Aria Pilong setelah di angkat menjadi penguasa gunung Lawu, atas permintaan Nyi Selasih diam beberapa hari di istana Kali mati.
Ruangan luas dengan ranjang empuk menjadi tempat istirahat Aria.
Tetapi jika ada manusia lewat di dekat kali mati yang menjadi istana para lelembut, mereka akan melihat Aria terkadang berbaring atau duduk di atas batu besar, di temani oleh se ekor ular hijau.
“Jadi Nyi Selasih setiap 50 tahun sekali ganti kulit? Tanya Aria.
“Betul Raden! Jika sedang ganti kulit, hamba harus istirahat selama 7 hari, baru kekuatan hamba pulih kembali,” jawab Nyi Selasih.
Aria berusaha menolak Nyi Selasih, tetapi mahluk halus itu bersikukuh tetap ikut dengan Aria.
“Bagaimana jika Nyi Selasih pulihkan dulu kekuatan di sini, baru nanti menyusul aku,” ucap Aria.
“Raden tidak mau di ikuti oleh aku,” Balas Nyi Selasih dengan nada sedih.
“Bukan begitu Nyi, aku ini orang buta, yang ada malah aku yang menyusahkan Nyi Selasih.”
“Aku malah senang jika bisa membantu Raden, memang dengan ilmu yang aku miliki tidak bisa membuat mata Raden melihat manusia, tapi aku bisa membuat Raden dapat melihat mahluk sepertiku,” balas Nyi Selasih, “dan lagi aku bisa menghangatkan tubuh Raden,” ucap Nyi Selasih dengan nada lirih.
“Lantas kalau Nyi Selasih ikut denganku, Nyi Selasih mau tinggal dimana? Tanya Aria.
“Aku bisa berdiam diri di dalam tongkat Raden, kami mahluk tak kasat mata sangat suka dengan wawangian, dan bau harum cendana di tongkat Raden membuat aku betah berada di dalamnya.”
Aria tak bisa lagi membantah Nyi Selasih, dan akhirnya Nyi Selasih ikut bersama, saat Aria melanjutkan perjalanan menuju Wengker melalui Hutan Kali mati.
***
Saat asyik berjalan di dalam hutan, tiba-tiba hidung Aria membaui sesuatu yang terbakar api.
“Asap….ada asap berbau wangi di hutan ini,” batin Aria.
“Kalau ada asap berarti ada api, jika hutan ini terbakar, aku bisa celaka.
“Aku harus mencari sumber api, menyusuri asap yang aku cium,” kembali Aria berkata dalam hati.
“Hati-hati Raden! Bau ini bukan bau asap biasa,” terdengar suara berasal dari tongkat kayu cendana.
Tongkat kayu cendana Aria berubah menjadi hijau dan bersisik layaknya badan ular, setelah Nyi Selasih mendiami tongkat yang menjadi penunjuk jalan Aria.
Aria anggukan kepala mendengar perkataan Nyi Selasih.
Aria lalu jalan mengikuti sumber bau asap yang ia cium.
Sementara itu di tempat lain.
Seorang gadis tengah tiarap sambil menatap dan memperhatikan sebuah lubang sebesar pergelangan tangan, posisi lubang itu berada di dinding bawah bukit.
“Cepatlah keluar raja ular! Aku sudah tak sabar lagi untuk mengambil racunmu,” ucap gadis itu sambil memperhatikan lubang kecil di depannya.
“Raja ular merah adalah ular langka yang sangat beracun, jika ular berhasil di dapat, lalu di keringkan bisa di buat bubuk racun atau campuran obat anti racun.”
Si gadis jadi teringat kembali pesan sang kakek, bahwa racun yang di hasilkan oleh Raja ular, bisa menolong padepokan mereka dari ancaman beberapa padepokan yang menyebut mereka dari aliran hitam.
Sudah beberapa hari ia memperhatikan lubang tempat sarang raja ular merah, tetapi ular tersebut setelah berhasil melarikan diri ketika hendak di tangkap, kemudian tidak keluar lagi dalam lubang, sehingga membuat sang gadis harus menunggu beberapa hari di depan lubang.
“Serbuk melati tujuh warna tinggal sedikit lagi, kalau raja ular masih tidak keluar, sepertinya aku harus menunggu beberapa bulan lagi untuk mendapatkannya,” gadis muda yang cantik itu berkata dalam hati.
