02-08-2016
"Pukulanmu terlalu lambat dan kurang teknik, lancarkan kembali!" teriak Corcus.
"Phous.... PhousPhous!" hembus nafas Urfana, mengatur setiap esensi nafas yang masuk dan keluar untuk mempertahankan stamina.
"1-2-1-1-4!" teriak Corcus, mengucapkan kode pukulan tinju.
Urfana melancarkan kombo tinju itu secara baik. Corcus yang sudah melatih Urfana tinju sangat bangga bahwa Urfana memiliki bakat untuk cepat belajar.
"Corcus, kau mengajariku tinju? Padahal ini beladiri yang belum lama muncul dibandingkan sebelum engkau menjadi arwah. Kukira kau tak mengikuti perkembangannya juga." Urfana mengelap keringatnya.
"Ini beladiri yang cukup mudah dipahami menurutku, dan terlebih lagi benar-benar efektif untuk perkelahian jalanan. Jika kau ingin tahu soal legenda petinju abad kemarin, aku menyaksikan setiap pertandingannya secara langsung." Corcus menerapkan teknik tinju yang sudah ia pelajari.
Corcus Arstarilea, mungkin Urfana hanya berpikir bahwa ia adalah arwah yang hanya berasal dari 2100 tahun yang lalu, namun ada banyak rahasia dan misteri yang tersimpan dalam orang itu.
Gerakannya cepat, ia dapat menerapkan tinju dengan sempurna bagaikan legenda.
"Setelah tinju, lihatlah ini, selanjutnya adalah kickboxing." Corcus memperlihatkan kemampuan kickboxingnya kepada Urfana.
"Wow......aku.....aku tak menyangka sekali..... Bagaimana dengan Taekwondo?" Urfana kegirangan melihat guru yang jago dalam hal apapun.
"Sudahlah, kau tahu aku pasti bisa. Aku tidak tahu apa teknik itu akan membantumu mewujudkan perdamaian dunia atau tidak, tapi kau harus kubantu supaya tidak mati di tengah jalan." Corcus kemudian menghilang dari tempat tersebut.
Urfana bangun dari mimpinya, tidak terasa bahwa jam sudah mencapai pukul 6 pagi, namun dirinya belum melakukan pekerjaan rumah rutinan, seperti menyapu rumah, membersihkan kamar, memasak dan lain-lain.
"Jam 6? Gamungkin!!" Urfana berlari ke kamar mandi dan langsung menghujani dirinya dengan air.
Dinginnya pagi itu membuat ia lupa bahwa tak seharusnya ia sebegitu terburu-buru bagaikan kecoa yang terbakar, tak bisa diam dan tidak tenang.
Corcus sedang menikmati snack sambil menonton acara pagi, ia nampaknya sangat menyukai kartun binatang laut yang beraktivitas seperti manusia, begitu banyak jokes dewasa dan gelap.
"Bagaimana ceritanya ikan tak bisa berenang?" Corcus melahap keripik oncom itu satu persatu.
Tidak lama kemudian Urfana beres di kamar mandi dan berlari ke kamarnya dengan handuk lalu lekas berpakaian.
"Kau sudah pulih dari luka bertarung kemarin, dengan restu dari mata itu, kau bisa pulih dalam keadaan cepat asalkan kau membiarkannya terbuka. Jika kau menutup mata tersebut, kau takkan pulih dengan cepat." Corcus berdiri dan ia pergi ke garasi kecil tempat Urfana menyimpan motor dan sepeda.
"Kau mau pergi pakai sepeda? Lupakan berangkat jalan kaki demi tujuan menguatkan kaki, kau harus lebih cepat sampai ke tujuan." tanya Corcus.
Urfana mengunci rumahnya, ia berlari ke garasi.
"Yah, mungkin itu jauh lebih cepat. Kupikir aku akan naik sepeda saja." Urfana mengelap rambutnya dengan kanebo kotor.
"Urfan, itu kotor."
"Ehhh???!!" ia melempar kanebo itu, "Sial, sudah tak ada waktu lagi. Kalau telat aku bisa dihukum!"
Sepeda gunung itu melaju dari bukit ke turunan. Corcus terbang mengawasi Urfana dari langit.
"Kelihatannya sangat menyenangkan, aku iri karena ia bisa menikmati masa ini dengan leluasa." ucap Corcus, ia cemburu melihat Urfana menikmati serunya bermain sepeda.
Kota Bandung, tak begitu terlalu macet dengan jalanan yang luas dan bangunan yang tidak terlalu padat.
Ia melaju dengan kecepatan maksimal yang bisa diraih oleh dirinya, tak lama kemudian ada seorang pemuda yang menggunakan sepeda juga sedang pergi ke sekolah.
"Hei bang, sepedamu bagus juga." ia menghampiri Urfana sambil menggoseh sepedanya.
"Makasih, aku lagi buru buru!"
"Kita jalan dijalur yang sama, bentar lagi sampai Jalan Pahlawan, sisanya tinggal lurusan panjang sampai kita berpisah di perempatan didepan, mau balapan?" ajak si remaja itu.
"GAS" Urfana langsung menggoseh sepedanya kembali dengan cepat.
Mereka berdua berbalapan di jalanan yang masih kosong oleh motor dan mobil itu. Keduanya melaju dengan kecepatan yang sama cepatnya, saling bersaing untuk menang.
"Yahahah, seru banget!!" Urfana senang karena ia menang.
"Hati-hati dijalan, aku duluan karena aku telat juga ke sekolah. Kapan-kapan kita ketemuan lagi di jalan!" ia berbelok ke arah kiri
"Dahh!" lambai Urfana, ia pergi ke arah depan berhubung sekolahnya berbeda.
Corcus memandangi orang yang berpisah jalan dengan Urfana, orang yang tadi mengajaknya balapan adalah orang yang pernah Corcus lihat pada beberapa bulan yang lalu, namun ia tak begitu yakin dengan apa yang ia lihat.
Urfana tiba di sekolahannya, ia hampir saja terlambat, beberapa detik setelahnya gerbang sekolah pun ditutup, orang yang tidak sempat masuk ke gerbang akan diabsen dan menerima poin sanksi.
"Aowkwowkwowk, untung ga telat! Emang rezekinya orang rajin." ia lekas pergi ke parkiran sepeda setelah menoleh kebelakang.
Ada 14 Ekstrakurikuler yang terdapat di sekolahan ini :
OSIS.
PMR.
Paskibra.
Pramuka.
Futsal.
Basket.
Bahasa Inggris.
Karate.
Taekwondo.
Tinju.
Seni dan Teater.
Otomotif Sepeda Motor.
Gaming E-Sport.
Koperasi.
Keisal berada di ekstrakurikuler Otomotif Sepeda Motor sebagai senior yang mengurusi sistem ekstrakurikuler ini, biasanya para pengguna motor di sekolah ini selalu memperbaiki motornya di bengkel Otomotif sekolah.
Fatlan berada di koperasi siswa, karena orang tuanya adalah pemilik warung di rumah, ia pikir tempat seperti koperasi lah yang cocok untuk dirinya.
Liran sudah memutuskan untuk bergabung dengan ekstrakurikuler Basket, ia ingin tinggi dan lebih dekat dengan Hasan Al-Fatih.
"Bro, kalo belum gabung eskul masuk aja kopsis, banyak cewe cantik yang suka dateng jajan kesana." goda Fatlan, yang ingin Urfan supaya satu eskul dengannya.
"Tidak, sekarang aku ingin gabung dengan Tinju."
Fatlan mengerti apa maksud Urfana bergabung dengan ekstrakurikuler Tinju.
"Jadi kau ingin balas dendam?" tanya Fatlan.
"Bagaimana pun juga, aku harus jago bertarung."
"Urfan, tujuanmu ke sekolah itu kan untuk belajar dan menggapai kemahiran ilmu. Lupakan saja orang-orang itu, kita hidup tenang saja. Hiduplah dengan normal."
Urfana membungkukkan pandangannya, bagaimanapun juga ia tahu bahwa ia ingin bersekolah karena untuk menggapai kesuksesan dan bisa berdiri di samping Fadhilah.
Tapi ia tak tahan jika melihat temannya di hajar, terlebih lagi sesuatu yang mendorong trauma kehidupannya membuatnya berjanji bahwa ia akan lebih kuat.
Dalam hal belajar maupun bertarung, ia tak pandai dalam dua hal itu. Namun ia tahu, bahwa untuk fokus belajar ia harus menghilangkan ancaman yang datang dari Keisal, bagaimanapun juga kakak kelas yang menjadi teman Keisal takkan berhenti mengganggu Liran.
Urfana sudah membuat keputusan.
"Aku akan bergabung dengan eskul Tinju. Agar semua anak di sekolah ini bisa tenang dari ancamannya."
Urfana dan Fatlan melangsungkan diri untuk pergi ke tempat ekstrakurikuler Tinju.
"Well, meskipun jam istirahatnya sekitar 10 menit takkan ada yang menegur kita berjalan seperti ini. SMK ini memiliki kebebasan yang lebih terbuka dibanding yang lain." Fatlan berjalan sambil mengunyah permen karetnya.
Mereka menuruni gedungnya dan pergi ke gedung sebelah dengan memotong jalan ke lapangan upacara.
"Sekolah ini benar-benar besar juga, sampai-sampai setiap eskul punya tempat mereka sendiri. Sudah 2 bulan disini aku malah ga sadar apa-apa, bahkan belum gabung eskul." Urfan menoleh ke arah sebrang gedung. Ia melihat Danawi sedang melototi dirinya dari kelasnya.
Urfana mengacuhkan pandangan itu dan lanjut berjalan ke tempat Gymnasium (Ruangan besar Olahraga).
Urfana memasuki Gymnasium itu dengan kedua tangan masuk ke saku, tak lama kemudian semua orang yang sedang berlatih dan bergurau di Gymnasium melihat mereka berdua.
Corcus tidak ada disini, tetapi rasanya aku bersemangat sekali.
Urfana berjalan mendekati ring tinju dengan percaya diri.
"Apa ada yang ingin kau lihat? Bocah bermata satu, berani juga kau kesini dengan kedua tangan masuk ke saku." ucap senior Tinju, Christian Galeo. Ia tak suka melihat junior sombong yang tangannya dimasuki ke saku seolah-olah mereka tak pantas untuk beradu tinju.
Urfana tersenyum seringai, "Woah, sambutan yang hangat sekali."
Fatlan menjaga jarak antara dirinya dan keduanya.
"Urfan, kau tidak seharusnya menantangnya...." Fatlan agak ragu melihat perbedaan fisik antara dirinya dengan Christian.
"Aku ingin bergabung dengan klub Tinju sekolah ini, dan aku ingin mencoba untuk bertanding langsung dengan salah satu dari kalian hari ini." Urfana memprovokasi semua petinju yang ada disana.
Mereka semua langsung membelakangi Christian, bahkan yang sedang shadow-boxing, workout dan lain-lain langsung turun untuk menyambut penantang arogan.
"Urfan, aku mau ke kopsis dlu..." Fatlan melangkahkan kakinya perlahan-lahan.
"Tunggu." ucap seseorang yang tiba-tiba datang ke Gymnasium dari belakangnya.
Ia adalah Danawi, orang yang suka berbuat onar kepada banyak siswa, ia mencintai keributan dan masalah, seolah-olah ia memang dibutuhkan untuk membuat suasana yang membosankan jadi menarik.
"Christian, saat dia ngelewat kesini. Dia bilang kau adalah petinju yang ingin dihajarnya duluan, dia bilang dia ingin renggut pacarmu si Silvia, bicara yang enggak-enggak juga." Danawi menuduh Urfana yang tidak-tidak.
Bagaimana sebuah ungkapan jelek takkan bekerja? Urfana datang dengan arogan memasuki klub tersebut, ia datang dengan kesan buruk dan dia bilang ingin bergabung dengan klub tinju?
"Aku tidak peduli kau bermata satu atau cacat. Kau tak boleh keluar dari sini dan 5 menit lagi aku akan menghajarmu, akan kupermalukan dirimu dihadapan semua orang." Christian benar-benar sangat marah terhadap Urfana. Ia bahkan langsung panas tanpa pemanasan.
Urfana membenci Danawi yang memperburuk keadaan, "Cih! Danawi brengsek, tidak seperti yang kau katakan. Aku—" Urfana menoleh.
Christian langsung melayangkan tinjunya kehadapan mukanya, Urfana tak berkutik dan diam melihat kecepatan dan beratnya tinju tersebut.
"Crossku bahkan belum sampai wajahmu, kau sudah sebegitunya terkejut." Christian geram, ia mengepalkan tinjunya dan gatal ingin mencapai wajah Urfan.
Sedangkan sebagian, yang lain malah menghina Urfana dan menertawai seberapa menyedihkannya dirimu.
Suasana makin buruk, Danawi berlari dan menyebarkan rumor buruk beserta pertandingan tinju, mulutnya yang pandai bersilat lidah mampu memancing perhatian murid begitupun juga guru.
Tak lama kemudian bel istirahat berbunyi, dan 2 menit lagi pertandingan akan dimulai.
Urfana sama sekali tak diperbolehkan keluar, dan Liran yang tadinya ingin ke kopsis malah berakhir di Gymnasium untuk mengawasi Urfana.
"Kau harus bertarung denganku, akan kupaksa kau serius. Akan kubuat taruhan yang kau tak bisa ditolak. Jika kau menang, kau boleh bergabung dengan klub ini, itupun akan mereka buat dirimu tak betah sampai keluar." ucap Christian Galeo.
"Bang, apa yang dikatakan Danawi itu ga benar!"
"Kalau kau kalah....."
......KAU AKAN MENJADI SAMSAK TINJUKU SETIAP KAU PERGI KE SEKOLAH.......
.......Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments