Bab 15 : Maafkan Aku Nona

Aria Pilong setelah di angkat menjadi penguasa gunung Lawu, atas permintaan Nyi Selasih diam beberapa hari di istana Kali mati.

Ruangan luas dengan ranjang empuk menjadi tempat istirahat Aria.

Tetapi jika ada manusia lewat di dekat kali mati yang menjadi istana para lelembut, mereka akan melihat Aria terkadang berbaring atau duduk di atas batu besar, di temani oleh se ekor ular hijau.

“Jadi Nyi Selasih setiap 50 tahun sekali ganti kulit? Tanya Aria.

“Betul Raden! Jika sedang ganti kulit, hamba harus istirahat selama 7 hari, baru kekuatan hamba pulih kembali,” jawab Nyi Selasih.

Aria berusaha menolak Nyi Selasih, tetapi mahluk halus itu bersikukuh tetap ikut dengan Aria.

“Bagaimana jika Nyi Selasih pulihkan dulu kekuatan di sini, baru nanti menyusul aku,” ucap Aria.

“Raden tidak mau di ikuti oleh aku,” Balas Nyi Selasih dengan nada sedih.

“Bukan begitu Nyi, aku ini orang buta, yang ada malah aku yang menyusahkan Nyi Selasih.”

“Aku malah senang jika bisa membantu Raden, memang dengan ilmu yang aku miliki tidak bisa membuat mata Raden melihat manusia, tapi aku bisa membuat Raden dapat melihat mahluk sepertiku,” balas Nyi Selasih, “dan lagi aku bisa menghangatkan tubuh Raden,” ucap Nyi Selasih dengan nada lirih.

“Lantas kalau Nyi Selasih ikut denganku, Nyi Selasih mau tinggal dimana? Tanya Aria.

“Aku bisa berdiam diri di dalam tongkat Raden, kami mahluk tak kasat mata sangat suka dengan wawangian, dan bau harum cendana di tongkat Raden membuat aku betah berada di dalamnya.”

Aria tak bisa lagi membantah Nyi Selasih, dan akhirnya Nyi Selasih ikut bersama, saat Aria melanjutkan perjalanan menuju Wengker melalui Hutan Kali mati.

***

Saat asyik berjalan di dalam hutan, tiba-tiba hidung Aria membaui sesuatu yang terbakar api.

“Asap….ada asap berbau wangi di hutan ini,” batin Aria.

“Kalau ada asap berarti ada api, jika hutan ini terbakar, aku bisa celaka.

“Aku harus mencari sumber api, menyusuri asap yang aku cium,” kembali Aria berkata dalam hati.

“Hati-hati Raden! Bau ini bukan bau asap biasa,” terdengar suara berasal dari tongkat kayu cendana.

Tongkat kayu cendana Aria berubah menjadi hijau dan bersisik layaknya badan ular, setelah Nyi Selasih mendiami tongkat yang menjadi penunjuk jalan Aria.

Aria anggukan kepala mendengar perkataan Nyi Selasih.

Aria lalu jalan mengikuti sumber bau asap yang ia cium.

Sementara itu di tempat lain.

Seorang gadis tengah tiarap sambil menatap dan memperhatikan sebuah lubang sebesar pergelangan tangan, posisi lubang itu berada di dinding bawah bukit.

“Cepatlah keluar raja ular! Aku sudah tak sabar lagi untuk mengambil racunmu,” ucap gadis itu sambil memperhatikan lubang kecil di depannya.

“Raja ular merah adalah ular langka yang sangat beracun, jika ular berhasil di dapat, lalu di keringkan bisa di buat bubuk racun atau campuran obat anti racun.”

Si gadis jadi teringat kembali pesan sang kakek, bahwa racun yang di hasilkan oleh Raja ular, bisa menolong padepokan mereka dari ancaman beberapa padepokan yang menyebut mereka dari aliran hitam.

Sudah beberapa hari ia memperhatikan lubang tempat sarang raja ular merah, tetapi ular tersebut setelah berhasil melarikan diri ketika hendak di tangkap, kemudian tidak keluar lagi dalam lubang, sehingga membuat sang gadis harus menunggu beberapa hari di depan lubang.

