Aku menunggu di warung angkringan sampai toko tempatku kerja buka. Karena aku datang lebih pagi dari biasanya. Aku segera menuju ke toko saat pintu toko mulai di buka.
Setiap hari aku selalu mengangkat pakan ternak seberat 50kg untuk pakan ayam dan 30kg untuk pakan ikan.
Toko tempatku bekerja tidak menerima eceran karena hanya melayani pembelian grosir.
Biasanya pelanggannya dari pedagang eceran yang tersebar di kota ini dan bahkan ada yang datang dari luar kota.
Dulu sebelum aku menikah dengan Melisa rasa capekku akan hilang jika sudah sampai rumah karena senyum ibu selalu membuatku nyaman. Sedangkan sekarang, meskipun aku sudah menjadi menantu orang kaya tapi rasa capekku sepulang kerja akan semakin bertambah karena hinaan dan cacian dari istriku sendiri. Selama dua hari dia tega membuat hatiku sakit. Dia juga menganggapku seperti pembantu. Setiap hari aku harus menyelesaikan tugas rumah yang seharus semua itu adalah tugas pelayan.
"Ren, kok ngelamun?" Budi temanku bekerja membuyarkan lamunanku.
"Maaf, aku tidak melamun hanya sedang meratapi nasib." Jawabku singkat.
Aku mengajak Budi langsung ke gudang karena hari ini ada banyak kiriman yang harus kami siapkan.
"Ren, aku kok lama gak melihat Pak Darmawan ya?" Budi bertanya padaku.
"Beliau dirawat di Rumah Sakit karena 5 hari yang lalu beliau jatuh ke jurang." Jawabku.
"Kok kamu tahu?" Budi penasaran.
"Iya, kebetulan pas beliau jatuh aku yang menolongnya." jawabku sambil membuka pintu gudang pakan yang kuncine sudah aku bawa.
"Terus bagaimana, apa dia baik- baik saja?" Budi masih penasaran dengan keadaan Papa mertuaku.
"Penyakit jantungnya kumat lalu kemaren aku mengantar ke Rumah Sakit."
"Oughhh...semoga cepet sembuh buat Pak Darmawan." Budi berdoa buat mertuaku.
"Amiiinnnn!"
Aku tidak mau jujur kalau aku sebenarnya sudah menjadi menantu Pak Darmawan karena aku malu dengan statusku yang tidak dianggap oleh istriku sendiri.
(Maafkan aku Bud, bukan maksudku ingin membohongimu namun keadaan yang memaksaku harus berbohong) batinku.
Setelah ngobrol denganku akhirnya Aku dan Budi melakukan tugas masing-masing.
Setelah kami selesai memuat kiriman atas nama Pak Romi dan sekalian memuat pesanan Papa mertuaku, aku beristirahat sebentar karena muatan sudah penuh.
"Bud, Pak Romi siapa sih?" tanyaku karena selama aku bekerja aku belum pernah mengirim di tempat ini.
"Oh itu pelanggan baru, beliau utusan keluarga konglomerat yang terkenal itu." Budi menjawab pertanyaanku sambil mengangkat sekarung beras merah.
"Keluarga konglomerat terkenal?" aku mengangkat dua pundakku karena aku memang tidak tahu.
"Kita kirim sekarang, beliau sudah menunggu karena stok pakan di rumahnya habis."
Akhirnya aku dan Budi mengirim pakan ternak pesanan Pak Romi. Alamatnya lumayan jauh namun karena pesanannya banyak jadi tetap semangat untuk mengirim.
Setelah sampai di Mansion besar dengan Pagar tinggi, mobil angkutan kami berhenti kemudian satpam membukakan pintu untuk mobil kami.
Kami diarahkan langsung ke belakang rumah besar itu. Betapa takjubnya aku saat melihat taman yang begitu luas dengan berbagai hewan peliharaan.
(Rumah Melisa memang besar tapi belum sebanding dengan Mansion keluarga ini. Ternyata diatas langit masih ada langit.)batinku.
Setelah kami menurunkan semua pesanan, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dan modis berjalan mendekati kami. Sedangkan Pak Romi mengikuti dibelakangnya.
Jantungku berdetak begitu kencang, seperti ada ikatan batin saat wanita itu menyapaku.
"Mas, kekurangan pembayaran sudah saya transfer dan ini tips untuk kalian berdua!" wanita itu memberi kami 4 lembar uang serarus ribuan.
"Terima kasih Nyonya." jawabku sambil menerima uang dari wanita itu.
"Jangan panggil nyonya, panggil saja ibu!" Wanita itu duduk didekat kami dengan penuh keanggunan.
"Maaf jika boleh tahu nama kalian siapa?"
"Nama saya Rendra dan ini teman saya Budi." jawabku singkat
Aku sendiri kagum wanita didepanku ini begitu sopan dan berwibawa, tutur kata yang lembut padahal dia adalah wanita konglomerat yang mungkin kekayaannya tidak akan habis tujuh turunan.