Sang gadis lalu bangkit mengumpulkan jerami kering serta kayu kecil, lalu menaruh jerami serta kayu di depan lubang yang menjadi sarang Raja ular merah.
Perlahan gadis itu mengeluarkan pisau kecil dan sebutir batu berwarna hitam.
Batu hitam di adukan ke pisau kecil, percikan bunga api terlihat dari beradunya kedua benda tersebut.
Setelah beberapa kali percikan menyambar jerami, jerami mulai menyala, gadis itu lalu meniup-niup jerami.
Setelah api dalam sekam besar, gadis itu mengeluarkan kantong kecil berwarna hitam, mengambil serbuk dari dalam kantong, kemudian di taburkan diatas jerami yang terbakar.
Setelah terbakar, sang gadis lalu tiarap sambil menahan napas dan memperhatikan lubang yang menjadi sarang raja ular.
Bau wangi serbuk terbakar tercium, gadis itu sambil rebahan, perlahan meniup asap ke arah lubang ular.
Gadis muda bermata bening dan cantik, terus mengamati ke arah lubang.
Senyum di bibir gadis terlihat, sewaktu melihat bayangan berwarna merah tampak di lubang.
“Keluar….keluarlah wahai raja ular,” ucap gadis itu, melihat ular yang sedang di buru perlahan, setengah dari badannya mulai keluar dari sarang.
Saking perhatiannya terpusat ke sarang raja ular, gadis itu tak menyadari di samping tubuhnya yang sedang rebahan, terlihat dua kaki sedang berdiri di dekatnya.
Keduanya sama-sama tidak menyadari keberadaan masing-masing.
Kepala ular bertanduk sebesar ibu jari berwarna merah, terlihat di depan lubang, lidahnya menjulur-Julur seperti sedang membaui dan menikmati asap dari serbuk yang terbakar.
Saat ular keluar menghampiri jerami, tiba-tiba terdengar suara di samping sang gadis.
Hmm!
“Musim kemarau sangat berbahaya jika api menjadi besar,” setelah suara terdengar.
Terdengar suara tutup kantung air terbuka, air mengucur dari arah atas ke arah bawah jerami yang terbakar.
Jerami serta ranting kecil langsung padam, ular raja merah terkejut, kemudian masuk kembali ke dalam lubang persembunyiannya.
Bukan kepalang terkejutnya si gadis ketika mendengar suara di sampingnya, tubuhnya melenting dan berdiri di depan seorang yang tengah memegang kantung air.
“Kurang ajar! Kau menggagalkan rencana ku!? Teriak si gadis dengan sangat gusar sambil mencabut pisau kecil.
Pemuda yang tak lain Aria, juga terkejut saat mendengar ada suara wanita di depannya.
“Maaf nona! Saya tak mengerti apa maksud nona,” ucap Ari.
Meliha seorang pemuda berdiri sambil membawa tongkat, dengan caping menutupi sebagian wajahnya, gadis itu kerutkan kening, kemudian berkata.
“Kau buta?
“Maaf nona, aku tidak tahu jika ada orang di sekitar sini,” balas Aria.
Aria ketika jalan mendekat memang tidak mengetahui ada gadis yang sedang rebahan sambil melihat ke arah lubang raja ular, karena si gadis menahan napas, membuat Aria tidak merasakan kehadiran gadis itu.
Begitu pula sang gadis, saking asyiknya memperhatikan raja ular yang hendak keluar, langkah perlahan dari Aria tidak ia dengar, membuat keduanya terkejut.
“Kau buta? Kembali gadis itu bertanya. sambil memperhatikan raut wajah Aria.
“Benar nona, aku buta,” jawab Aria sambil tersenyum getir.
Cis!
“Kau sudah membuat aku kehilangan raja ular, serta bubuk melati 7 warna,” kembali gadis itu berkata dengan nada tinggi.
“Maaf nona! Bagi orang buta di tengah hutan, sangat berbahaya jika tahu ada api, hidungku membaui asap, sehingga aku sampai di tempat ini untuk memadamkan api,” balas Aria.
“Aku yang menyalakan api! Mau hutan ini terbakar atau tidak, bukan urusanku, tetapi kau telah membuat raja ular milik ku melarikan diri.
“Kau tahu tidak? Aku sudah berhari-hari tinggal di sini hanya untuk menunggu keluarnya raja ular, sedikit lagi raja ular itu keluar dan semuanya gagal karena ulahmu,” teriak gadis itu dengan nada gusar.
“Maaf nona! Aku tidak tahu,” balas Aria dengan nada penuh penyesalan.
Tongkat milik Aria tampak bergetar, Nyi Selasih yang berada di dalam tongkat sudah tak sabar ketika mendengar perkataan gadis itu, jika tongkat tidak di pegang erat oleh Aria, ada kemungkinan tongkat melesat sendiri menghantam gadis yang tengah memaki maki Aria.
“Tunggu dulu! Seru si gadis ketika dirinya baru sadar, kenapa di hutan belantara yang jarang di lewati dan terkenal angker, ada orang buta.
“Siapa kau sebenarnya? Tanya gadis itu.
“Orang buta,” jawab Aria.
Tiba-tiba si gadis melesat menyerang Aria.
Whut….plak!
Pipi Aria tampak merah terkena tamparan gadis itu.
“Kurang ajar! cepat lepaskan genggaman tangan Raden, biar ku pecahkan kepala bocah itu,” ucap Nyi Selasih dengan nada tinggi, setelah tahu Aria mendapat tamparan dari gadis itu.
“Jangan bertindak gegabah Nyi, biarkan saja! Perlahan Aria berkata berusaha menenangkan Nyi Selasih.
“Kenapa nona menampar ku? Tanya Aria dengan raut wajah bingung.
Aria sebenarnya tahu dirinya di serang, tetapi ia memang sengaja tidak menghindar, karena tahu dari angin serangan yang dilancarkan, pukulan gadis itu tidak berbahaya.
“Kau memang buta,” ucap Si gadis sambil kerutkan kening.
“Aku memang buta, untuk apa berbohong,” balas Aria, kemudian lanjut berkata.
“Nona sudah membalas ku, untuk itu aku pamit mohon diri, maaf jika sudah mengganggu nona menangkap ular,” setelah berkata, Aria berbalik lalu melangkah pergi.
“Tunggu dulu! Teriak gadis itu saat melihat Aria pergi.
“Kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu di depan kakek ku,” ucap sang gadis.
Aria berhenti melangkah, perlahan berbalik.
“Apa maksud nona? Tanya Aria.
“Kau harus ikut, dan katakan kepada kakekku, bahwa penyebab aku gagal menangkap raja ular, bukan karena aku tak mampu, tetapi gara-gara ulahmu, raja ular melarikan diri.”
“Kau harus ikut aku ke padepokan Wisanggeni.” Ucap Si gadis
“Maaf! Aku tidak bisa memenuhi permintaan nona,”Aria membalas perkataan gadis itu.
Hmm!
“Tidak ada jalan lain,” setelah berkata pelan-pelan gadis itu menaburkan bubuk kuning di depan Aria.
“Gadis licik! Ku bunuh kau!? Suara desis keras terdengar dari Tongkat Nyi Selasih.
“Ada apa Nyi? Tanya Aria.
“Gadis itu menaburkan racun pembius kepada Raden,” Jawab Nyi Selasih.
“Biarkan saja Nyi! aku ada akal supaya bisa keluar dari hutan ini, tanpa harus letih melangkah,” balas Aria.
Aria tahu racun bius yang di sebarkan oleh gadis itu akan terserap oleh tongkat kayu cendana, dan tidak akan berpengaruh padanya.
Tak lama kemudian, sebuah bayangan terlihat melesat di dalam hutan.
Seorang gadis muda dengan mulut terus menggerutu, tengah menggendong seorang pemuda yang tak sadarkan diri.
“Dasar buta keparat! Kalau tahu bakal begini, tak sudi aku mengeluarkan racun pembius.
Sambil terus menggendong Aria, gadis itu melesat keluar dari hutan Kali mati.
Jika gadis itu sadar akan kebodohannya sendiri, ia akan tahu bahwa pemuda itu hanya pura-pura tak sadarkan diri.
Karena tangan si pemuda terus menggenggam erat tongkat berwarna hijau yang terus bergetar hendak melepaskan diri dari genggaman.
Kepala Aria bersandar di punggung si nona, senyum terlihat di bibir pemuda itu.
“Untuk apa jalan kaki, jika ada gadis yang mau menggendongku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
asta guna
aria keren (licik) saya suka tokoh kek gini
2024-09-17
0
Kakasefti
/Drool//Drool//Drool//Drool/Arya arya
2024-03-17
1
mania ijo
ngakak gua
2024-02-13
0