“Serbuk melati tujuh warna tinggal sedikit lagi, kalau raja ular masih tidak keluar, sepertinya aku harus menunggu beberapa bulan lagi untuk mendapatkannya,” gadis muda yang cantik itu berkata dalam hati.

Sang gadis lalu bangkit mengumpulkan jerami kering serta kayu kecil, lalu menaruh jerami serta kayu di depan lubang yang menjadi sarang Raja ular merah.

Perlahan gadis itu mengeluarkan pisau kecil dan sebutir batu berwarna hitam.

Batu hitam di adukan ke pisau kecil, percikan bunga api terlihat dari beradunya kedua benda tersebut.

Setelah beberapa kali percikan menyambar jerami, jerami mulai menyala, gadis itu lalu meniup-niup jerami.

Setelah api dalam sekam besar, gadis itu mengeluarkan kantong kecil berwarna hitam, mengambil serbuk dari dalam kantong, kemudian di taburkan diatas jerami yang terbakar.

Setelah terbakar, sang gadis lalu tiarap sambil menahan napas dan memperhatikan lubang yang menjadi sarang raja ular.

Bau wangi serbuk terbakar tercium, gadis itu sambil rebahan, perlahan meniup asap ke arah lubang ular.

Gadis muda bermata bening dan cantik, terus mengamati ke arah lubang.

Senyum di bibir gadis terlihat, sewaktu melihat bayangan berwarna merah tampak di lubang.

“Keluar….keluarlah wahai raja ular,” ucap gadis itu, melihat ular yang sedang di buru perlahan, setengah dari badannya mulai keluar dari sarang.

Saking perhatiannya terpusat ke sarang raja ular, gadis itu tak menyadari di samping tubuhnya yang sedang rebahan, terlihat dua kaki sedang berdiri di dekatnya.

Keduanya sama-sama tidak menyadari keberadaan masing-masing.

Kepala ular bertanduk sebesar ibu jari berwarna merah, terlihat di depan lubang, lidahnya menjulur-Julur seperti sedang membaui dan menikmati asap dari serbuk yang terbakar.

Saat ular keluar menghampiri jerami, tiba-tiba terdengar suara di samping sang gadis.

Hmm!

“Musim kemarau sangat berbahaya jika api menjadi besar,” setelah suara terdengar.

Terdengar suara tutup kantung air terbuka, air mengucur dari arah atas ke arah bawah jerami yang terbakar.

Jerami serta ranting kecil langsung padam, ular raja merah terkejut, kemudian masuk kembali ke dalam lubang persembunyiannya.

Bukan kepalang terkejutnya si gadis ketika mendengar suara di sampingnya, tubuhnya melenting dan berdiri di depan seorang yang tengah memegang kantung air.

“Kurang ajar! Kau menggagalkan rencana ku!? Teriak si gadis dengan sangat gusar sambil mencabut pisau kecil.

Pemuda yang tak lain Aria, juga terkejut saat mendengar ada suara wanita di depannya.

“Maaf nona! Saya tak mengerti apa maksud nona,” ucap Ari.

Meliha seorang pemuda berdiri sambil membawa tongkat, dengan caping menutupi sebagian wajahnya, gadis itu kerutkan kening, kemudian berkata.

“Kau buta?

“Maaf nona, aku tidak tahu jika ada orang di sekitar sini,” balas Aria.

Aria ketika jalan mendekat memang tidak mengetahui ada gadis yang sedang rebahan sambil melihat ke arah lubang raja ular, karena si gadis menahan napas, membuat Aria tidak merasakan kehadiran gadis itu.

Begitu pula sang gadis, saking asyiknya memperhatikan raja ular yang hendak keluar, langkah perlahan dari Aria tidak ia dengar, membuat keduanya terkejut.

“Kau buta? Kembali gadis itu bertanya. sambil memperhatikan raut wajah Aria.

“Benar nona, aku buta,” jawab Aria sambil tersenyum getir.

Cis!

“Kau sudah membuat aku kehilangan raja ular, serta bubuk melati 7 warna,” kembali gadis itu berkata dengan nada tinggi.

