01-08-2016
Langit senja terlihat benar-benar indah, memancarkan warna oranye, kuning dan pink di kanvas langit.
Remaja lelaki itu berjalan sendirian melewati kawasan daerah Cikutra, melihat adanya banyak anak sekolah yang berkeliaran untuk jajan makanan dan minuman.
Ada juga yang bermain kasti, sepak bola, ada juga yang bermain di warnet dan arkade. Rahmania Urfana ingin memiliki momen indah yang sama seperti mereka.
"Mesti mampir ke market dlu." ia mampir ke Nusanmart untuk membeli persediaan barang konsumsi dirumah.
Nusanmart, sebuah toko supermarket yang berdiri sejak tahun 1994. Menyediakan berbagai barang kebutuhan primer dan sekunder sebagai prioritas.
Urfana memiliki kartu member Nusanmart dengan mendaftarkan kartu pelajar beserta nomor teleponnya. Ia selalu mengisi saldo untuk berbelanja.
"Perampok!! Beraninya kamu bocah!!" teriak seorang bapak terhadap seorang anak kecil.
Urfana yang sedang memilih barang belanjaannya kemudian berjalan ke tempat dimana sumber suara berada.
Benar saja, ada seorang pria dengan perawakan gemuk sedang memegang anak kecil, ia marah karena ada seorang anak laki-laki berumur 8 tahun ingin mengambil dompetnya.
Ia kemudian dibawa keluar, para pegawai Nusanmart dengan buru-buru segera mengeluarkan bapak dan anak itu, karena keramaian didalam toko bisa menyebabkan kejahatan baru.
Urfana lekas menuju ke counter untuk membayar pesanannya, yang tak lama kemudian ia masukkan ke ransel besarnya.
"Kamu harusnya tidak merampok dompet bapak, kamu beneran ingin kena pukul ya?!" teriak dengan keras orang sumatra yang memiliki sarung golok ditangannya, dengan batu akik di seluruh tangannya.
"Enggak, ampun pak!! Saya mengaku salah, saya ingin minta maaf." teriak anak kecil itu, menangis dengan wajah babak belur.
Sorakan masyarakat benar-benar terdengar ricuh, anak itu sama sekali tak dibiarkan pergi kemana-mana oleh kerumunan masyarakat, Urfana yang melihat hal itu hanya bisa diam dan tak berbicara apa-apa.
"Kau dihadapkan oleh situasi dimana kau ingin menyelamatkannya, namun kau juga tak ingin dianggap sebagai perampok juga atau orang yang bertanggung jawab, apa yang akan kau lakukan?" tanya Corcus, yang tiba-tiba muncul disebelah Urfana.
Urfana hanya bisa diam dan berpikir kritis, ia sejujurnya ingin menyelamatkan anak itu dan memberinya beberapa makanan, namun ia hanyalah anak anak dan ia takut diriung oleh masyarakat.
"Apa yang terjadi terhadapnya jika aku tidak menyelamatkannya?" tanya Urfana, menoleh ke Corcus.
Corcus mencoba membaca situasi itu menggunakan nalar yang ia sudah asah tajam selama ia hidup.
"Ia akan mengalami luka memar dan cacat, tangan kirinya dibuat tak bisa gerak dengan sempurna, ia akan mengalami depresi dan kemudian membunuh dirinya dengan melompat dari ketinggian."
Corcus yakin tentang hal itu. Ini juga bukan pertama kalinya ia melihat hal ini.
Urfana yang mendengar hal itu terkejut karena itu benar-benar seram, ia tak terima dengan apa yang Corcus ucapkan. Tak lama kemudian Urfana masuk kedalam dan melindungi anak itu, ia menghalanginya dari si pria itu.
Ketidakadilan adalah salah satu hal yang Urfana paling benci, ketika rasa amarah merasuki dirinya karena hal yang ia benci, rasa takut itu akan hilang.
"Apa ini?! Kau juga temannya si perampok?!" teriak si bapak itu.
"Dia hanya anak-anak, Anda tidak seharusnya memaki dan menyiksanya seperti itu!!" Urfana teriak terhadapnya.
Semua yang berada disana melihat bahwa Urfana juga sedang mengalami luka karena perban di kepalanya.
"Kau juga merampok ya? Sampe terluka gitu." ucap ibu-ibu yang berada dalam keriungan itu.
Corcus memasuki keriungan itu, ia berdiri dibelakang anak yang sedang berlutut tersebut.
"Dia cuma anak kecil yang butuh uang untuk makan dan minum, bukannya jika ada anak yang salah kalian seharusnya memberinya simpati?! Tindakan ini sama sekali tidak benar!! Sebagai orang dewasa, berikan contoh yang baik, ia lemah dan tak berdaya."
Masyarakat kemudian mulai memikirkan moralnya masing-masing. Namun si bapak berawakan besar itu.
"Berisik kamu, dasar anak kecil!!! Kamu mau saya bacok?! Saya juga pernah ngebacok anak seumuran kamu!!" marah si bapak itu dengan emosi yang meluap. Ia menggunakan sarung tangan di tangan kanannya.
Orang-orang kemudian mulai mundur karena ia mengeluarkan golok untuk mengancam Urfana.
Corcus yang melihat itu benar-benar sangat marah, ia kemudian berjalan kedepan dan mencengkram tangan si bapak yang mengangkatkan goloknya.
Ia teriak kesakitan dan melepaskan goloknya.
Tak lama kemudian, pihak keamanan muncul dan membawa pergi si bapak itu. Masyarakat kemudian sadar bahwa seorang pria dewasa dengan golok jauh menjadi ancaman yang lebih besar dibandingkan anak kecil yang tak berniat untuk melukai orang lain.
