Setelah menjalankan ibadah sholat subuh. Dua rakaat ditambah sunah dua rakaat sebelumnya. Segera aku menuju kamar Nasheer di lantai dua. Untuk sampai kesana aku harus melewati beberapa ruangan besar. Mulai dari keluar kamarku akan ada lorong yang panjang, yang bersebelahan dengan dapur, tepat di sebelah kanan ada ruang makan yang sangat besar dengan meja panjang dan dua belas kursi yang mengelilinginya, lalu menuju ruangan besar tempat menyambut tamunya Babah berada disebelah kiri.
Lewat dari sana akan ada sebuah ruangan seperti ruang keluarga yang dilengkapi dengan minibar. Bukan khamr (minuman keras) tentunya yang dipajang, minuman disini semuanya halal. Inshaa allah. Jadi tidak perlu kuatir, disini juga ada perapian yang didesain dengan gaya khas eropa. Karna memang kota Thaif ini hawanya sejuk. Mungkin saat musim dingin mereka memerlukannya. Sepertinya.
Naik ke lantai dua disambut dengan ruangan berisi buku-buku dan dikelilingi sofa berwarna krem. Di dinding juga terdapat layar yang ukurannya sangat besar. Biasanya digunakan untuk santai madam beserta anak-anaknya. Mengagumkan dan yang pasti nyaman. Dan dari lantai dua ini juga kemarin Nasheer sempat terjatuh ke bawah.
Disebelah kanan dan kiri ruang santai ini terdapat kamar-kamar dan ruangan dengan pintu-pintu besar nampak berjajar dengan megahnya. Salah satunya kamar anak-anak. Sedangkan kamar madam dan suami terdapat di lantai tiga.
****.
Pintu kamar Nasheer terbuka lebar. Ia sedang menangis. Meski umurnya sudah enam tahun, tapi nampak sekali kalau anak ini sangat manja. Berbeda dengan sebagian anak di tanah air, sudah bisa pergi ke kamar mandi sendiri.
"Ummah..." saat melihatku datang ia segera memanggilku.
"Tidak, aku bukan ummahmu" kuhampiri sambil tersenyum. Dan mendekat padanya.
"Kamu ummahku" begitu katanya. Terserahlah, yang penting kamu senang Nasheer.
Setelah ku periksa, rupanya Nasheer ngompol. Jorok sekali. Kasur dan selimut basah semua. Dan baunya itu, hm...
Segera kupapah ke kamar mandi. sekalian saja kumandikan, pikirku.
Setelah bersih dan mengganti baju Nasheer. Tempat tidurnya yang basah segera kubersihkan dan melepas semua sprei yang melekat.
Tak lama madam menghampiri. Ditatapnya pekerjaan yang sedang kukerjakan.
"Bukan itu. Pergilah ke dapur dan sediakan kami makan" perintah madam sambil berlalu. Nasheer yang sedang menyisir rambutnya nampak acuh melihat ibunya sendiri. Akhirnya kutinggalkan pekerjaanku dan beranjak ke dapur sambil menuntun tangan Nasheer.
Keluar dari kamar Nasheer, kakak-kakaknya nampak sedang bersantai sambil menonton televisi. Tiga diantaranya adalah anak laki-laki semua. Sedang yang satunya seorang gadis remaja berusia belasan, sepertinya. Aku baru ingat, kalau hari ini hari jum'at. Sekolah libur. Dan biasanya juga kami para pekerja ikut libur. Dan aku? Jangan harap, karna seminggu pun belum genap aku bekerja di rumah besar ini.
Aku menggenggam tangan Nasheer kuat-kuat saat menuruni anak tangga. Tak mau kejadian yang menimpa Husnah kemarin terulang lagi hari ini. Menyeramkan, seandainya aku yang didorong jatuh ke bawah, pasti badanku babak belur melebihi Husnah. Sambi berjalan kuajak anak ini mengobrol.
"Siapa saudaramu itu namanya, Nasheer?"
"Yang perempuan itu?" ia balik bertanya. Aku mengangguk.
"Namanya, Mariam. Ia sekolah setiap hari dan jarang ada di rumah"
"Lalu yang ketiga laki-laki itu?"
"Hm..." Ia nampak berpikir dulu sebelum akhirnya menjawab.
"Abdul Aziz, Ali, dan Jamal (unta)" apa? kata-kata terakhir membuatku hampir tertawa lepas. Benarkah namanya demikian. Ya ampun... Menamai anak kok seperti hewan. Ada-ada saja pikirku.
"Terus kakakmu yang tujuh orang, siapa saja namanya?" aku jadi penasaran juga. Siapa tahu namanya diambil dari nama yang lain juga. Nasheer hanya menggeleng. Mungkin saking banyak sekali kakaknya sampai-sampai bocah enam tahun ini bingung.
"Oh, ya. Abdul Ro'uf" jawabnya spontan. (Abdul Ro'uf ini dimasa depan akan menjadi ujian terbesar buat Nur). Aku hanya ber-oh saja.
"Lalu ayahmu?" aku makin penasaran, karna belum tahu nama suami dari madam Zainab tersebut.
"Abdullah Sa'ad Al-Hada" jawab Nasheer lantang. Cepat benar anak ini menjawab. Padahal tadi saat ditanya kakaknya yang tujuh dia seperti kebingungan.
Baiklah akhirnya sampai juga di dapur. Husnah nampak sibuk dengan pekerjaannya, segera kubantu setelah mendudukan Nasheer di kursi dapur.
"Sepertinya dia suka padamu" Husnah menunjuk Nasheer dengan kepalanya. Aku meliriknya, tak terlalu menanggapi. Karna tangan sibuk memilah bahan yang akan dipotong. Menurut Husnah pengasuh Nasheer kabur dua minggu yang lalu. Karna tergoda dengan kebebasan diluar. Mungkin dia jenuh dan tidak betah dengan aturan dan banyaknya larangan di rumah ini pikirku. Namun kata Husnah lagi. Dia hampir diperlakukan kurang senonoh oleh salah satu anaknya madam. Hm, benarkah itu? wallohu alam.
Jam sebelas pekerjaan di dapur baru rampung. Nasheer sudah sarapan beserta keluarganya. Tentu kami para pekerja dilarang menghampiri ruang makan, karna disana ada Babah dan keluarganya sedang bercengkrama sambil membahas kegiatan sekolah anak-anaknya. Setidaknya itu yang kudengar samar-samar dari sini.
Setelah beres madam memanggilku ke ruangannya. Di lantai satu ruangan paling ujung tempatnya biasa bekerja. Entah apa pekerjaannya yang jelas seharian beliau berdiam di ruang itu sambil memandangi laptop.
"Buka kerudungmu" perintahnya, begitu aku masuk ke ruangan berdinding merah ini.
"Ya?" aku tak mengerti.
"Bukalah, aku hendak memotretmu" kata madam, sambil memegang sebuah Hp.
"Haruskah, madam?" aku makin tak mengerti. Bukankah semua data dan potoku termasuk visa dan iqomah (ktp) beliau yang memegang?
"Kita akan pergi keluar. Belanja. Dan aku tak mau sampai kamu melarikan diri" tegas madam lebih lanjut.
'Aku tak akan macam-macam' ucapku dalam hati. Teringat ucapan Husnah kemarin. Cukup ia ia saja tak usah melawan.
"Menantuku seorang polisi syarikah," ucap madam kemudian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Hujan~Rain~petir 🌧️⚡Mυɳҽҽყ☪️
Penasaran ujian ny apa sma s nur
2020-09-23
0