“Maaf nona! Bagi orang buta di tengah hutan, sangat berbahaya jika tahu ada api, hidungku membaui asap, sehingga aku sampai di tempat ini untuk memadamkan api,” balas Aria.

“Aku yang menyalakan api! Mau hutan ini terbakar atau tidak, bukan urusanku, tetapi kau telah membuat raja ular milik ku melarikan diri.

“Kau tahu tidak? Aku sudah berhari-hari tinggal di sini hanya untuk menunggu keluarnya raja ular, sedikit lagi raja ular itu keluar dan semuanya gagal karena ulahmu,” teriak gadis itu dengan nada gusar.

“Maaf nona! Aku tidak tahu,” balas Aria dengan nada penuh penyesalan.

Tongkat milik Aria tampak bergetar, Nyi Selasih yang berada di dalam tongkat sudah tak sabar ketika mendengar perkataan gadis itu, jika tongkat tidak di pegang erat oleh Aria, ada kemungkinan tongkat melesat sendiri menghantam gadis yang tengah memaki maki Aria.

“Tunggu dulu! Seru si gadis ketika dirinya baru sadar, kenapa di hutan belantara yang jarang di lewati dan terkenal angker, ada orang buta.

“Siapa kau sebenarnya? Tanya gadis itu.

“Orang buta,” jawab Aria.

Tiba-tiba si gadis melesat menyerang Aria.

Whut….plak!

Pipi Aria tampak merah terkena tamparan gadis itu.

“Kurang ajar! cepat lepaskan genggaman tangan Raden, biar ku pecahkan kepala bocah itu,” ucap Nyi Selasih dengan nada tinggi, setelah tahu Aria mendapat tamparan dari gadis itu.

“Jangan bertindak gegabah Nyi, biarkan saja! Perlahan Aria berkata berusaha menenangkan Nyi Selasih.

“Kenapa nona menampar ku? Tanya Aria dengan raut wajah bingung.

Aria sebenarnya tahu dirinya di serang, tetapi ia memang sengaja tidak menghindar, karena tahu dari angin serangan yang dilancarkan, pukulan gadis itu tidak berbahaya.

“Kau memang buta,” ucap Si gadis sambil kerutkan kening.

“Aku memang buta, untuk apa berbohong,” balas Aria, kemudian lanjut berkata.

“Nona sudah membalas ku, untuk itu aku pamit mohon diri, maaf jika sudah mengganggu nona menangkap ular,” setelah berkata, Aria berbalik lalu melangkah pergi.

“Tunggu dulu! Teriak gadis itu saat melihat Aria pergi.

“Kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu di depan kakek ku,” ucap sang gadis.

Aria berhenti melangkah, perlahan berbalik.

“Apa maksud nona? Tanya Aria.

“Kau harus ikut, dan katakan kepada kakekku, bahwa penyebab aku gagal menangkap raja ular, bukan karena aku tak mampu, tetapi gara-gara ulahmu, raja ular melarikan diri.”

“Kau harus ikut aku ke padepokan Wisanggeni.” Ucap Si gadis

“Maaf! Aku tidak bisa memenuhi permintaan nona,”Aria membalas perkataan gadis itu.

Hmm!

“Tidak ada jalan lain,” setelah berkata pelan-pelan gadis itu menaburkan bubuk kuning di depan Aria.

“Gadis licik! Ku bunuh kau!? Suara desis keras terdengar dari Tongkat Nyi Selasih.

“Ada apa Nyi? Tanya Aria.

“Gadis itu menaburkan racun pembius kepada Raden,” Jawab Nyi Selasih.

“Biarkan saja Nyi! aku ada akal supaya bisa keluar dari hutan ini, tanpa harus letih melangkah,” balas Aria.

Aria tahu racun bius yang di sebarkan oleh gadis itu akan terserap oleh tongkat kayu cendana, dan tidak akan berpengaruh padanya.

Tak lama kemudian, sebuah bayangan terlihat melesat di dalam hutan.

Seorang gadis muda dengan mulut terus menggerutu, tengah menggendong seorang pemuda yang tak sadarkan diri.

“Dasar buta keparat! Kalau tahu bakal begini, tak sudi aku mengeluarkan racun pembius.

Sambil terus menggendong Aria, gadis itu melesat keluar dari hutan Kali mati.

Jika gadis itu sadar akan kebodohannya sendiri, ia akan tahu bahwa pemuda itu hanya pura-pura tak sadarkan diri.

Karena tangan si pemuda terus menggenggam erat tongkat berwarna hijau yang terus bergetar hendak melepaskan diri dari genggaman.

Kepala Aria bersandar di punggung si nona, senyum terlihat di bibir pemuda itu.

“Untuk apa jalan kaki, jika ada gadis yang mau menggendongku.”

Terpopuler

Comments

asta guna

asta guna

aria keren (licik) saya suka tokoh kek gini

2024-09-17

0

Kakasefti

Kakasefti

/Drool//Drool//Drool//Drool/Arya arya

2024-03-17

1

mania ijo

mania ijo

ngakak gua

2024-02-13

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Prahara Di Bukit Setan
2 Bab 2 : Tewasnya keluarga Pedagang Muda
3 Bab 3 : Kakek Misterius
4 Bab 4 : Berlatih Ilmu Kanuragan
5 Bab 5 : Saatnya Perpisahan
6 Bab 6 : Kampung Randu Alas
7 Bab 7 : Pendekar Randu Alas
8 Bab 8 : Utusan Suto Abang
9 Bab 9 : Jangan Asal Bicara
10 Bab 10 : Melawan Musuh Tangguh
11 Bab 11 : Menetap Di Randu Alas
12 Bab 12 : Hutan Kali Mati
13 Bab 13 : Menolong Penguasa Gunung Lawu.
14 Bab 14 : Penguasa Baru Istana Kali Mati
15 Bab 15 : Maafkan Aku Nona
16 Bab 16 : Padepokan Wisanggeni
17 Bab 17 : Kepungan Tiga Padepokan
18 Bab 18 : Rencana Terselubung
19 Bab 19 : Perlahan Mulai Terungkap
20 Bab 20 : Cerita Dari Masa Lalu
21 Bab 21 : Berangkat Ke Kerajaan Wengker
22 Bab 22 : Misteri Seorang Resi
23 Bab 23 : Ambisi Seorang Resi
24 Bab 24 : Tewasnya Seorang Ketua Padepokan
25 Bab 25 : Kekuatan Baru
26 Bab 26 : Cerita Naga Langit
27 Bab 27 : Apa Aku Boleh Ikut?
28 Bab 28 : Mengambil Kitab 7 Racun
29 Bab 29 : Kesedihan Wisesa
30 Bab 30 : Berangkat Ke Gunung Semeru
31 Bab 31 : Pertempuran Di Gunung Wilis
32 Bab 32 : Ingatan Masa Lalu
33 Bab 33 : Kau Ku Ampuni
34 Bab 34 : Pertempuran 2 Penguasa
35 Bab 35 : Ungkapan Hati 2 Orang Gadis
36 Bab 36 : Peristiwa Di Kota Daha
37 Bab 37 : Masalah Baru
38 Bab 38 : Perseteruan Antar Saudara 1
39 Bab 39 : Perseteruan Antar Saudara 2
40 Bab 40 : Kemarahan Tumenggung Adiguna
41 Bab 41 : Kupikir Hebat, Ternyata?
42 Bab 42 : Jangan Hina Aku
43 Bab 43 : Apa Yang Kau Tanam, Itu Yang Kau Tuai
44 Bab 44 : Jangan Remehkan Kami
45 Bab 45 : Benang Merah Dari Sebuah Ramalan Mulai Terlihat.
46 Bab 46 : Persiapan Sayembara