"Anak yang pemberani, serahkan saja pada kami mulai sekarang." ujar salah satu hansip.
Masyarakat tak lama kemudian mulai bubar dan pergi meninggalkan tempat itu.
"Nak, kerja bagus. Seperti itulah seorang manusia sejati bertindak." tepuk seorang pria dewasa berpenampilan kantoran.
Seorang mahasiswa memfotonya.
"Saya harap saya punya anak seperti kamu, saya pasti bakal bangga sekali sebagai sang ibu." ucap seorang wanita muda hamil yang sedang ditemani oleh suaminya.
"Waduh, saya jadi malu pak, buk. Hahaha" Urfana menggaruk kepalanya.
Sang suami dari wanita muda hamil kemudian memberikan kartu namanya.
"Kamu sepertinya masih anak SMA ya? Pake celana abu-abu, kamu kapan kapan telepon saya, saya bakal kasih kamu kesempatan masa depan yang menjamin. Nama kakak Tanoe Sudrajat, siapa nama kamu?" tanya kak Tanoe.
"Rahmania Urfana." jawab Urfana, ia menundukkan kepalanya.
Pasangan itu kemudian melambaikan tangannya pada Urfana, Urfana melambaikan tangan balik. Lekas mereka berdua pergi dengan mobilnya
"A... Anu... Terima kasih, kak" ia masih tak bisa berhenti menangis.
Urfana jongkok dan membuka isi tas ranselnya. Ia memberinya beberapa makanan dan minuman.
"Ini, buat kebutuhan kamu. Habisin dalam 3 hari ya, kamu cuma perlu nyeduh makanan sama minuman ini pake air anget."
"Makasih..... Makasih..... Makasih....." ia menangis.
"Berdirilah, ngomong-ngomong kamu punya tempat tinggal juga?" tanya Urfana. Ia kemudian memasangkan handsaplas pada dahinya anak itu dan kakinya.
"Ibu dan dede.... Aku tinggal bareng ibu sama dede." ia memegang kakinya yang tergores.
"Urfana" Corcus tersenyum, ia ingin melihat Urfana mengantar anak kecil itu dan mendengarkan obrolan mereka.
Urfana mengangguk, ia akan mengantarkan anak itu pulang.
"Kakak anter pulang ya, kamu gaboleh jalan sendiri."
Urfana kemudian berjalan dengan anak lelaki itu menuju ke tempat kediamannya, daerah Cikutra, tempat pembuangan umum.
"Anu, nama adek siapa?" tanya Urfana.
"Jasmin, Jasmin Khalisah" jawab anak kecil berumur 8 tahun itu.
"Bukannya Jasmin Khalisah nama anak perempuan?"
"Aku emang perempuan Kak."
"Hmmph" Urfana mengelus rambut Jasmin.
Tibalah mereka ditempat kediaman Jasmin, ia melihat ibunya dan adiknya sedang beristirahat.
"Yaampun dek Jasmin, dek Jasmin kenapa??" ucap sang Ibu khawatir.
"Jasmin tadi diriung oleh masyarakat, ada bapak-bapak yang ngedorong dia sampe ke jatuh gara-gara Jasmin mau nyuri dompet." jelas Urfana.
Ibunya kemudian mengobati kaki dan tangannya Jasmin, "Nak kamu gaboleh nyuri dompet orang. Yaampun gimana kalo kamu nanti diculik lho."
"Ampun bu... Jasmin gamau diculik."
Siapa yang mengajarinya merampok? Bapak tadi jelas-jelas merebut dompetnya kembali, padahal ia menggunakan celana jeans yang ketat untuk tubuhnya. Pasti ga gampang ngambilnya?
Urfana tak ingin bertanya pada Jasmin, ia harus menjaga ucapannya dan tak banyak tingkah didepan Ibunda Jasmin.
"Ibu ga ngajarin kamu curi dompet, siapa yang ngajarin kamu nyuri dompet?"
"Bang Frasnan yang ajarin."
"Jangan deket-deket lagi sama bang Frasnan." ucap Ibunya.
Gubuk kecil tanpa jendela, hanya alas dan beberapa alat dan barang tradisional.
Lingkungan kotor kumuh dipenuhi sampah, tempat yang masyarakat asingkan dari dunia sosial. Keseharian orang disini hanya memulung dan memilah sampah.
"Bu, kalau begitu saya pamit dulu."
Ibunda Jasmin kemudian memegang tangan Urfana dan memberinya beberapa permen.
"Makasih banyak nak, maafin Ibu yang cuma bisa kasih segini ya."
"Tidak apa-apa bu, ini juga permen kesukaanku." Urfana tersenyum, ia lalu mendatangi Jasmin.
"Jasmin, kakak harus pergi. Kamu jaga diri yang baik dan jangan nyusahin Ibu ya."
Jasmin mengangguk, Urfana kemudian melambaikan tangan, ia pergi dari tempat tersebut, ia berjalan kembali ke trotoar dan pergi ke daerah Padasuka, waktu sudah mendekati pukul 6 malam.
"Well, seems like i have to walk alone against the dark." ucap Urfana dalam bahasa Inggris.
Rahmania Urfana, seorang remaja lelaki berumur 15 tahun dan baru menjadi kelas 1 SMK. Ia mungkin seorang pecundang dalam kisah cinta dan bertarung, namun ia takkan kalah dalam berbuat baik dan berjuang melawan ketidakadilan.
...Jika Corcus membutuhkanku untuk membuat dunia yang lebih baik, akan kuciptakan dunia dimana anak kecil tidak akan merampok dompet dan mengemis lagi....
...-Rahmania Urfana, 01-08-2016...
.......Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments