Kemarin adalah hari yang cerah bagi Urfana, nyenyaknya tidur dibalik selimut hangat di waktu dingin adalah sebuah tanda bahwa kemarin ia sangat terpuaskan dengan apa yang terjadi.
Ia bergabung dengan ekstrakurikuler Tinju, ia berkenalan dengan teman-teman baru, dan berbagi kisahnya masing-masing.
Urfana menjadi sosok yang terkenal di sekolah, banyak yang membicarakannya dari belakang.
Berkat Danawi, ia berhasil menjadi sosok heboh yang dikenal oleh seluruh sekolah.
Ada yang mempercayai cerita Danawi, ada juga yang tidak. Malahan setiap orang yang mengajak ngobrol Urfana malah menikmatinya, bocah berumur 15 tahun itu enak diajak ngobrol.
Urfana adalah pendengar yang baik, ia tahu cara menghargai orang lain saat bercerita.
Hari ini, ia lebih fokus melatih kemampuan beladirinya dibandingkan kegiatan
sekolahnya.
04-08-2016
"Otsu!" teriak Urfana, sambil melancarkan serangan Cross pada Erlanga.
"Itu dari Karate, kau sedang belajar Tinju. Kalau mau digabung, sana daftar MMA." Erlanga membalas serangan Urfana dengan counter.
Urfana terpukul mundur oleh pukulan Erlanga.
"Kau ini lemah di Hardware, bakatmu terhalang oleh cangkangnya. Kalau ingin mengalahkan Keisal, kau butuh lebih dari ini." Erlanga melempar minumannya pada Urfana.
Urfana menangkapnya, ia kemudian membuka botol tersebut dan meminumnya.
"Phew, cape sekali. Jadwal terakhir pelajaranku soal kejuruan, dan pulangnya mesti berlatih." Urfana menghela nafasnya dan tertawa.
"Aku benar-benar tak paham bagaimana kau bisa tiba-tiba melancarkan serangan tinju yang hebat pada Christian. Serangan kombo terakhir tidak hanya membuat Christian kalah, tetapi membuat dia tak ingin kembali sekolah." Erlanga mengelap keringatnya.
"Dan tinjuku membuat orang-orang bergabung dengan eskul Tinju." Urfana menoleh ke belakangnya, yang membuat banyak senior terdapati kesibukan dengan melatih anggota baru.
Tentu saja para senior senang, bahwa Tinju yang menjadi hobi dan profesi mereka menjadi lebih disegani di sekolah.
Mereka membuat konten tutorial berbarengan dan mempostingkannya di Ourtube.
Dengan lebih banyak petinju yang bergabung dalam permainan, komunitas petinju di kota Bandung mampu mendapatkan fasilitas lebih layak atas dukungan pemerintah yang berharap bahwa Tinju Nusantara bisa bergabung ke tingkat Internasional.
Urfana kemudian membereskan peralatannya dan bersiap untuk pulang, karena sudah jam 5 sore.
"Urfan, aku tidak mengerti kenapa kau ingin menantang Keisal tapi menyerahlah, jauhi dia." ucap si ketua eskul Tinju tersebut.
Urfana mengabaikannya dan terus berjalan menuju pintu keluar Gymnasium
"Dirimu yang sekarang benar-benar tidak akan siap untuk menghadapi monster tersebut." Erlanga memberikan kartu namanya pada Urfana.
"Kak, demi kebaikan banyak orang. Aku tak peduli seberapa kuat musuhku." Urfana menoleh balik ke arahnya, "Aku harus melakukannya demi kebaikan semua orang."
Erlanga tercengang, melihat senyuman tulus Urfana. Seolah-olah anak itu menanggung beban banyak orang dipundaknya.
Remaja laki-laki itu pergi bersama salah satu teman perempuannya yang sekelas dengannya.
"Bocah bodoh, kau.... Kau seharusnya tidak menyembunyikannya...." bisik Erlanga pada dirinya sendiri.
Urfana berjalan bersama Anila menuju gerbang sekolah sambil menunggu angkutan umum. Urfana menemani Anila di halte meskipun ia berencana pulang menggunakan sepedanya.
Hari itu semuanya berjalan baik-baik saja, kuasa Keisal serasa hilang di sekolah itu dan tidak ada kegiatan kotornya.
"Masih galau soal sahabat kamu Fadhilah?" tanya Anila.
"Uhm, aku merasa bersalah karena tidak membalas chatnya selama 2 bulan. Dia masih belum membalas chatku yang kemarin."
