Bagian 8

Hari-hari berlalu seperti biasa. Tak ada hal yang istimewa. Hanya setumpuk pekerjaan dan segala macam ***** bengeknya. Aku juga mulai kerasan tinggal disini. Madam pun bersikap baik, meski kadang juga bersikap agak galak, tapi aku maklumi karna mungkin pekerjaanku kurang baik di matanya.

Genap tiga bulan aku bekerja. Uang gaji tiga bulan sudah ku kirim ke tanah air, sebagian untuk membayar hutang-hutangku. Sebagian lagi untuk disimpan. Ibu ingin membuat rumah untukku di kampung, dengan bantuan suamiku tentunya. Karna ia juga berusaha mengumpulkan sedikit demi sedikit rupiah, hasil dari pekerjaannya sebagai sopir.

Sebenarnya penghasilan suamiku masih terbilang cukup untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan aku bisa menabung andai aku tidak boros.

Awalnya saat itu aku coba-coba ikut meminjam pada bank rentenir, karna tergoda dan ikut-ikutan, seperti tetanggaku kebanyakan.

Dari pinjaman dua ratus ribu awalnya sampai kemudian menjadi berbunga naik dan semakin naik. Saat hutangku di atas belasan juta, aku mulai kebingungan dan kesulitan untuk membayar, apalagi suamiku saat itu sedang tidak bekerja, karna mobil yang biasa dia bawa mengalami kerusakan.

Hutang yang menumpuk belum seberapa ditambah hutang bekas kriditan baju dan barang-barang yang kuambil dari sales. Gaya hidup di kampung yang tak sebanding dengan penghasilan membuat aku lupa diri dan serakah. Hingga akhirnya aku nekad pergi menjadi TKW dengan alasan ingin melunasi semua.

Suamiku memang sangat baik. Saat aku berhutang ia sama sekali tidak mengetahuinya. Hanya saat ia diam di rumah dan tak bekerja. Saat itu juga banyak orang yang menagih ke rumah membuat suamiku marah besar dan hampir menceraikanku. Namun ia masih bersabar dan akan berusaha membayar semua hutang yang kupinjam. Namun aku rasa butuh waktu yang lama sampai hutang itu lunas. Makanya meski dengan berat hati, aku meminta ridha nya mengijinkanku pergi ke negri orang.

****

Pagi ini aku bersiap pergi dari rumah ini. Bukan habis kontrak, karna masih ada dua puluh satu bulan lagi, melainkan karna hari ini aku akan pindah kerja. Anak madam baru selesai melahirkan, sedangkan ia belum punya asisten rumah tangga. Jadinya aku yang terpilih untuk mengurus anaknya.

Nasheer, bocah kecil itu sudah mendapat pengasuh baru. Jadi ia tidak rewel saat aku tinggal pergi. Hanya Husnah yang menangis terisak saat aku akan meninggalkannya. Beberapa nasihat ia berikan padaku.

Aku mengangguk dan akan menurutinya. Inshaa allah.

****

Madam mengantar ketempat kerjaku yang baru. Berkali-kali ia menasehatiku agar aku bersikap baik pada anak, menantu dan cucunya disana. Setelah selesai berbincang dengan anak dan mantunya beliau pamit pulang. Tinggallah aku disini, di rumah majikan yang baru, di apartment madam Adeeba dan suaminya Khaber Ali Bin Abdullah.

Alhamdulillah pekerjaan disini tidak terlalu berat. Aku hanya harus fokus pada putra mereka yang bernama Oomar, bayi kecil berumur tiga bulan.

Madam Adeeba dan suaminya bekerja sebagi seorang tenaga pengajar, alis guru. Meski begitu penghasilan mereka terbilang lumayan besar. Terbukti dengan tinggalnya mereka di apartment di kawasan elit, masih satu kota dengan ibunya, madam Zainab.

Madam Adeeba dan suaminya sangat royal dan baik. Aturan di rumah juga tak serumit ketika di rumah madam Zainab. Tak perlu memakai cadar dan abaya. Di rumah cukup memakai jilbab dan gamis atau daster panjang khas arab. Nyaman dan menyenangkan tidak ribet ketika dipakai sambil bekerja. Selain itu juga bahagia dan bersyukur mempunyai majikan super baik. Alhamdulillah...!

Pekerjaan di rumah ini dimulai dari jam empat pagi. Harus buru-buru bangun. Menyiapkan sarapan untuk majikan, dilanjutkan dengan memasukkan baju ke mesin cuci otomatis, kemudian beberes dapur sampai jam tujuh pagi.

Saat mereka berdua berangkat beraktifitas, maka aku segera mengurus Oomar, memandikan dan memberi susu. Saat Oomar tidur, aku pun ikut tidur kembali. Yang penting cucian beres dan kerjaan yang lain biasanya aku lakukan nanti siang, sekitar jam sebelas, sebelum kedua majikanku pulang saat makan siang.

Setelah makan siang beres biasanya mereka akan tidur siang sampai menjelang ashar tiba. Setelah sholat ashar biasanya kedua sejoli itu tidur lagi sampai maghrib. Selepas maghrib mereka makan malam dan begadang sampai tengah malam, entah itu jalan-jalan, nonton, atau sekedar ngobrol berdua. Aku, ya tidur aja sambil jagain Oomar kecil yang tampan.

Madam Adeeba jarang menyentuh Oomar, ia terlalu sibuk dengan suami dan dunianya. Bahkan ketika Oomar menangis dan aku sedang mandi atau sekedar Bab pun, madam akan segera menggedor pintu kamar mandi dibanding menggendong Oomar sebentar. Seperti bukan pada ibunya, tak terlihat kasih sayangnya.

Seperti siang ini, saat beliau beres makan siang. Aku yang kebelet segera pergi ke wc. Mules.

"Noorah, cepat keluar. Oomar menangis!" serunya sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.

"Ya, aku sedang buang hajat, madam. Tolong titip sebentar..." kataku dari dalam tak kalah kencang.

Namun beberapa saat aku keluar kamar mandi. Oomar masih menangis, malah semakin kencang. Sedangkan madam, pergi ke kamar bersama suaminya. Huh, dasar!

****

Terpopuler

Comments

Hujan~Rain~petir 🌧️⚡Mυɳҽҽყ☪️

Hujan~Rain~petir 🌧️⚡Mυɳҽҽყ☪️

Busyettt... Mak macam apa dia... Brojolin doank.. Giliran ngerawat ga mau🙄🙄🙄😒😒😒

2020-09-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!