47 Bab 47 : Resahnya Hati Resi Sarpa Kencana
48 Bab 48 : Restu Dari Naga Langit
49 Bab 49 : Ku Berikan Setengah Kekuatanku
50 Bab 50 : Caping Kembar
51 Bab 51 : Kau Kawan Atau Lawan
52 Bab 52 : Rencana Tersembunyi Seorang Senopati
53 Bab 53 : Ku Tantang Kau Di Arena Sayembara
54 Bab 54 : Ancaman Di Tempat Pertemuan
55 Bab 55 : Maaf! Aku Membohongimu
56 Bab 56 : Sayembara Di Mulai
57 Bab 57 : Pelajaran Berharga Untuk Sang Murid
58 Bab 58 : Darah Mulai Tumpah Di Lantai Arena
59 Bab 59 : Sedih Hati Aria Pilong
60 Bab 60 : Aku Terima Tantangan Mu
61 Bab 61 : Janji Dua Orang Pendekar
62 Bab 62 : Dendam sang Kakek
63 Bab 63 : Penjaga Wilayah Barat
64 Bab 64 : Ku Serahkan Padamu
65 Bab 65 : Telaga Kelud
66 Bab 66 : Siapa Pemimpin kalian?
67 Bab 67 : Kau Yang Bertaruh, Tetapi Aku Yang Repot
68 Bab 68 : Jaga Ucapanmu, Nona!
69 Bab 69 : Julukan Baru Aria, Kakak Ketiga
70 Bab 70 : Mendapat 2 Pelayan
71 Bab 71 : Iblis Kawi
72 Bab 72 : Pertempuran Wangsa Dan Iblis Kawi
73 Bab 73 : Perjodohan Masa Lalu
74 Bab 74 : Bertemu Rombongan Saudagar Asing
75 Bab 75 : Tawaran Jalan Bersama
76 Bab 76 : Kecurigaan Sugriwa
77 Bab 77 : Pembantaian Di Desa Jatijajar
78 Bab 78 : Tawaran Kerjasama
79 Bab 79 : Jangan Coba Menipu Aku
80 Bab 80 : Kalian Pikir Bisa Mengurungku?
81 Bab 81 : Bara Di Kota Tumapel
82 Bab 82 : Kalau Lemah! Tak Usah Banyak Bicara.
83 Bab 83 : Ilmu Yang Susah Di Hadapi
84 Bab 84 : Titik Lemah Ajian Larang Boyo
85 Bab 85 : Akhir Cerita Tokoh Tua
86 Bab 86 : Arah Dan Tujuan Kita Berbeda
87 Bab 87 : Penari Di Desa Coblong
88 Bab 88 : Sahabatku Bernama Kidung Kencana
89 Bab 89 : Singa Barong
90 Bab 90 : Kesempatan Kedua
91 Bab 91 : Kesepakatan Bersama
92 Bab 92 : Bertemu Pendekar Kembar
93 Bab 93 : Satu Tawaran Untuk Ki Bayan
94 Bab 94 : Tak Ada Kesempatan Kedua
95 Bab 95 : Jalan Rahasia
96 Bab 96 : Tragedi Di Dalam Goa
97 Bab 97 : Bertemu Resi Lanang Jagad
98 Bab 98 : Kesedihan Hati Seorang Abdi
99 Bab 99 : Terima Kasih Eyang Resi
100 Bab 100 : Bantu Kami, Lalu Kami Bantu Kau
101 Bab 101 : Penguasa Gunung Batok
102 Bab 102 : Akhirnya Kau Datang
103 Bab 103 : Bertemu Seorang Utusan
104 Bab 104 : Nasehat Dan Restu Nyi Selasih
105 105 : Raden Kusumo
106 106 : Jangan Ganggu Aku
107 107 : Apa Boleh, Aku Minta Bantuan?
108 108 : Bertemu Kembali Dengan Sahabat
