Langit menangis kembali, menghiasi malam Bandung ketika bintang dan bulan sedang bersinar dengan indahnya.
Goyangan angin begitu kuat, memanjakan para penikmat mimpi.
Dibalik kehangan selimut, Urfana tidur dengan nyenyaknya dalam kehangatan. Urfana tak lama kemudian terbangun didalam mimpinya, gelap tanpa ada cahaya menyinari.
Kegelapan adalah rasa takut manusia terbesar.
FRUH!
Kobaran api menyala dan mengecil, membentuk sebuah lentera yang disimpan diatas meja.
Seseorang dengan baju formal masa abad sebelum masehi dan berwajah tampan duduk di bangku tersebut.
Tanpa sadar, Urfana telah duduk berhadapan dengannya. Berbeda dengan mimpi yang tadi, sekarang ini hanyalah ruangan gelap dengan 1 lentera api, sebuah meja, dan dua kursi.
Urfana telah mengetahui bahwa sosok didepannya saat ini pasti ingin mengajak berdiskusi.
"Selama beribu-ribu tahun, aku hidup didalam kehampaan tanpa ada satupun orang yang bisa mendengarkanku dalam kehidupan nyata, selama ini aku terus menunggu selama hampir 2100 tahun. Aku sudah menunggu kehadiran sepertimu, Rahmania Urfana." sosok itu melipat kaki dan menyimpan ujung kakinya keatas meja.
"Anu, itu bukan cara duduk yang baik untuk adab yang sopan kak." tegur Urfana.
Sosok itu langsung menurunkan kakinya, "Benar, dan tolong panggil saja aku Corcus"
Urfana dan Corcus saling tatap mata.
"Kenapa saling diam?" tanya Urfana.
"Kau benar, seharusnya akulah yang memulai pembicaraan bukan?" Corcus memalingkan pandangan, ia melihat tangannya yang terdapat luka bakar, yang membuatnya mengingat masa lalu.
Lentera api itu tak lama menjadi pusat perhatian mereka berdua arah.
"Era ini adalah era dimana kehancuran akan datang, manusia telah bermain dengan api dan kini akan hangus terbakar api." ucap Corcus Arstarilea, dengan tegasnya nada ucapan itu membuat lentera api tersebut mengobarkan api yang besar seketika.
Urfana meragukan ucapan Corcus dan tidak mengerti tentang bualan mengenai api.
Tak lama kemudian, Corcus memperlihatkan visual dimana yang tadi sekelilingnya gelap berubah menjadi pemandangan mengerikan.
"Aku berasal dari masa lalu, dari sebuah negeri bernama Athnia. Aku telah hidup selama ribuan tahun sebagai sosok arwah yang tak bisa berbicara pada siapapun. Aku mempelajari sejarah seiring waktu berjalan dan memprediksi apa yang terjadi kedepannya."
Urfana berdiri, dan ia melihat gambar bagaimana masa depan terancam. Seluruh konflik dunia digambarkan secara singkat dalam waktu 1 tahun di dunia mimpi itu. Seolah-olah rasanya benar benar 1 tahun.
Mereka berjalan entah kemana dan pergi kemanapun secara acak-acakan. Seolah-olah dunia berjalan seperti biasanya.
"Corcus, tak bisakah kau lepaskan aku dari penjara yang membuatku hampir gila ini?" Urfana mulai merasa lelah dan menggila karena terlalu lama berada disana, dikelilingi oleh berisiknya proyeksi virtual dari sihir milik Corcus.
Corcus menyadari satu hal, bahwa ini terlalu cepat bagi Urfana untuk memahami semuanya.
Urfana hanyalah anak 15 tahun, ia tak mengerti apapun dan tak mendapatkan pendidikan layak. Bocah yang ia lihat itu hanyalah bocah yang hidup dalam dunia yang damai.
"Ini masih terlalu cepat bagimu untuk memahami, tapi setidaknya, apa yang kugambarkan tadi benar-benar terjadi."
