mengisi perut?
Lelaki itu mengamati Aria dari atas ke bawah, setelah melihat tongkat, akhirnya lelaki itu menjawab.
“Kisanak kalau lapar, pergi saja ke kedai nasi yang ada di tengah desa,” ucap lelaki itu.
Setelah memberitahu letak kedai nasi, pria itu pergi, dan Aria langsung menuju kedai nasi atas petunjuk penduduk desa.
Aria tiba di depan kedai nasi dan mendengar suara ringkik kuda.
Seorang kacung datang menghampiri Aria, melihat tongkat dan caping bambu, kacung itu mengerutkan dahi, lalu berkata dengan nada tinggi.
“Pagi-pagi sudah mengemis di sini! Bikin sial saja,” ucap si Kacung
“Siapa yang hendak mengemis, Kisanak? Tanya Aria.
“Aku bicara denganmu! Lantas siapa yang pantas di sebut pengemis? Kacung itu berkata dengan nada kesal.
“Kisanak, aku lapar! setelah tanya orang lewat, mereka bilang di sini ada kedai nasi, tolong tunjukan jalan,” ucap Aria.
“Sebelum kacung menjawab, suara yang Aria kenal terdengar dari arah belakang kacung.
“Ada apa No?
Kacung yang di panggil No berbalik, saat melihat Ki Sepuh, raut wajah si kacung berubah pucat.
“Apa yang tadi bicara Ki sepuh? Tanya Aria, karena masih mengingat suara orang yang telah menyelesaikan salah paham di sungai.
“Benar Kisanak,” jawab Ki Sepuh.
Kacung yang di panggil No semakin takut, setelah tahu orang yang ia sebut pengemis, kenal dengan Ki Sepuh.
“Aku ingin makan tetapi orang ini menyebut aku pengemis! Apa seorang pengemis seperti saya Ingin makan, tidak di perbolehkan? Tanya Aria.
Mendengar perkataan Aria, Ki Sepuh langsung melotot.
“Kusno! Kau selalu melihat penampilan orang dan berprasangka buruk, aku ingin tahu jika kau aku usir dari Randu alas dan menjadi pengemis, bagaimana nanti orang akan melihatmu? Ki sepuh berkata sambil menatap tajam ke arah kusno.
“Maaf....Maaf Ki Sepuh! hamba menyesal, tolong jangan usir hamba Ki,” Kusno langsung sujud di depan Ki Sepuh.
“Mari masuk Kisanak! Rumah makan ini miliku, Kisanak bebas makan di sini,” ucap Ki Sepuh, tanpa memperdulikan Kusno yang masih sujud di depan Ki sepuh.
Aria tersenyum mendengar perkataan Ki Sepuh, kemudian masuk mengikuti Ki Sepuh.
Sementara di belakang Aria, hidung pemuda itu mencium bau wangi tubuh Ratmi.
Ratmi berada di belakang Aria, ketika mengetahui ayahnya mempersilahkan pemuda itu, Ratmi hanya bisa mendengus dan ikut masuk ke dalam kedai.
Seorang Pria gagah melihat Ki Sepuh masuk, langsung berdiri, kemudian menyapa.
“Ki sepuh! Lama tidak bertemu, bagaimana keadaan Ki Sepuh sekarang? Tanya Pria itu.
Ha Ha Ha
“Ki Demang Surya semakin gagah saja, seperti Ki demang lihat, aku sehat dan baik-baik saja,” ucap Ki Sepuh.
“Apa ini Ratmi, gadis yang dulu teman main kemuning? Tanya Ki Demang Surya.
“Kau masih ingat dengan Ratmi nak? Tanya Ki Demang kepada gadis yang berada di sebelahnya.
“Tentu saja ingat ayah,” ucap Kemuning sambil menghampiri Ratmi, keduanya tersenyum, lalu berpelukan.
“Kisanak apa ingin bergabung dengan kami? Tanya Ki Sepuh yang masih melihat Aria berdiri tak jauh darinya.
“Terima kasih Ki, saya hanya ingin makan, karena perut saya sudah keroncongan,” jawab Aria.
“Kusno! Tolong beri Kisanak ini makanan terbaik,” ucap Ki Sepuh kepada Kusno.
“Baik Ki! jawab Kusno.
Aria memilih pisah meja dengan Ki Sepuh, karena tahu jika ia bergabung akan merusak suasana mereka.
Ratmi dan kemuning bicara saling bisik sambil sesekali melihat ke arah meja Aria.
Aria mencium bau ayam bakar serta nasi panas, setelah membuka caping, kemudian langsung menyantap makanan dengan lahapnya, saat tangannya mengambil makanan lembek dan ber air serta berbau tajam, Aria langsung memasukkan makanan itu ke dalam mulut.
Tak lama kemudian kulit wajah Aria berubah merah, kemudian tangannya langsung mengipas – ngipas mulut dengan tangan.
Haah....panas....panas!
Kemuning dan Ratmi tertawa sambil menutupi mulut, melihat Aria meraup sambal dan langsung memasukkannya ke dalam mulut.
Aria mengambil air yang ada di meja lalu meminumnya.
“Air....Air! Teriak Aria.
Setelah air di dalam kendi habis ia minum.
Kusno bergegas membawa kendi berisi air, Aria langsung menyambar, kemudian meneguk habis air yang ada dalam kendi.