109 109 : Hari Ceria Jagad Buwana
110 110 : Kalabenda
111 111 : Maaf! Jalan Kita Berbeda
112 112 : Hari Pertemuan
113 113 : Lima Padepokan Besar
114 114 : Tewasnya Panglima Hitam
115 Satu Kenyataan Yang Mengejutkan
116 Pengorbanan Suketi
117 Hati Naga Yang Terluka
118 Janji Pati Elang Yang Tersakiti
119 Gabungan Kekuatan
120 Mata-Mata Atau Bukan?
121 Utusan Pelangi
122 Mencari Manusia Terkutuk
123 Bertemu Mpu Barada
124 Kisah Penguasa Alas Purwo
125 Penangkal Racun Jarum Emas
126 Desa Telaga Warna
127 Jangan Membuatku Curiga
128 Kedok Kalasrenggi Terbuka
129 Akhir Dari Sebuah Pertemanan
130 Akhir Dari Penghianatan
131 Aria Pilong Vs Kalasrenggi
132 Beri Aku Nama
133 Keterangan Mengejutkan
134 Ambisi Jati Wilis
135 Perebutan Wilayah Perdagangan
136 Informasi Dari Rama
137 Siasat Untuk melawan Jati Wilis
138 Gempar Di Kota Keta
139 Isi Hati Buwana Dewi
140 Rencana Kedua Aria Pilong
141 Hancurnya Cabang Padepokan Elang Emas Di Kota Keta
142 Kepandaian Bicara Sang Utusan
143 Arogansi Patih Argobumi
144 Pelangi Di Kota Keta
145 Hadiah Untuk Sang Utusan
146 Nasehat Untuk Pejabat Kahuripan
147 Hasrat Seorang Dewi
148 Kota Di Pesisir Pantai
149 Membantu Nelayan Kalipuro
150 Tewasnya Iwa Brengos
151 Menyebrang Ke Pulau Bali
152 Bertempur Melawan 2 Elang Raksasa
153 Maafkan Aku, Kakang
154 Bertemu Panglima Laut Kerajaan Bali
155 Undangan Persahabatan
156 Permintaan Buwana Dewi
157 Elang Jantan Menyerang Istana Tampak Siring
158 Dendam Kedua Elang
159 Kau Atau Aku Yang Berkuasa?
160 Bertempur Di Luar Benteng Istana
161 Misi Lembusora
162 Jangan Pisahkan Kami
163 Satu Harapan Yang Jauh Dari Kenyataan
164 Undangan Untuk Ki Banyu Alas
165 Nasehat Mpu Barada
166 Ijin Dan Restu Prabu Anak Wungsu
167 Persiapan Acara Pernikahan
168 Siasat Keji Di Acara Janji Suci
169 Hari Yang Di Tunggu
170 Terkena Siraman Air Beracun
171 Rencana Licik Nyoman Sidharta Gagal
172 Sudah Resmi Menikah
173 Rasa Putus Asa Mantan Patih Kerajaan
174 Istana Tampak Siring Di kepung
175 Jodoh Masa Kecil, Apa Iya?
176 Mari Kita Buktikan
177 Jangan Ganggu Putri Angkatku
178 Cinta Berdarah
179 Mentari Di Atas Istana Tampak Siring
180 Menyerang Alas Purwo
181 Menyerang Alas Purwo 2
182 Akhir Dari Sebuah Ambisi
183 Petaka Di Hari Bahagia ( End )
Episodes

Updated 183 Episodes

1
Bab 1 : Prahara Di Bukit Setan
2
Bab 2 : Tewasnya keluarga Pedagang Muda
3
Bab 3 : Kakek Misterius
4
Bab 4 : Berlatih Ilmu Kanuragan
5
Bab 5 : Saatnya Perpisahan
6
Bab 6 : Kampung Randu Alas
7
Bab 7 : Pendekar Randu Alas
8
Bab 8 : Utusan Suto Abang
9
Bab 9 : Jangan Asal Bicara
10
Bab 10 : Melawan Musuh Tangguh
11
Bab 11 : Menetap Di Randu Alas
12
Bab 12 : Hutan Kali Mati
13
Bab 13 : Menolong Penguasa Gunung Lawu.
14
Bab 14 : Penguasa Baru Istana Kali Mati
15
Bab 15 : Maafkan Aku Nona
16
Bab 16 : Padepokan Wisanggeni
17
Bab 17 : Kepungan Tiga Padepokan
18
Bab 18 : Rencana Terselubung
19
Bab 19 : Perlahan Mulai Terungkap
20
Bab 20 : Cerita Dari Masa Lalu
21
Bab 21 : Berangkat Ke Kerajaan Wengker
22
Bab 22 : Misteri Seorang Resi
23
Bab 23 : Ambisi Seorang Resi
24
Bab 24 : Tewasnya Seorang Ketua Padepokan
25
Bab 25 : Kekuatan Baru
26
Bab 26 : Cerita Naga Langit
27
Bab 27 : Apa Aku Boleh Ikut?
28
Bab 28 : Mengambil Kitab 7 Racun
29
Bab 29 : Kesedihan Wisesa
30
Bab 30 : Berangkat Ke Gunung Semeru
31
Bab 31 : Pertempuran Di Gunung Wilis
32
Bab 32 : Ingatan Masa Lalu
33
Bab 33 : Kau Ku Ampuni
34
Bab 34 : Pertempuran 2 Penguasa
35
Bab 35 : Ungkapan Hati 2 Orang Gadis
36
Bab 36 : Peristiwa Di Kota Daha
37
Bab 37 : Masalah Baru
38
Bab 38 : Perseteruan Antar Saudara 1
39
Bab 39 : Perseteruan Antar Saudara 2
40
Bab 40 : Kemarahan Tumenggung Adiguna
41
Bab 41 : Kupikir Hebat, Ternyata?
42
Bab 42 : Jangan Hina Aku
43
Bab 43 : Apa Yang Kau Tanam, Itu Yang Kau Tuai
44
Bab 44 : Jangan Remehkan Kami
45
Bab 45 : Benang Merah Dari Sebuah Ramalan Mulai Terlihat.
46
Bab 46 : Persiapan Sayembara
47
Bab 47 : Resahnya Hati Resi Sarpa Kencana
48
Bab 48 : Restu Dari Naga Langit
49
Bab 49 : Ku Berikan Setengah Kekuatanku
50
Bab 50 : Caping Kembar
51
Bab 51 : Kau Kawan Atau Lawan
52
Bab 52 : Rencana Tersembunyi Seorang Senopati
53
Bab 53 : Ku Tantang Kau Di Arena Sayembara
54
Bab 54 : Ancaman Di Tempat Pertemuan
55
Bab 55 : Maaf! Aku Membohongimu
56
Bab 56 : Sayembara Di Mulai
57
Bab 57 : Pelajaran Berharga Untuk Sang Murid
58
Bab 58 : Darah Mulai Tumpah Di Lantai Arena
59
Bab 59 : Sedih Hati Aria Pilong
60
Bab 60 : Aku Terima Tantangan Mu
61
Bab 61 : Janji Dua Orang Pendekar
62
Bab 62 : Dendam sang Kakek
63
Bab 63 : Penjaga Wilayah Barat
64
Bab 64 : Ku Serahkan Padamu
65
Bab 65 : Telaga Kelud
66
Bab 66 : Siapa Pemimpin kalian?
67
Bab 67 : Kau Yang Bertaruh, Tetapi Aku Yang Repot
68
Bab 68 : Jaga Ucapanmu, Nona!
69
Bab 69 : Julukan Baru Aria, Kakak Ketiga
70
Bab 70 : Mendapat 2 Pelayan
71
Bab 71 : Iblis Kawi
72
Bab 72 : Pertempuran Wangsa Dan Iblis Kawi
73
Bab 73 : Perjodohan Masa Lalu
74
Bab 74 : Bertemu Rombongan Saudagar Asing
75
Bab 75 : Tawaran Jalan Bersama
76
Bab 76 : Kecurigaan Sugriwa
77
Bab 77 : Pembantaian Di Desa Jatijajar
78
Bab 78 : Tawaran Kerjasama
79
Bab 79 : Jangan Coba Menipu Aku
80
Bab 80 : Kalian Pikir Bisa Mengurungku?
81
Bab 81 : Bara Di Kota Tumapel
82
Bab 82 : Kalau Lemah! Tak Usah Banyak Bicara.
83
Bab 83 : Ilmu Yang Susah Di Hadapi
84
Bab 84 : Titik Lemah Ajian Larang Boyo
85
Bab 85 : Akhir Cerita Tokoh Tua
86
Bab 86 : Arah Dan Tujuan Kita Berbeda
87
Bab 87 : Penari Di Desa Coblong
88
Bab 88 : Sahabatku Bernama Kidung Kencana
89
Bab 89 : Singa Barong
90
Bab 90 : Kesempatan Kedua
91
Bab 91 : Kesepakatan Bersama
92
Bab 92 : Bertemu Pendekar Kembar
93
Bab 93 : Satu Tawaran Untuk Ki Bayan
94
Bab 94 : Tak Ada Kesempatan Kedua
95
Bab 95 : Jalan Rahasia
96
Bab 96 : Tragedi Di Dalam Goa
97
Bab 97 : Bertemu Resi Lanang Jagad
98
Bab 98 : Kesedihan Hati Seorang Abdi
99
Bab 99 : Terima Kasih Eyang Resi
100
Bab 100 : Bantu Kami, Lalu Kami Bantu Kau
101
Bab 101 : Penguasa Gunung Batok
102
Bab 102 : Akhirnya Kau Datang
103
Bab 103 : Bertemu Seorang Utusan
104
Bab 104 : Nasehat Dan Restu Nyi Selasih
105
105 : Raden Kusumo
106
106 : Jangan Ganggu Aku
107
107 : Apa Boleh, Aku Minta Bantuan?
108
108 : Bertemu Kembali Dengan Sahabat
109
109 : Hari Ceria Jagad Buwana
110
110 : Kalabenda
111
111 : Maaf! Jalan Kita Berbeda
112
112 : Hari Pertemuan
113
113 : Lima Padepokan Besar
114
114 : Tewasnya Panglima Hitam
115
Satu Kenyataan Yang Mengejutkan
116
Pengorbanan Suketi
117
Hati Naga Yang Terluka
118
Janji Pati Elang Yang Tersakiti
119
Gabungan Kekuatan
120
Mata-Mata Atau Bukan?
121
Utusan Pelangi
122
Mencari Manusia Terkutuk
123
Bertemu Mpu Barada
124
Kisah Penguasa Alas Purwo
125
Penangkal Racun Jarum Emas
126
Desa Telaga Warna
127
Jangan Membuatku Curiga
128
Kedok Kalasrenggi Terbuka
129
Akhir Dari Sebuah Pertemanan
130
Akhir Dari Penghianatan
131
Aria Pilong Vs Kalasrenggi
132
Beri Aku Nama
133
Keterangan Mengejutkan
134
Ambisi Jati Wilis
135
Perebutan Wilayah Perdagangan
136
Informasi Dari Rama
137
Siasat Untuk melawan Jati Wilis
138
Gempar Di Kota Keta
139
Isi Hati Buwana Dewi
140
Rencana Kedua Aria Pilong
141
Hancurnya Cabang Padepokan Elang Emas Di Kota Keta
142
Kepandaian Bicara Sang Utusan
143
Arogansi Patih Argobumi
144
Pelangi Di Kota Keta
145
Hadiah Untuk Sang Utusan
146
Nasehat Untuk Pejabat Kahuripan
147
Hasrat Seorang Dewi
148
Kota Di Pesisir Pantai
149
Membantu Nelayan Kalipuro
150
Tewasnya Iwa Brengos
151
Menyebrang Ke Pulau Bali
152
Bertempur Melawan 2 Elang Raksasa
153
Maafkan Aku, Kakang
154
Bertemu Panglima Laut Kerajaan Bali
155
Undangan Persahabatan
156
Permintaan Buwana Dewi
157
Elang Jantan Menyerang Istana Tampak Siring
158
Dendam Kedua Elang
159
Kau Atau Aku Yang Berkuasa?
160
Bertempur Di Luar Benteng Istana
161
Misi Lembusora
162
Jangan Pisahkan Kami
163
Satu Harapan Yang Jauh Dari Kenyataan
164
Undangan Untuk Ki Banyu Alas
165
Nasehat Mpu Barada
166
Ijin Dan Restu Prabu Anak Wungsu
167
Persiapan Acara Pernikahan
168
Siasat Keji Di Acara Janji Suci
169
Hari Yang Di Tunggu
170
Terkena Siraman Air Beracun
171
Rencana Licik Nyoman Sidharta Gagal
172
Sudah Resmi Menikah
173
Rasa Putus Asa Mantan Patih Kerajaan
174
Istana Tampak Siring Di kepung
175
Jodoh Masa Kecil, Apa Iya?
176
Mari Kita Buktikan
177
Jangan Ganggu Putri Angkatku
178
Cinta Berdarah
179
Mentari Di Atas Istana Tampak Siring
180
Menyerang Alas Purwo
181
Menyerang Alas Purwo 2
182
Akhir Dari Sebuah Ambisi
183
Petaka Di Hari Bahagia ( End )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!