Corcus tak terlalu pandai bicara. Terlebih lagi selama ribuan tahun ia tak berkomunikasi dengan siapapun, cara berkomunikasi orang jaman sekarang jauh berbeda dibandingkan dulu.
Corcus menjentikkan jarinya, lalu Urfana bangun dan terkapar di lantai.
Urfana benar-benar merasa lemas setelah mimpi yang berkepanjangan itu, ia mengecek kalender dan ternyata tanggal berjalan normal, hanya lewat 1 hari dari tidur.
Saat itu masih pukul 3 pagi. Fadhilah juga terbangun dari tidurnya, ia juga merasa lemas, rambutnya terurai, dan matanya berubah menjadi warna merah.
Dunia telah mencapai puncak sebelum dimana semuanya berubah, kejadian misterius yang kemarin menimpanya terasa begitu tidak nyata.
Dimensi waktu baru yang diciptakan oleh Ouvel Euronova begitu berbeda, dimana waktu berjalan kembali tetapi sejarah berubah, dan dunia ini jadi memiliki sihir. Bahkan tempat-tempat saja menjadi agak tidak strategis dan fantasi.
Era ini adalah era modern, dimana teknologi berkembang sesuai dengan waktunya pada dimensi sebelumnya, dunia ini adalah dunia dimana sihir dan teknologi berjalan berdampingan.
Mata kanan Urfana yang berwarna merah itu menjadi sebuah saksi.
..."BRRRTTTTT"...
Handphone milik Urfana berdering, ia lekas pergi ke ruang tamu untuk mengambil handphonenya dan mengangkat panggilan tersebut.
"Urfana, kamu udah bangun? Aku mau minta maaf, aku ga nyangka ibu aku bakal sampai semarah itu sama kamu, padahal kamu ga salah apa-apa." ucap Fadhilah, memohon maaf pada sahabatnya.
"Iya gapapa kok, kamu baru bangun tidur? Gimana tidurnya? Nyenyak?"
"Uhm, aku tidur dengan nyenyak kok. Makasih ya udah mau jenguk aku kemaren. Kamu sendiri gimana?"
"Aku juga mendingan kok, seengaknya aku ga masuk angin karena hujan kemarin.
Urfana menggerakkan anggota badannya, mencoba meregangkan tubuhnya. Tubuh yang tadinya lemas sekarang tidak lemas lagi.
"Yo." sapa seseorang yang sedang rebahan di sofa ruang tamu.
Urfana melotot dan menganga. Corcus ternyata sudah menunggu Urfana terbangun dirumahnya.
"Urfana? Urfana?" panggil Fadhilah.
Urfana mensenyapkan panggilan tersebut, "Sebaiknya kau tak ganggu aku. Diamlah disitu" ancam Urfana yang kesal karena diganggu.
Corcus mengisyaratkan oke dengan tangannya.
Urfana kemudian kembali ke kamar untuk menikmati obrolan bersama Fadhilah, ia asik mengobrol dan berbagi cerita untuk menghibur Fadhilah.
Dinginnya pagi itu terhalangi oleh hangatnya obrolan, sambil berkomunikasi dengan gadis itu Urfana pergi untuk mendidihkan air dan memanggang roti.
Ia mengintip dari dapur melihat ke arah Corcus, ia tak percaya bahwa orang yang berasal dari mimpinya itu tiba-tiba bisa masuk ke dunia nyata.
Corcus melambaikan tangan dan tersenyum, Urfana berbalik mengabaikannya dan bertindak seolah ia tak melihat apa-apa. Namun nampaknya hal tersebut tidak mengabaikan fakta bahwa Corcus benar-benar ada.
Dunia yang dimana sihir menjadi legal setelah beberapa waktu lamanya membuka gerbang baru, untuk menyambut kedatangan sihir ke permukaan dunia baru ini, terlebih lagi arwah yang sedang duduk di sofa sambil memakan cemilan.
"Hei, kamu lagi denger ga sih?" kata Fadhilah lewat telepon.
"Uhm, iya? Tadi kamu cerita soal ibu kamu kan?"
"Iya, ibu daftarin aku sekolah di SMA Harapan Bandung." ucap Fadhilah dengan nada yang lembut.
"SMA Harapan Bandung? Yaampun itu sekolah swasta yang paling bagus di Nusantara. Aku denger lulusan sana punya jaminan sukses yang bagus, sampai-sampai masuknya saja membutuhkan uang yang banyak dan seleksi siswa." Urfana bangga mendengar Fadhilah bisa masuk ke sekolah itu.
Tentu saja, Fadhilah punya prestasi yang luar biasa di bidang akademis, terlebih lagi ia adalah siswi dengan anugerah privilege yang memumpuni.
"Iya, ngomong-ngomong kamu mau daftar kemana Urfan? Kamu waktu itu udah ikutan paket kan?" tanya gadis itu, yang menunggu jawaban bahwa Urfan akan mulai sekolah.
Urfana tersenyum, ia tau Fadhilah berharap bahwa ia bisa satu sekolah dengan gadis itu. Namun Urfana memiliki kemampuan akademis yang pas-pasan, begitu juga dengan kemampuan finansialnya.
"Aku daftar ke SMK Negeri 2 Ciwalung, aku mau daftar ke jurusan yang berkaitan dengan komputer, karena seusai lulus nanti aku ingin mendapatkan kerja yang berkaitan dengan teknologi. Fadhilah aku tutup dulu teleponnya ya, aku harus masak buat sarapan."
Fadhilah tidak kecewa mendengarnya, meskipun Urfana sebenarnya bisa saja satu sekolah dengan jalur dalam yang ayahnya Fadhilah lakukan, tapi ia lebih memilih untuk menghargai keputusan Urfana.
"Beberapa hari lagi aku udah bisa pulang, nanti kabarin aku lagi ya, kalo mau ketemu lagi. Jangan cepet kangen, kita cuma sahabat" Gadis itu kikih tertawa.
Pipi Urfana memerah karena kemarin "Heh, jangan cerita siapa siapa ya!" Ia menutup telepon dan lanjut masak.
"Hahaha, dasar bodoh." balas Fadhilah, tak lama setelah itu ia melanjutkan tidurnya.
Beres memasak air, menyediakan 2 cangkir teh dan roti panggang diatas piring. Ia berjalan ke meja dan meletakan makanan dan minuman tersebut.
"Terkejut, kali ini bukan mimpi, aku disini untuk mendampingimu. Kau sekarang sudah pulih sepenuhnya dan tak perlu lanjut istirahat." Corcus berhenti rebahan di Sofa dan berubah posisi menjadi duduk
Urfana menoleh kearah toples yang tadinya penuh cemilan pedas, kini hanya sisa setengah, dimakan oleh arwah yang sok kenal dan sok dekat.
Ia kemudian mendekati Corcus, mencoba untuk menyentuh, meraba-raba, semuanya tembus.
"Aku bukan sosok nyata, aku ini hantu wahai bocah, mana mungkin kau bisa menyentuhku. Lebih baik kau tenang saja, soalnya tidak semua orang bisa melihatku, kalau kau bersikap aneh ketika aku ada disampingmu, kau akan dianggap gila."
Cemilanku, ucap Urfana dalam hati.
"Ah, sial. Baiklah terserah, aku tak ingin tahu" Urfana duduk berhadapan dengan Corcus.
Urfana merasa aneh dengan Corcus, tadinya ia hantu yang tak begitu pandai bicara dan benar-benar serius, tapi nyatanya ia seperti orang tak beradab dan bertingkah seenaknya.
"Aku bisa merasuki orang bila aku menginginkannya, baik mereka hidup atau mati. Jika tubuh mati hanya bisa sampai organnya busuk, jika hidup harus tetap butuh nutrisi untuk bertahan."
"Jangan rasuki aku"
"Takkan"
...Kisah tentang seorang anak biasa saja dan arwah kesatria terkuat Athnia dimulai dari sekarang!...
...........Bersambung...........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments