"Hati-hati, anak ini adalah anak CEO Yohan Arunaldi! Jika terjadi sesuatu yang tidak-tidak padanya, kita tidak tahu apa yang akan dilakukan Presdir pada kita."
Petugas rumah sakit, benar-benar disibukkan hari ini dengan banyaknya jumlah pasien yang tak normal. Hujan masih belum juga bisa berhenti.
Urfana lekas mengganti baju, melapisi dirinya dengan jas hujan. Ia memanaskan sepeda motornya di garasi sambil, ia menunggu sambil mengecek perlengkapannya hari ini.
"Fadhilah, tunggu aku. Aku akan kesana."
Urfana tak lama langsung menaiki motor koplingnya dan pergi menuju lokasi dimana Fadhilah dirawat. Urfana tetap tenang dan melampiaskan rasa khawatirnya itu pada adrenalin bermotor.
Kehilangan absolut sudah cukup menusuk hatinya, ia takut kehilangan sebagian alasan kebahagiaannya yang ia dapatkan pada diri Fadhilah.
Senyumannya, kebaikannya, ketulusannya adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli oleh uang sebanyak apapun.
...Aku tak bisa terlambat, aku harus berada disana sesegera mungkin!...
Tubuhnya yang lemah itu terus memaksakan diri dan menerobos tanpa tahu lelah. Ia benar-benar merasa harus berada disamping Fadhilah karena ia takut jika ia tak sempat melihat atau bertemu lagi untuk selamanya.
Ia tiba disana dalam keadaan basah kuyup dan hanya bisa menunggu di luar gedung, ia kemudian menunggu disana selama 2 jam karena bingung di rumah sakit mau apa. Ia tak pernah ke rumah sakit sebelumnya.
Kemudian, seorang gadis yang berawakan dewasa muda mendatangi Urfana, ia adalah mahasiswi yang sedang magang di rumah sakit sebagai tenaga bantuan. Gadis itu mengira Urfana terpisah dari orang tuanya.
"Kamu lagi cari siapa dek?" tanya Girana sambil menawari permen dari sakunya.
"Aku, lagi nyari temen kak. Katanya dia dirawat disini, perempuan umur 15 tahun, baru saja dibawa ke rumah sakit ini"
Girana kemudian menuntun Urfana untuk pergi ke ruangan dimana Fadhilah berada.
Ketika berjalan, Urfana terkagum melihat sekeliling rumah sakit dipenuhi taman yang indah, ia tak pernah masuk kedalam gedung rumah sakit sebelumnya.
"Ngomong-ngomong, kakak harus manggil kamu siapa?"
"Panggil saja Urfana kak" balas Urfana.
Girana mengusap kepala Urfana, "Masih agak basah, kamu ga masuk angin kan?" tanya Girana yang mengkhawatirkan Urfana.
Urfana menggelengkan kepala
"Kamu boleh panggil aku kakak Girana. Kalo ada apa-apa cari kakak aja ya di rumah sakit. Ngomong-ngomong, yang dicari pacar atau temen?"
"Apaan sih kak, kami ga pacaran kok" Urfana malu dan memalingkan wajahnya.
Remaja lelaki itu menentang hujan yang menerjang dirinya, dan bahkan ia baru saja mengobati diri dari luka memar dan tulangnya yang hampir patah.
Urfana sedang tidak dalam kondisi yang baik, namun ia memaksa pergi kemari demi Fadhilah.
"Urfan, kakak tinggal dulu ya. Kamu jenguk dulu dia didalam" Girana melambaikan tangannya.
"Kak, makasih banyak" Urfana menundukkan kepalanya, ia masuk ke ruangan dimana Fadhilah berada.
Angin bertiup kencang dari luar jendela ke dalam ruangan gedung lantai 4 tersebut.
Urfana kemudian menutup jendela tersebut dan membukakan sedikit celah udara karena rasanya dingin.
Fadhilah sedang tertidur diatas kasur, Urfana mendatanginya dan kemudian duduk di kursi sebelahnya.
Urfana memandangi wajah Fadhilah, ia mengusap-usap tangannya putih dan bersih. Ia melihat Fadhilah bagaikan seorang tokoh gadis fiksi dalam serial Sleeping Beauty.
"Fadhilah, aku disini. Aku bener-bener mengkhawatirkan keadaanmu, kamu istirahatlah yang pulas, aku akan tetap menemanimu disini."
Tubuh Fadhilah sangat panas, ia demam tinggi.
"Kamu teman dia?" ucap seseorang di dekat pintu.
Seorang pria berpakaian jas putih datang mendekati, ia adalah dokter yang bertanggung jawab atas perawatan Fadhilah.
"Nama bapak Benhardt Sidinomo, bapak yang bertanggung jawab atas perawatannya"
"Dok, apa yang terjadi?"
"Bapak tidak begitu paham, tapi pembuluh darahnya tiba-tiba pecah dan ia mengalami demam tinggi, tapi bapak berhasil menyelamatkan nyawa gadis ini."
Mereka berdua meratapi keadaan Fadhilah.
"Gadis yang malang, bagaimanapun juga perempuan harus tetap hidup, untuk kita, untuk keluarga, dan untuk seorang pria. Bapak punya putri seumuran kalian, bapak tahu rasanya sebagai seorang ayah hatinya terluka lihat anak sakit." Pak Benhardt menundukkan pandangannya.
Urfana tiba-tiba merasakan nyeri jantung yang hebat, ia merasa juga bahwa tiba-tiba waktu berjalan sangat lambat, dikit demi sedikit tenggelam ke alam bawah sadar.
Ia melihat mimpi buruk, ia melihat pemandangan seperti neraka. Ada peperangan besar, kota-kota terbakar, pertumpahan darah dimana-mana, perempuan dan anak-anak dibantai habis-habisan.
Urfana merasakan teror yang membuatnya takut, telinganya berdengung kencang, matanya berdarah.
Urfana takut. Ia melihat raksasa, ia melihat monster memakan manusia, ia melihat tindakan yang tak layak terhadap wanita, ia melihat anak kecil dimakan hidup-hidup, gambaran yang terlalu nyata untuk disebut mimpi.
Tak lama kemudian, ujung pedang menembus kepalanya, Urfana kaget dan terjatuh ke tanah, ia melihat sosok laki-laki setinggi 180cm menghampirinya, dengan pakaian yang nampak seperti prajurit pangkat tinggi dari persia, ia menggunakan tudung untuk menutupi kepalanya.
"Begitu ya, jadi kau benar-benar rekayasa." ucap sang Pria bernuansa pakaian hitam.
Sosok itu mengenali Urfana yang mengenakan pakaian modern, ia secara tak sadar melihat sosok tersebut sebagai seorang penjelajah waktu.
"Aku tahu kau berasal dari masa depan bocah, lihatlah baik-baik, ini adalah negeri Athnia, negeri yang hilang dari peradaban" sosok misterius itu memberikan sikap tubuh angkuh.
Athnia terbakar hingga membuat langit menjadi warna merah, begitupun juga dengan warna lautnya.
"Dimensi ini tiba-tiba memiliki sihir dan hal fantasi muncul, kau bisa lihat sendiri betapa janggalnya dunia ini, bukannya mata kita saling berbicara hal yang serupa? Ouvel Euronova." sosok itu kemudian pergi meninggalkannya, menghilang dalam keramaian yang sedang terjadi.
Urfana kembali sadar ke dunia nyata, ia terjatuh dan berkeringat banyak. Benhardt membantu Urfana berdiri dan memberikannya air minum.
"Kamu ada luka memar dan masuk angin ya, minumlah air hangat ini" Benhardt menawari air minum hangat.
Urfana meminumnya perlahan-lahan. Ia tak menyangka bahwa ada hal sedemikian rupa menimpa dirinya yang barusan terjadi, ketakutan dan teror yang benar-benar terasa nyata.
Tubuhnya bingung beradaptasi, tidak hanya ingatan yang tadi mengikuti, namun panasnya hawa pada kala itu bercampur dengan udara dingin ruangan ini, seolah-olah Urfana benar-benar ada disana.
Fadhilah tak lama bangun dari tidurnya.
"Bapak tinggal dulu" Benhardt meninggalkan ruangan Fadhilah.
Urfana senang melihat Fadhilah baik-baik saja.
Fadhilah melamun, ia mencoba untuk mengingat apa yang sedang terjadi padanya, jangankan memikirkan sebuah kejadian.
"Kamu siapa?" tanya Fadhilah pada Urfana.
Ia mengalami amnesia, ia sama sekali tidak mengingat apapun. Namanya, dimana ia tinggal, dan bahkan sahabat yang saat ini duduk di sisinya.
"Aku Urfana, aku pacar kamu." Urfana membalas dengan senyuman.
Fadhilah kemudian duduk di sisi kasur, ia memegang lengan Urfana. Fadhilah bisa merasakan denyut nadi Urfana, ia mengusap pergelangan lengan Urfana.
"Kamu keliatan ga tenang. Disini ada aku, aku bakal selalu menemani kamu kok." Fadhilah mendekatkan mukanya.
