Seminggu sudah hubunganku dengan Melisa membaik meskipun aku tidak tahu Melisa tulus atau hanya bersandiwara. Namun yang aku rasakan sepertinya Melisa tulus melayaniku setiap malam.
Setiap malam aku dan Melisa melakukannya dengan penuh bahagia.
Mungkin itulah yang dinamakan pengantin baru. Bahagia yang kurasa dan aku berharap hubunganku dengan Melisa akan semakin baik untuk kedepannya.
Pagi ini aku bekerja seperti biasa dengan semangat baru karena setiap malam aku mendapatkan kebahagiaan dari istriku. Semua teman kerjaku sudah tahu jika aku bahagia karena istriku bersikap baik padaku. Terutama Budi yang mengetahui kisah hidupku.
"Ren, semoga bahagiamu untuk selamanya." Budi menyenggol bahuku.
"Terimakasih doanya Bud, doa yang sama buatmu dan keluarga."
Kami ngobrol panjang lebar sambil memindahkan pakan dari gudang ke dalam mobil box kami. Karena hari ini waktunya mengirim pakan ternak di kediaman Nyonya Arini Hadinata.
Setelah selesai menyiapkan pesanan Nyonya Hadinata, aku dan Budi segera berangkat mengantar ke kediaman beliau.
Dan di tengah jalan ban mobil yang memuat pakan tiba-tiba bocor dan akhirnya kami berhenti menunggu penambal ban datang. Namun sebelumnya aku mengabari Ibu Arini kalau pesanan terlambat datang.
Aku dan Budi berteduh di bawah pohon yang cukup besar sambil meminum air mineral bekal kami. Tak sengaja mataku menatap sesok wanita yang aku kenal.
Aku mencoba memastikan bahwa wanita itu adalah Melisa istriku.
Dia duduk mesra dengan seorang lelaki yang kemaren ketemuan dengan istriku saat aku mengantarnya.
Ingin rasanya aku melabrak mereka namun aku masih berpikir panjang. Aku berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka.
Ternyata Melisa merencanakan sesuatu setelah Melisa bisa hamil dia akan menyingkirkanku karena harta papa Darmawan akan diberikan setelah Melisa melahirkan anakku.
(Ya Allah ternyata benar dugaanku, Melisa tidak tulus menyayangiku dia hanya memanfaatkanku.)Batinku.
Aku sudah bertekad untuk mempertahankan Melisa namun semua hanya tinggal harapan. Aku akan membuat perjanjian hitam diatas putih untuk mengantisipasi hal buruk terjadi.
(Baiklah aku tidak bodoh Melisa aku akan bermain pintar sehingga kamu tidak meremehkanku, maafkan aku jika nanti akan menyulitkanmu.)batinku
Aku tidak mempermasalahkan harta namun ketulusan.
Setelah aku mengambil gambar mereka berdua akhirnya aku kembali menghampiri Budi yang dari tadi mencariku.
"Rendra, kamu dari mana? Budi bertanya padaku.
"Aku dari toilet!" Aku pura-pura kebelet sehingga Budi tidak curiga kepadaku.
Ban mobil sudah diperbaiki dan kami melanjutkan perjalanan ke kediaman Hadinata.
Setelah sampai di pintu pagar Mansion Hadinata seorang satpam membukakan kami pintu dan kembali mempersilahkan kami untuk langsung menuju taman belakang rumah.
Ternyata Ibu Arini sudah menunggu kami. Beliau mempersiapkan teh dan berbagai cemilan untuk menjamu kami.
Setelah selesai menurunkan pakan ternak akhirnya kami dipersilahkan istirahat sebentar.
Pak Romi datang dan mengajak Pak Budi untuk mengangkatkan sekarung pakan ke kandang ternak di ujung mansion.
Sedangkan aku masih ngobrol ditemani Ibu Arini.
"Rendra, maaf ya aku selalu merepotkanmu!" Dengan senyumnya yang membuatku teduh.
"Tidak bu, aku justru yang minta maaf selalu merepotkan ibu." Jawabku karena kau sendiri merasakan getaran yang berbeda saat mendengar suara lembut Nyonya Arini.
"Rendra, tidak tahu kenapa ibu selalu ingin dekat denganmu, ibu serasa menemukan anak ibu yang hilang! hiks...hiksss." Ibu Arini menangis sesenggukan.
"Ibu, maaf jika aku membuat ibu menangis." Akupun mencoba menenangkan Ibu Arini.
Pak Romi dan Budi datang kemudian bergabung bersama kami menikmati teh dan cemilan yang dipersiapkan oleh Ibu Arini.
"Pak Romi, kemaren ayah bilang mau ketemu sama Nak Rendra!" Ibu Arini tersenyum kepada Pak Romi.
"Iya Nyonya, tapi sekarang beliau sedang istirahat saya tidak berani membangunkan." Pak Romi menunduk.
"Ya sudah lain kali saja semoga bisa ketemu dengan Nak Rendra." Ibu Arini melempar senyum padaku.
Aku dan Budi berpamitan karena kami harus segera mengantar pesanan yang lain.
Di perjalanan Budi bertanya padaku. Dia heran kenapa Ibu Arini yang latar belakang bukan orang biasa mau berbaik hati padaku.
"Ren, kamu curiga gak sih ibu Arini kok baik banget sama kamu?" Sambil memandangku penuh selidik.
"Nggak, biasa aja mungkin sifatnya memang baik pada siapa saja." Jawabku santai.
Namun sebenarnya akupun merasakan hal yang sama sepertinya dia begitu dekat denganku hingga terbesit dalam benakku apakah aku ini anak kandungnya. Namun aku buang jauh prasangka itu karena tidak mungkin aku anak seorang konglomerat karena aku anak ibu Siti yang tinggal di desa.
"Rendra, ditanya kok malah melamun!" Pak Budi membuyarkan lamunanku.
"Aduh Pak, bikin kaget aja." Jawabku.
Aku terus mengemudikan mobil ke tempat pelanggan selanjutnya.
Setelah selesai mengantar pakan ternak aku dan Budi kembali ke Toko.
Setelah jam menunjukkan jam pulang aku bergegas mandi di kamar belakang dan aku pulang menuju rumah istriku.
Seperti biasa aku parkir sepeda motor di deket pos satpam kemudian aku berjalan ke pintu utama.
Lagi- lagi disana aku dihadang mama mertuaku yang maaf sifatnya seperti nenek lampir yang selalu marah dan marah.
Kuakui beliau memang membenciku namun aku tetap menghormatinya karena bagaimanapun dia adalah mama mertuaku
"Heh...baru pulang?" mama mertuaku begitu ketus menyapaku.
"Iya nyonya." Jawabku sambil menunduk.
"Melisa kemana?Kenapa jam segini belum pulang?" Mama mertuaku menyalahkanku.
"Aku tidak tahu nyonya." Jawabku namun dalam batinku mungkin Melisa lagi bersenang-senang dengan kekasihnya.
"Suami macam apa kamu, istri belum pulang kok gak tahu!" sindir mama mertuaku.
Tiba- tiba mobil Melisa memasuki gerbang rumah dan dia turun dari mobil dengan bersenandung ria.
Mama yang melihat Melisa datang akhirnya bisa tersenyum lega.
Melisa datang kemudian menyalamiku seperti biasa dan kemudian menyalami mamanya.
"Mas Rendra, maaf tadi aku keluar gak pamit." Melisa pura-pura baik.
"Gak apa-apa!" Aku menjawabnya namun aku langsung berlalu meninggalkan mereka menuju kamar Melisa.
"Melisa, suami tidak tahu diri ya begitu." Mama mertuaku berteriak sambil menuding ke arahku.
Saat itu juga rasanya aku ingin sekali berteriak namun aku redam kemarahanku karena aku tidak ingin rencanaku berantakan.
Aku sudah bertekad main halus karena yang aku hadapi adalah singa betina yang ganas.
"Sayang, Kenapa kok kamu cemberut?" Melisa memelukku dari belakang kemudian mencium tengkuk leherku.
"Aku capek!" Kubalikkan badanku dan aku mencoba melepaskan pelukan istriku.
"Mas, kok malah pergi." Melisa merengek manja.
"Aku mau mandi dulu terus sholat maghrib."Jawabku sambil menuju kamar mandi.
Sebenarnya aku sudah mandi hanya saja aku sedang malas berbicara dengan istriku.
"Mas!" ingin memelukku namun aku cegah karena aku sudah wudhu mau menjalankan sholat maghrib.
"Jangan..! aku sudah wudhu." Jawabku sambil menghindari pelukan Melisa.
Melisa kemudian pergi dari hadapanku kemudian dia masuk kamar mandi.
Setelah selesai sholat maghrib aku berdzikir kemudian aku memohon petunjukNya.
Lalu setelah selesai aku mulai bertanya pada istriku aku ingin membicarakan dengan baik.
Namun aku akan tetap berpura-pura tidak mengetahui rencananya.
"Melisa, kamu dari mana kok sore baru pulang? " Aku beranikan diri karena dia adalah istriku.
"Mas maafkan aku tadi aku ketemu sama temenku." Melisa memegang tanganku.
Lalu aku menunjukkan gambar di layar ponselku dan itu membuat Melisa terkejut.
Penasaran dengan kelanjutannya...?
Like dan komentarnya ya agar kami lebih semangat menulisnya...!!
Terima kasih sudah mampir💖❤
Salam hangat dari JOGJA ISTIMEWA❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Intan Raja
ajiiibbblah
2022-04-17
1