“Edan! Apa yang tadi aku makan? Lidahku seperti terbakar,” Aria berkata dalam hati.
Saat mendengar suara tawa cekikikan, Aria langsung berpaling ke arah kedua gadis, tapi Aria hanya bisa menarik napas.
Sementara itu, kemuning dan Ki Demang Surya tercekat, setelah melihat mata Aria yang berwarna ke emasan.
Ki Demang Surya tampak mengangguk, setelah mendengar penjelasan Ki Sepuh,!mengenai pemuda yang berada tak jauh dari mereka.
Suara derap kaki kuda serta teriak ketakutan dari penduduk desa Randu alas terdengar.
Kuda – kuda berhenti di depan kedai nasi, beberapa orang berpakaian merah masuk ke dalam kedai, sementara sebagian lagi menunggu di luar, “mana Pendekar Randu alas? Tanya salah seorang dari pria yang bertubuh besar, berpakaian merah.
Ki Sepuh dan Ki Demang Surya mendengar perkataan pria bertubuh besar, berbaju merah lalu berdiri.
“Maaf Kisanak! Di sini tidak ada pendekar Randu alas,” jawab Ki Sepuh.
“Penduduk Desa Randu alas, tidak mau membayar upeti kepada perguruan Golok setan,” kami di perintahkan oleh yang mulia, ketua Suto Abang untuk membereskan masalah ini.
“Maaf Kisanak, kami dari desa Randu alas hanya membayar upeti kepada utusan kerajaan, yang sekarang menguasai Wengker,” balas Ki Sepuh
“Apa Wengker akan membantu Randu alas, jika sekarang kami menyerang? Tanya Pria bertubuh besar, yang merupakan pemimpin dari orang berpakaian merah.
“Apapun ancaman dari kalian, Randu alas akan tetap dengan pendiriannya! Tidak akan membayar upeti, selain kepada kerajaan,” ucap Ki sepuh.
Pria berpakaian merah, matanya melotot mendengar ucapan Ki sepuh, kemudian berkata.
“Rupanya orang-orang Randu Alas sudah bosan hidup,”
“Kami dari desa Randu Alas tidak pernah mencari musuh, tetapi Kalau Kisanak ingin berkelahi, mari berkelahi di luar, biar lebih leluasa,” Ki Sepuh berkata dengan nada tinggi, setelah mendengar perkataan orang itu.
“Baik! Jawab Pemimpin orang berpakaian merah dari perguruan golok setan.
“Mari kita keluar,” pemimpin rombongan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk keluar dari kedai.
Setelah mereka berada di luar.
“Bunuh semua penduduk Randu alas! Teriak Pria yang menjadi pemimpin rombongan pria berpakaian merah.
Seorang berpakaian merah mencabut golok besar, kemudian lompat hendak membacok Ki Sepuh.
Ki Sepuh mundur sambil mencabut keris yang terselip di pinggang, lalu berkata.
“Hari ini! aku atau kalian yang mati,”
Ha Ha Ha
Perkataan Ki sepuh di sambut tawa oleh orang-orang berpakaian merah.
“Orang tua, kau berani berkata sombong karena kau belum tahu siapa kami, jika kau tahu kami, kau pasti akan lari terbirit-birit.”
“Aku tahu Suto Abang orang yang menguasai daerah sekitar gunung Lawu, aku juga dengar keluhan beberapa desa, tetapi upeti yang kalian minta lebih besar dari upeti kerajaan.
“Kalian bukan meminta upeti, tetapi kalian merampok desa-desa di sekitar gunung Lawu,” ucap Ki sepuh dengan nada geram.
Aria masih makan, ketika mendengar perkataan antara pemimpin rombongan dengan Ki Sepuh.
Sementara Ratmi serta Kemuning saling pandang dengan tatapan cemas, mereka serta kedua orang tua memang mempunyai kepandaian, tetapi apa kepandaian mereka mampu untuk melawan orang-orang utusan padepokan golok setan.
Ratmi yang masih kesal kepada Aria, berkata kepada Kemuning dengan maksud menyindir pemuda itu.
“Kak Kemuning! Semua orang cemas karena kedatangan para pengacau, tetapi masih ada orang acuh dan sepertinya tak peduli dengan apapun, selain memikirkan keadaan perutnya sendiri.”
Kemuning tak menjawab perkataan Ratmi, Kemuning tahu, ketika Ratmi berkata, matanya memberi tanda bahwa perkataan itu di tujukan kepada Aria.
Tetapi Aria tahu dari kata-kata Ratmi, bahwa perkataan itu di tujukan kepada dirinya.
Setelah menelan makanan terakhir, Aria lalu minum, setelah minum Aria berkata sendiri dengan santai, tetapi sebenarnya ia berkata untuk membalas apa yang tadi Ratmi ucapkan.
“Orang buta sepertiku tidak pernah melihat ada pengacau, sekalipun pengacau itu lewat di depan mata,” ucap Aria.
“Jadi! Kenapa aku harus cemas?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Uchy
Lidah panas rasa terbakar...
Duuuhhhh malunya 😜😜😜
Pingin makan enak malah keliru sambel 🤣🤣🤣
2022-11-11
1
PANT GAME
🤣🤣🤣😂😂😂😅😅😅
2022-09-11
1
Black Prime
ringan, mengalir seperti air,..mantap nih
2022-06-03
1