Setelah berpamitan pada Pak Joko, aku berangkat bekerja seperti biasa. Di jalan aku melamun memikirkan perbuatan Melisa. Sempat terbesit dalam benakku aku akan menyerah dengan pernikahanku dan menjadi Rendra sesuai jati diriku.
Tak terasa aku sampai di tempat kerjaku, kebetulan saya terlambat dan pemilik toko marah besar kepadaku.
"Rendra tolong ke ruanganku! " Pak Muchtar menyuruhku menghadapnya.
Budi, Toro dan karyawan lain seperti kasihan melihatku. Mungkin mereka tahu kalau Pak Muchtar akan memarahiku.
Sesampai di ruangan Pak Muchtar, aku dipersilahkan duduk di kursi yang ada di ruangan itu.
"Rendra, kamu tahu kesalahanmu?"
"Saya tahu dan saya siap menerima konsekuensinya." Jawabku sambil ketakutan.
"Aku memberimu ijin 3 hari tapi kamu tidak berangkat selama seminggu!" Pak Muctar marah.
"Maaf pak, tapi saya harus mengurus ibu saya dan saya kemaren gak masuk karena harus berputar otak mencari uang untuk melunasi biaya rumah sakit ibu." Aku menjelaskan pada Pak Muctar.
"Oke untuk kali ini aku masih memberimu kesempatan tapi maaf sebagai konsekuensi gajimu bulan ini aku potong 50%."
"Hah...jangan saya masih butuh biaya buat kontrol ibu saya." Aku berlutut dibawah kaki Pak Muchtar.
"Rendra, bangun dan keputusanku sudah bulat." Pak Muchtar meninggalkanku yang masih berlutut.
Aku bangun dan berjalan ke luar ruangan. Dengan
langkah gontai dan tidak ada semangat aku langkahkan kaki ke arah teman-temanku.
"Bro lo gak papa?" Budi menepuk pundakku dan tersenyum padaku.
Aku hanya menggeleng dan langsung melayani pembeli dengan senyum yang aku paksa.
"Rendra, lo kenapa habis potong gaji?" Toro menghinaku dengan senyum sinisnya.
"Tidak, aku baik-baik saja!" Aku menjawab dengan tersenyum.
"Ren, gimana ibu lo sudah sembuh?" Ridwan bertanya padaku dari kejauhan.
"Alhamdulillah sudah membaik dan sekarang tinggal pemulihan."
"Habis berapa biaya Rumah Sakit dan maaf aku tidak bisa membantu?" Ridwan kembali bertanya padaku.
" 70 juta." Aku menjawab jujur dan semua temanku melongo mendengarkan nominal yang aku sebutkan.
"Tujuh puluh juta!" Mereka serentak heran dan kemudian mereka mendekatiku dan meminta maaf padaku.
"Rendra kami minta maaf, kamu tidak tahu kalau bebanmu seberat itu!" Budi memegang tanganku.
"Rendra maafkan aku juga waktu kamu ingin meminjam uang padaku, aku tidak bisa membantu." Ridwan merasa bersalah kepadaku.
Sedangkan Toro hanya melihatku tanpa rasa iba sedikitpun dia justru tersenyum seperti merendahkanku.
"Terimakasih atas doa kalian berdua buat ibu, dan alhamdulillah ada dewa penolong yang meminjamkan uang untukku." Aku tersenyum masih ada teman yang peduli denganku.
Sekarang aku tidak peduli banyak orang yang menghinaku hanya butuh waktu tiga bulan untuk aku menunjukkan siapa aku sebenarnya.
Aku tidak sombong tapi aku hanya ingin orang- orang sombong yang menghinaku merasa bersalah kepadaku. Aku juga ingin mengetes kesetiaan istriku disaat aku menjadi orang miskin.
Lamunanku dibuyarkan oleh Pak Muctar yang memanggil kami untuk mempersiapkan pengiriman barang.
"Rendra, kamu ajak Budi mengirim pakan pesanan Pak Romi!"
Akupun mengangguk dan mengajak Budi mengirim pakan ke rumahku sendiri.
Aku harus tetap menyimpan rahasia ini ataukah aku akan jujur pada Budi. Aku akan mengabari mama Arini jika aku akan mengirim pakan ke sana dan Aku ingin mama memperlakukan aku seperti pegawai toko seperti biasanya.
Setelah ku kirim pesan ternyata mama tidak setuju aku mengangkat pakan dia tidak tega dan aku justru disuruh jujur pada temanku.
Setelah pakan ternak selesai kami muat, kami segera berangkat ke rumah mamaku.
"Bud, aku mau bilang sesuatu tapi kamu jangan kaget ya!" Aku mencoba jujur pada Budi agar nanti tidak terjadi salah paham.
"Tentang apa Bro kok sepertinya penting banget?" Budi memandangku sambil tersenyum.
"Tapi kamu harus berjanji merahasiakannya dan tidak boleh ada yang tahu!"
"Rendra, kamu percaya aku setia dan tulus berteman denganmu." Budi menepuk pundakku dan tersenyum lebar.
"Nanti kamu akan tahu saat kita sampai di kediaman Tuan Hadinata." Aku mau membuka jati diriku tapi aku ragu Budi tidak mempercayaiku.
"Baiklah!" Budi mengangkat kedua pundaknya tanda menyerah dan tidak mau memaksaku lagi.
Satu jam perjalanan telah kami tempuh dan akhirnya kami sampai di Mansion keluargaku.
Aku tersenyum saat satpam membukakan gerbang rumahku.
"Ren, kenapa satpam itu begitu hormat padamu?" Budi seperti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
(Budi, kamu akan lebih kaget saat mama Arini memelukku dan menciumku.) Aku membatin sambil tersenyum .
Sesampai ditaman samping rumah, kami turun dari truk.
Pak Romi sudah menunggu kamu di taman dan dia tersenyum padaku. Budi melihat Pak Romi hormat kepadaku seperti kaget dan dia hanya melongo menatapku.
"Bud, lo kenapa?" Aku memukul Budi dengan topiku.
"Rendra, apa aku gak salah lihat?"
"Kenapa?"
"Satpam, Pak Romi!" Budi seperti bingung.
"Bud, tadi aku sudah bilang akan ada yang aku beritahu tapi setelah kita sampai."
Tiba-tiba Mama Arini menghampiri kami dan akupun langsung menyalami dan beliau memelukku. Aku melihat reaksi sahabatku seperti tambah tidak percaya.
Budi tersenyum pada mamaku dan akhirnya aku persilahkan Budi duduk karena aku akan menjelaskan.
"Bud, ayo kita duduk dulu mungkin kamu semakin bingung!" Aku menarik tangan Budi dan kami duduk di teras dekat kolam ikan samping mansion.
"Nak Budi, maaf mungkin kamu bingung kenapa kami sangat menghormati Rendra!" Mama Arini angkat bicara.
"Iya Nyonya saya memang bingung dan kepala saya mendadak pusing." Budi menjawab mamaku dengan sedikit bergetar.
"Budi, Rendra adalah putraku."
"Apaaaa!" Budi terbelalak dan akhirnya dia pingsan.
"Ma, dia pingsan!"
Semua pelayan membawa Budi masuk ke dalam mansion.
Kami menunggu Budi sadar sementara pekerja manurunkan pakan dan menata di dekat kandang.
Setengah jam Budi baru sadar dan dia seperti orang bingung.
"Rendra, aku dimana?" Budi sadar dan memanggilku.
"Bud, tadi kamu pingsan dan pelayan membawamu masuk." Aku mendekati Budi namun dia justru menjauh dan dia seperti takut kepadaku.
"Tuan Rendra, maafkan aku jika selama ini selalu berkata tidak baik padamu."
"Budi, jangan seperti itu aku tetap Rendra kuli panggul temanmu!" aku mendekat dan memeluk Budi.
Tiba-tiba kakekku datang menghampiri kami.
"Nak Budi !"
"Iya Tuan!" Budi membungkuk memberikan hormatnya pada kakekku.
"Rendra cucuku, dan tolong jaga rahasia ini sampai Rendra mau membuka jati dirinya yang sebenarnya."
"Baikk Tuan, saya akan tetap menjaga rahasia ini."
"Terima kasih Bud!" Akupun memeluk Budi kembali.
"Rendra, aku akan turunkan pakan ternak." Saat Budi hendak berdiri aku tarik tangannya untuk kembali duduk.
"Sudah pekerja kakek yang menurunkan, kamu ikut makan siang disini ya!"
"Tidak, aku malu Ren."
"Sudahlah anggap saja ini jamuan keluargaku buat tamu istimewa."
"Rendra, boleh tanya sesuatu?"
"Boleh!"
"Apa Melisa tahu?" Budi bertanya tentang istriku dan akupun akan jujur siapa tahu dia bisa membantuku memberi info tentang Melisa.
"Melisa tidak tahu dan aku akan menguji kesetiaannya karena dulu kami menikah keadaanku miskin."
"Kemaren waktu kamu libur aku melihat Melisa jalan dengan seorang lelaki saat aku hendak mengirim pesanan."
"Ya Bud, aku tahu maka dari itu aku akan bertahan dan mencari kebenarannya."
Seketika ceritaku berhenti karena mama ternyata mendengar semuanya dan beliau tidak terima.
Terimakasih sudah mampir ke Noveku..
Jangan lupa like dan komentarnya semoga kami sehat selalu dan dapat up setiap hari...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Noe Aink
udaah tinggalin aja si Melisa ren...
2022-06-07
0
Intan Raja
serulah
2022-04-17
1
lina
semangat updat isti
2022-01-14
1