"Bu, maaf karena kami sudah lama disini kami mohon pamit!" Aku berdiri dan berpamitan.
"Baiklah lain kali mampir kesini meskipun tidak mengantar pakan ya!"
Kami pun mengangguk mengiyakan permintaan wanita tadi.
Setelah itu aku dan Budi kembali ke Toko untuk mengantar orderan selanjutnya yaitu ke peternakan Pak Darmawan yang ada di desaku.
"Bud, kita mengantar ke peternakan ya?" tanyaku pada Budi.
"Iya, kenapa mau langsung pulang?"tanyanya.
"Aku sekarang tinggal di rumah temenku disini, makanya nanti aku pingin mampir ke rumah sebentar." jawabku.
"Baik siap." Dengan penuh semangat Budi menyetujui.
Akhirnya kami sampai di peternakan Pak Darmawan.
Petugas peternakan itu menyambut kami dengan sangat ramah karena memang kami sudah sering mengirim pakan ternak kesini.
"Bud, anak juragan ternyata sudah menikah katanya dengan orang yang sudah menyelamatkan nyawanya." Pekerja itu memberitahu pada Budi.
"Maksudmu yang menjadi menantunya penolong saat beliau jatuh ya?" Budi bertanya penasaran sambil melirikku seolah minta penjelasan dariku.
"Iya bener sekali, katanya pemuda yang sangat baik hati." jawab pekerja peternakan.
Budi berjalan mendekatiku dan memyenggol lenganku.
"Ren, aku butuh penjelasanmu."
"Penjelasan apa? " tanyaku pura- pura tidak tahu.
Setelah selesai menurunkan pakan ternak itu kami istirahat sebentar sambil minum teh yang disediakan oleh pekerja di peternakan itu.
"Ren, sekarang jelaskan!" Budi meminta penjelasanku.
Akhirnya akupun menyerah, aku akan menjelaskan kepada Budi karena dia satu- satunya teman baikku.
"Bud, sebelumnya maaf aku menutupi statusku.!"
"Jadi benar?"
Akupun mengangguk mengiyakan pertanyaan Budi.
"Saat aku meminjam jas kamu dua tiga hari lalu itu aku dinikahkan dengan Melisa."
Terlihat wajah kecewa Budi namun ia tetap ingin tahu ceritaku.
"Bud, aku memang dinikahkan Pak Darmawan dengan putri sulungnya. Namun pernikahan kami hanya status dan pernikahanku tidak pantas disebut pernikahan." Aku menjelaskan.
"Maksudnya apa Ren? " Budi semakin penasaran.
"Pernikahan yang tidak layak disebut pernikahan, aku diperlakukan layaknya sampah di rumah itu oleh istriku sendiri." Dengan menahan sesak akhirnya aku menceritakan semuanya.
"Maaf Ren, kalau aku sudah berprasangka buruk terhadapmu." Budi akhirnya memelukku.
"Terima kasih Bud, aku mohon tutup rapat rahasia ini.!" Pintaku pada sahabatku.
"Toro juga tidak boleh tahu?"
"Iya." aku mengangguk
"Ya sudah kita gak usah bahas itu lagi. Apa kita jadi mampir ke rumah Ibumu?" Budi bertanya padaku.
"iya dong aku mau ngasih uang tips ku tadi buat Ibu." Aku memberikan dua lembar untuk Budi.
Kami berpamitan pada pekerja peternakan dan menuju rumah Ibuku.
Setelah sampai aku mengetuk pintu rumahku. Seorang wanita yang sangat aku rindukan keluar dengan penuh senyum.
"Rendra." beliau langsung memelukku.
"Ibu maafkan Rendra baru bisa nengok ibu.!"
"Loh kamu masih bekerja di toko pakan? " Beliau bertanya padaku.
"Iya Bu, aku lebih nyaman kerja jadi kuli daripada harus meminta pada keluarga Melisa." Jawabku.
Aku memberikan uang dua ratus ribu itu pada Ibuku, beliau sangat bahagia menerimanya.
Setelah itu aku pamit, aku cium tangannya dan aku peluk raga yang sudah mulai mengerut.
Aku lajukan mobil menjauh dari rumahku menuju Toko Pakan di kota.
Sesampai di kota, Toko Pakan sudah tutup dan aku buka sendiri garasi dan kuparkir mobil ke dalam lalu aku mengeluarkan motorku.
Sebelum aku pulang terlebih dahulu aku dan Budi mandi. Aku berpamitan pada Budi karena harus menjenguk mertuaku.
Setelah pulang kerja rencana aku akan menjenguk papa mertuaku di Rumah Sakit.
Sebelum sampai aku mampir di toko buah untuk membeli buah- buahan sebagai oleh- oleh papa mertuaku.
Terima kasih sudah membaca💖
Ingin tahu kelanjutannya , ayo jangan lupa like dan komentarnya ya biar tambah semangat nulisnya💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Icon
jagan lama terbokar kasian pembaca nya
2022-05-31
1
Intan Raja
setuju alurnya,,,terasa
2022-04-17
0