Hari ini aku bekerja penuh dengan semangat dan tersenyum bahagia.
Teman-teman kerjaku semua heran kepadaku termasuk Budi yang dari tadi melihatku begitu bahagia.
"Rendra, kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" Budi menyenggol bahuku penasaran.
"Iya Ren, bahagia kok dipakai sendiri dibagi ke kita kan asyik!" Toro menyindirku.
"Hari ini Rendra Adiyasta sedang bahagia!" Akupun tersenyum bahagia.
Tiba-tiba Budi mendekat dan membisikkan sesuatu yang membuatku terkejut.
"Jangan-jangan habis belah duren ya?" Budi berbisik padaku sambil menggelitikku.
"Sok tahu!" Akupun mencoba mengelak.
"Gak usah mengelak Ren, aku sudah tahu!"
Sambil tersenyum dan menunjuk kearah leherku.
Akupun tersentak kaget dengan tanda merah di leherku, meskipun tipis namun bisa terlihat.
"Pantes aja dari tadi Budi tersenyum." Batinku.
Akhirnya aku dan Budi kembali bekerja melayani pembeli yang lumayan ramai.
Kemudian aku dikejutkan dengan suara seorang wanita yang aku kenal.
"Rendra...!" Beliau memanggilku dengan suara yang sangat santun.
Aku menoleh dan ternyata Ibu Arini Hadinata putri Tuan Hadinata.
"Bu Arini, silahkan mau pesen apa?" Tanyaku sambil kusalami beliau.
"Pakan kemaren yang kamu kirim masih ada, kebetulan aku lewat dari taman dan aku mampir ke sini!" Sambil memberikan bungkusan kepadaku.
"Ini apa bu?" Tanyaku penasaran.
"Ini hanya cemilan, dimakan nanti sama mas Budi dan teman-teman yang lain." Bu Arini menepuk-nepuk pundakku.
"Terima kasih maaf banget merepotkan!" Kubungkukkan badanku hormat pada beliau.
"Rendra, Ibu permisi dulu karena sudah ditunggu ayah di rumah!" Beliau berpamitan kepadaku dan juga teman-temanku.
Teman-temanku kerja heran bahkan juraganku sendiri langsung menghampiriku.
"Ren, sepertinya Ibu Arini sangat akrab denganmu?" Pak Muchtar bertanya padaku.
"Aku sendiri juga bingung Pak, kenapa dan bagaimana beliau bisa begitu akrab denganku." akupun menjawabnya dengan jujur.
"Kamu beruntung bisa kenal dengan seorang konglomerat semoga kedepannya kamu akan beruntung." Pak Muchtar menepuk pundakku dan mendoakanku.
"Amiin, terima kasih doanya pak!" Kemudian aku mengambil bungkusan pemberian Ibu Arini.
Kemudian aku dan teman-teman kembali bekerja sampai sore.
Setelah itu kami mandi lalu pulang ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan aku yang pulang ke rumah istriku.
Aku membawakan oleh-oleh untuk istriku. Bingkisan yang tadi diberikan oleh Ibu Arini kepadaku sengaja aku sisihkan untuk Melisa.
Seperti biasa sesampai di rumah kuparkir motorku di dekat pos satpam dan aku langsung masuk ke kamar Melisa.
Saat aku hendak naik ke lantai atas, mama mertuaku sudah menghadangku di deket tangga.
"Heh babu, jangan sombong ya mentang-mentang Melisa mau menerimamu kamu jadi berani! Asal kamu tahu semua itu masih sandiwara Melisa dia tidak benar-benar menerimamu." Mama mertuaku berteriak kepadaku sambil menuding ke arahku.
"Maaf nyonya, masalah itu aku tidak tahu." Aku menjawab beliau dengan sangat hati-hati.
"Bagus, kalau kamu sudah paham dengan posisimu." Mama mertuaku mamalingkan wajahnya ke samping.
"Maaf nyonya saya harus segera ke kamar Melisa sudah menungguku." Akupun berlalu meninggalkan mama mertuaku dan menuju kamar istriku.
Aku mengetuk pintu kamar namun tidak ada balasan kemudian aku beranikan diri masuk ke dalam kamar. Ternyata Melisa sedang tidur sambil menonton Televisi.
Aku angkat tubuh Melisa kemudian aku baringkan di ranjang tempat tidurnya.
"Mas Rendra...!" Melisa terbangun dan memanggilku.
Akupun kaget dan sedikit takut kalau Melisa akan marah padaku.
Namun kenyataannya dia tidak marah dan dia justru memelukku erat.
"Terima kasih ya!" Melisa menatapku sambil tersenyum.
Naluri kelakianku timbul dan aku langsung menciumnya. Melisa membalas ciumanku dengan lembut.
Kami menikmatinya namun tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu memanggil kami berdua untuk keluar.
"Mas Rendra, Mbak Melisa disuruh Tuan Darmawan ke ruang keluarga." Mbak Siti memanggil kami berdua untuk menghadap Papa Darmawan.
Aku dan Melisa saling pandang kemudian kami saling mengangguk dan turun menuju ruang keluarga.
"Duduklah!" Papa memerintah kami duduk di hadapan mereka.
Hatiku sungguh berdebar dan keringat dingin mulai membasahi tubuhku.
"Rendra, Melisa, maaf papa mungkin membuat kalian berdua bertanya." Papa mertuaku memandang kami dengan senyum.
Aku dan Melisa saling pandang kemudian kami sama-sama mengangguk. Kami benar-benar tidak tahu arah pembicaraan papa mertuaku.
"Ren, Papa melihat hubunganmu sama Melisa semakin baik dan bahkan semakin mesra ." Papa sedikit tersenyum ke arah Melisa.
"Alhamdulillah pa, semoga selamanya kami bisa rukun!" Aku melirik kearah Melisa yang tersenyum.
Namun aku ragu apakah senyum Melisa itu senyum bahagia atau justru senyum palsu yang dia sembunyikan dibalik sandiwara yang sedang dimainkan seperti yang dibilang mama mertuaku tadi.
"Papa, hanya ingin kamu bekerja di kantor papa membantu Melisa."
"Maaf pa, Rendra sudah pernah katakan Rendra terikat kontrak dengan Toko Pakan Pak Muchtar" Jawabku tetap sama.
"Mas, benar apa yang papa bilang sebaiknya kamu bergabung bersama perusahaan setidaknya ada yang membantuku selama papa sakit." Melisa ternyata juga mendukungku.
Akupun tidak pernah menyangka kalau Melisa berubah begitu cepat.
Namun keputusanku tidak akan pernah berubah aku akan tetap bekerja di tempat Pak Muchtar.
"Papa , sekali lagi Rendra mohon maaf belum bisa menuruti kemauan papa dan Melisa!" terlihat raut kecewa di wajah papa mertuaku. Namun akhirnya
papa mengangguk dan mengerti dengan semua alasanku.
Aku dan Melisa kembali ke kamar karena adzan magrib sudah berkumandang.
Aku masih harus bersabar terhadap istriku karena Melisa belum mau mengerjakan sholat. Aku masih harus mendekatinya perlahan karena hatinya mungkin belum utuh untukku.
Setelah selesai Sholat Maghrib aku kemudian mengaji meski hanya sebentar. Melisa menungguku sambil memainkan handphonenya. Sesekali dia melirikku sambil tersenyum.
Manis dan cantik semoga hatinya juga ikut berubah menjadi ayu.
Tiba-tiba pintu kamar diketuk Mbak Siti, dia memaanggil kami untuk makan malam
"Mas, suruh mbak Siti menyiapkan makanan. Setelah kami selesai makan akhirnya kami membersihkan diri kemudian kami duduk di balkon kamar Melisa.
Melisa duduk di dekatku dengan kepala bersandar dipundakku.
"Mas!" Melisa bersikap manja dan menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Melisa...boleh aku bertanya padamu?"
(Mas, sebenarnya aku mulai tertarik padamu namun aku malu ingin mengungkapkan.) batin Melisa.
"Apakah kamu benar-benar menerimaku?" Tanyaku pada Melisa sedikit menyelidik.
Melisa tak mampu menjawab karena dalam hatinya perang antara menerima atau menolak.
"Kenapa diam, kamu ragu denganku?" Aku mencoba merayu Melisa.
Melisa tetap tidak mau membalasnya namun ciuman Melisa kepadaku membuat jiwa kelakianku terbangun.
"Mas, kita pindah ke dalam yuk!" Melisa mengajakku .
Akhirnya aku dan Melisa melakukan untuk yang kedua kali.
Kali ini seauai ekspetasiku, Aku dan Melisa tidak akan kuat menahan nafsu karena kami pernah melakukannya.
Kurebahkan tubuh Melisa lalu aku cium bibirnya lalu kulumat dengan pelan.
Ciumanku semakin ke bawah dan kemudian berhenti digunung kembarnya.
Aku berhenti sebentar kemudian aku sedot buah kenyal itu lalu bergerak turun dan kubuka ************ dan aku hisab sehingga Melisa bisa merasa kenikmatan.
Setelah puas bermain-main akhirnya aku masukkan senjata dan kuhunjamkan ke dalam kewanitaan istriku.
Kusodok maju mundur dan akhirnya kami sampai di puncak kenikmatan bersama.
Setelah selesai melakukan adegan panas aku dan Melisa terkulai lemas kemudian kami saling pandang dan kemudian tersenyum bahagia.
Penasaran dengan kelanjutannya?
Dukung karyaku dengan like dan komentarnya. Boleh juga tebarkan bunga dan jangan lupa vote nya biar Author semangat up tiap hari.
Salam dari JOGJA ISTIMEWA❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Amir Khan
aseek
2022-10-26
0
Maria Catharina Sriwulandari
cepat bersatu rendra & meilisa
2022-05-30
1