Urfana kemudian menoleh karena malu, "A-Apa?" balas ia, pipinya memerah.
Fadhilah tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
"Yaampun muka kamu lucu banget. HAHA, aku cuma bercanda soal hilang ingatan."
......Sialan......
...-Urfana, 14 Juni 2016...
Fadhilah Asmira Putri, gadis itu masih sempat saja bercanda setelah nyawanya hampir terenggut.
"Bodoh banget hahaha, ohh gitu ya. Kamu bilangnya pacar??" Fadhilah mengejek Urfana sambil meniru gestur tubuh Urfana yang gugup.
Urfana malu, namun dibandingkan itu ia merasa senang dan bersyukur bahwa Fadhilah ternyata baik-baik saja.
Kegelisahan yang membuatnya tak nyaman kini pergi melalui jendela yang sedikit terbuka, pergi menghilang bersama hujan yang berhenti.
"Ngomong-ngomong, kita udah kenal lama kan? Kamu juga pernah nyelamatin aku dari segala situasi, kamu benar-benar setia pada aku" Fadhilah mengambil apel, ia mengusap-usap apel itu.
Urfana tersenyum.
"Semenjak hari itu, hidupku merasa lebih baik. Aku ngerasa kalo kehadiran kamulah yang membuatnya." remaja lelaki itu memberanikan diri untuk jujur.
"Urfana, deketin aku."
Fadhilah memeluk Urfana dengan erat.
"Aku harap kita bisa terus seperti ini, kamu jangan sampe menghilang ya, aku butuh kamu dalam hidup aku."
Kehangatan itu memberi keduanya kenyamanan dan ketentraman. Urfana sama sekali tidak menyangka bahwa Fadhilah akan memeluknya seperti ini.
Sosok gadis kaya raya, cantik, berkarisma, berprestasi, tunduk kepada seorang lelaki yang tak memiliki apa-apa.
Apakah ini yang dinamakan cinta? Yang membutakan apapun ketika mereka tenggelam didalamnya?
Berasal dari persahabatan yang saling melindungi dalam sembunyi dan saling mengenal cukup dalam hingga akhirnya muncul perasaan cinta dari lubuk hati.
..."Aku janji."...
Ketika berjanji, itu artinya setiap orang harus hidup bersama suatu pegangan yang harus ditepati. Namun dibalik memegang janji, ada juga yang namanya mengingkar janji.
Dua hasil berbeda yang bisa berujung kepada kepercayaan dan pengkhianatan. Jika sebuah janji tercapai maka tergapailah sebuah harapan, namun bagaimana jika tidak tercapai? Rasa kecewa dan menyesal akan menjadi hal setia yang menemani hingga nafas terakhir.
Tak lama kemudian datanglah ibunya Fadhilah, Ibunya tak senang melihat Urfana ada disana.
Ia datang dengan langkah cepat, "Minggir!" ia menampar Urfana.
Urfana tidak begitu menunjukkan rasa ekspresinya dengan kehadiran Ibunya yang galak.
"Karena kamu mengajaknya keluar, anak saya jadi seperti ini!" Ia menarik Urfana dan menjauhkannya dari Fadhilah.
"Saya peringati kamu, jangan dekati Fadhilah lagi! Kenapa orang jelek dan miskin sepertimu harus dekat dengan anakku, kamu cuma akan merusaknya."
Perkataan itu menikam dirinya bagaikan pedang yang tadi menembus kepalanya, tidak menyiksa fisik namun batin.
Fadhilah yang bahkan hari ini merasa bahagia karena Urfana kini harus dirantai kembali oleh ibunya yang menginginkannya untuk terus belajar.
Perempuan kaya raya, cantik, pintar, berjodoh dengan pria miskin dan jelek? Itu mustahil.
Urfana hanya bisa berjalan keluar ruangan itu sambil memegang kertas foto mereka berdua yang diambil siang tadi saat bermain.
Meskipun begitu, ada baiknya Urfana tidak bermain cinta-cintaan karena umurnya masih 15 tahun. Harapan dan kenyataan, ia berdiri diantara satu jalan dimana keduanya adalah hal yang hidup berdampingan menemaninya.
Mungkin setiap orang memang tidak boleh berharap terlalu tinggi dan menikmati kebahagiaan sementara.
........Bersambung........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
_𝓕𝓪𝓵𝓵𝓲𝓷𝓰 [𝓝𝓸 𝓞𝓷𝓮)
hayolohhh wkwkkwkw 🤣😂
2022-12-10
1