Urfana khawatir bahwa ia tidak bisa menaklukan Keisal dan berbaikan dengan Fadhilah.
Ia merasa bahwa tindakannya terlalu heroik dan meresiko pada kegiatan sekolahnya.
"Sial, kalau begini aku tak bisa fokus sekolah." Urfana mengacak-ngacak rambutnya.
"Move on dong, kamu kan bisa dapetin cewe lain."
"G." jawab Urfana dengan singkat.
"Sialan, sini kupukul." Anila menggampar Urfana dengan tasnya.
Angkot mulai datang dari kejauhan.
"Aku pergi dulu, hati hati Anila." Urfana menaiki sepedanya dan lekas pergi.
Anila membalas dengan senyum dan lambaian, gadis itu menaiki angkot dan pergi.
Apa yang dilakukan Urfana sekarang hanyalah bersepeda dengan santai sambil menikmati angin sore.
Kekhawatiran menghantuinya, hati yang terasa tidak tenang oleh kekosongan kabar dari gadis bernama Fadhilah Asmira Putri.
Tak jarang Urfana melihat bahwa anak-anak sekelilingnya jauh menikmati hidup dibandingkan dirinya.
Terlebih lagi dengan kondisi uang yang seadanya hanya bisa ia gunakan untuk bersekolah selama 1 tahun dan sudah termasuk kehidupan sehari-harinya.
Urfana telah berhenti melakukan joki game dan sibuk mencari part-time untuk anak SMA sederajat.
1 jam setelah itu, di lain sisi Corcus masih menghabiskan waktu untuk membaca komik, sambil menunggu Urfana pulang sekolah.
"Uhm, aku sudah melihat jenis sihir seperti ini. Si pembuat komik ini membuat komik yang sangat bagus." Corcus membaca komik milik Urfana yang bergenre Dark Fantasy.
Ngiitt....
Pintu Urfana terbuka dengan sendirinya, lalu sebuah pesawat kertas memasuki rumah Urfana dan menyentuh permukaan lantai rumahnya dengan halus, terdengar juga bunyi kaca didalam pesawat kertas yang tebal itu.
Corcus yang menyadari adanya hal tersebut langsung berlari keluar dan berusaha untuk mencari orang yang bertanggung jawab dalam melakukannya.
Urfana baru saja tiba didepan halaman rumahnya. Ia kemudian mendekati Corcus seolah-olah Corcus terlihat seperti benar-benar kebingungan.
"Kau yang melemparkan pesawat kertas tadi?" tanya Corcus.
"Huh? Pesawat apa?" tanya balik Urfana yang baru sampai rumahnya.
Mereka berdua saling bertatapan, keduanya berpikir bahwa ada orang yang menerobos masuk ke halaman dan dalam rumah Urfana.
Corcus dan Urfana saling mengangguk, Urfana mencari di halaman rumahnya sedangkan Corcus memasuki rumahnya kembali.
"Halo?" ucap Urfana, sambil berkeliling halaman belakang rumahnya.
Urfana berjalan ke ujung permukaan bukit, ia memegang pagar sambil melihat ke bawah, "Ga mungkin lompat ke bawah kan?"
Urfana berjalan kembali ke rumahnya lewat pintu depan.
"Urfan, kemarilah!" teriak ia seolah-olah ini masalah serius.
Corcus meminta Urfana untuk membuka kertas tersebut. Lagi-lagi kertas misterius dengan gaya tulisan yang sama seperti yang waktu itu dikirim untuk menemukan keberadaan Fadhilah.
Kali ini ditulis dalam bahasa Rusia, hanya saja bukan pesan, tapi kali ini ada alamat, suntikan berisi cairan misterius dan kartu kredit beserta sandinya.
"Ini.... Apa maksudnya? Alamat, tas kecil, kartu kredit??"
"Tunggu, ini bukan bahasa Nusantara. Bagaimana kau bisa mengerti bahasa luar? Apa maksud dari alamat ini?"
......Шесть. Пять Семь Один Девять Восемь Семь Один Ноль Семь. Семь Четыре Ноль Шесть Ноль Три......
...(-6.571987,107.740603)...
"Bahasa Soviette."
Urfana menuliskan maksud dari bahasa Rusia ke kertas catatan. Menghasilkan sebuah Koordinat peta.
"Ini dekat daerah Subang" tanggap Corcus pada koordinat yang ia lihat pada smartphone milik Urfana.
"Kau bisa memahami dan berbicara bahasa Indonesia? Kau bukan orang sini Corcus." tanya Urfana yang merasa heran bagaimana Corcus tidak paham bahasa Rusia.
"Aku dapat memahami bahasa mereka melalui komunikasi suara, aku menerjemahkan gelombang dan maksud dari suara itu melalui sihir agar bisa kupahami." Corcus menjelaskan caranya berkomunikasi.
"Tapi kau baca komik bahasa Nusantara?" Urfana terus memojokkan Corcus hingga ia memahaminya lebih jauh.
"Kau terlalu banyak bertanya."
Urfana ingin tahu bagaimana bisa ia memahami bahasa Rusia, ia mencoba untuk menutup mata kanannya, dan membuka mata kanannya.
"I see! Aku tau kenapa aku bisa memahaminya." Urfana kagum dengan kekuatan matanya.
"Kau mungkin masih melihat bahasa itu dengan bentuk tulisan yang sama, sepertinya mata itu menerjemahkannya untukmu dan langsung mengirimnya ke otak." Corcus ikut senang melihat Urfana dapat memahami matanya lebih baik.
Urfana menutup pintu rumahnya karena angin agak sedikit kencang.
Lalu tas kecil yang berisikan suntikan dan cairan berwarna merah seperti darah.
"Bagaimana kalau ini racun?" kata Urfana.
"Kenapa seseorang harus mengirimkanmu alamat, dan kartu kredit hanya untuk melihatmu menyuntikan cairan yang kau sebut itu pada tubuhmu?" Corcus dibuat kebingungan dengan maksud si pengirim dibalik itu.
"Menurutmu apa kita harus pergi kesana?" Urfana berdiri dan membuka baju seragamnya.
"Kau tidak ingin mengisi perutmu dulu?"
"G" balas Urfana dengan singkat.
"Kau diam di rumah saja, istirahatlah. Biarkan aku yang mengecek koordinat ini. Kita tidak tahu apakah ini jebakan atau bukan, namun tidak akan ada masalah jika aku yang pergi duluan." Corcus merapikan buku-buku komik yang ia baca kembali ke tempatnya.
Urfana mengenakan kaos lengan panjang untuk mengantisipasi kedinginan.
Corcus berjalan ke arah belakang rumah dan berjalan dengan santainya.
"Apa yang orang misterius itu berikan biar aku yang menghadapinya. Kau bersiap untuk melawan Keisal." ucap Corcus.
"Kalau begitu jangan ikut campur, aku harus jadi lebih kuat. Aku takkan kalah melawan Keisal."
Corcus kemudian terbang dan pergi mencari koordinat yang dimaksud si pengirim kertas.
Urfana sedikit khawatir karena Corcus agak buta navigasi, dan ia tak bisa membuka Maps.
Ia melanjutkan aktivitas rumahnya, memasak air untuk mandi air hangat, membersihkan rumah sambil mendengarkan TV yang menyala.
"Fadhilah belum membalas juga, mungkin dia tidak ingin mengobrol denganku lagi." Urfana merasa canggung dan bingung harus berbuat apa, ia tidak bisa sembarangan pergi kerumahnya.
Lalu muncul satu pesan di notifikasi smartphone miliknya, sebuah pesan yang dikirim oleh Ranggi langsung.
"Liburlah dari sekolah untuk satu hari besok. Kita harus bicara berdua, tanpa Keisal atau yang lain-lain. Ini penting."
Urfana sedang menggunakan mata kanannya untuk mengidentifikasi apakah ini jebakan atau bukan, namun sayangnya mata kanannya juga tidak dapat membantu memahaminya.
Ngomong-ngomong, malam hari ini sedang apa Ranggi?
Tentunya bersama dengan karisma dan bos Troy-Skusher, Keisal Saniswara.
Berjalan berduaan malam-malam di daerah Braga, Pusat hiburan kota Bandung.
Ranggi merobek karcis miliknya, "Kuharap hari ini bukan Black Day, kita sudah menonton film Universe Doom dan itu menyenangkan, kuharap—"
Keisal memotong ucapan Ranggi, "Kuharap anak buah Noparents muncul disini supaya kita bisa beraksi seperti Captain World dan Professor Eindhoven, membantai batalion."
"Sial, kau ini selalu bertingkah untuk memanaskan darahmu." Ranggi membenarkan kacamatanya.
Suasana Braga tidaklah luput dari kata ramai, banyak sekali orang yang berjalan di daerah iconic kota Bandung.
Mulai dari Alun-alun, Asia Afrika, hingga ke Braga.
Mereka selalu berjalan berdua ketika tidak ada urusan dengan organisasi, sedangkan ketika ada urusan mereka lebih sering mengurusnya secara berpisah dari pada kumpul berbarengan.
183cm berjalan bersama 164cm. Terlihat bagaikan adik kakak.
Ranggi menggengam lengan Keisal, "Hei, sebaiknya kita jangan keluar ECB dulu. Bagaimana jika kita makan dulu? Aku ingin ke restoran Anime."
Keisal melepasnya secara paksa
"Cih, apaan ke restoran Wibu. Malam gini harusnya ke Pub. Kita minum."
...Sial, kumat lagi penyakitnya bgs*t...
"Tch." Ranggi merasa jijik dengan tingkah laku Keisal, badannya saja yang tinggi dan lebih besar, tapi tingkah laku seperti anak kecil yang gegabah.
Terakhir kali pergi ke Pub bagi Ranggi adalah 2 tahun yang lalu, ia tak ingin meminum alkohol karena itu menganggu emosi dan pikirannya. Terakhir ketika ia mabok, ia merangkak dengan hanya menggunakan popok.
Harga dirinya dihancurkan oleh alkohol dan itu membuatnya sangat membenci alkohol.
Keisal tidak tahu apa-apa soal hal itu, karena Ranggi selalu memesan minuman bersoda tanpa alkohol ketika datang ke Pub, tapi tentunya ia agak menjaga jarak dari Keisal.
"Whiskeey~ Jack Nelson edisi 90s" pesan Keisal sambil melantunkan nada pada kata-katanya.
"Bocah, kau masih berumur 17 tahun." ucap si pelayan bar sambil melihat KTP milik Keisal.
Mimik wajah Keisal langsung hancur, ia yang hari ini terlalu senang tiba-tiba kecewa karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
Ranggi kemudian mengeluarkan uang tunai sebesar 1 juta untuk menutup mulut pelayan bar dan melakukan tugasnya.
"Kami pesan karaoke room, satu Jack Nelson dan satu Funta ke room nomor 17." ucap Ranggi, ingin mencegah Keisal agar tidak mengamuk.
Pelayan tersebut mengangguk, "Sebaiknya tidak akan ada masalah." Pelayan tersebut kemudian memberikan keduanya minuman yang diminta.
Pub ini dipenuhi oleh orang-orang muda mulai berusia 21-30, banyak laki-laki dan perempuan dari dunia malam pergi ke Pub ini, Little Seoul.
Keisal mengajak beberapa perempuan disana untuk bergabung dengannya dalam karaoke room.
Mereka menyanyi bersama dan meminum alkohol mereka.
Ranggi merasa gugup dan kaku karena saat ini ia sedang berjalan berpegangan dengan gadis yang lebih dewasa dari dirinya.
"Dia tadi kesini?"
"Ya, ketua Troy-Skusher. Keisal Saniswara, satu lagi yang cebol entah siapa."
"Orang yang cebol itu gimana?"
"Aku tak mengenalnya, dia cuma extra."
Ketika orang lemah nan cerdas sudah sering dalam bahaya, maka akan tumbuh sebuah insting yang dibangun atas dasar logika dan intuisi. Ranggi adalah orang yang memiliki kemampuan tersebut, dan ia tahu ia dalam bahaya.
Sekelompok orang dengan jumlah 20 datang untuk menangkap Keisal. Ranggi memiliki firasat yang tak enak, keringatnya bercucuran dan tidak tahu harus apa.
"Kusso, Kusso!!" ucap Ranggi.
Baginya saat ini, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Berurusan dan mencegah 20 orang tersebut sendirian atau menghentikan kesenangan 1 monster yang bisa membahayakan 1 Pub untuk menyelamatkan diri mereka berdua.
Ranggi bukan takut oleh 20 orang yang melangkah ke ruangannya, ia takut oleh Keisal.
"GGRRAAAHHH" Ranggi melepas rangkulan gadis tersebut dan berjalan keluar.
Ia bermaksud untuk melawan 20 orang itu sendirian dibandingkan Keisal yang akan menciptakan masalah lebih banyak karena alkohol.
...Persetan dengan Keisal!!...
.......Bersambung.......
...Next Episode : Late Night I...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments