Author POV
Setelah di bisikkan sesuatu ke telinganya, Wajah Rasti benar-benar memerah. Dia tersipu dan langsung bergegas keluar dari dalam rumah Yoga. Dia memasang sepatunya dengan terburu-buru lalu segera membuka pintu gerbang dan berlari menjauhi rumah Yoga.
Sementara Yoga yang melihat Rasti bersikap seperti itu ikut tersipu dan senyum-senyum sendiri.
"Apa yang aku katakan padanya tadi? kenapa aku menggodanya begitu?" gumam Yoga bertanya pada dirinya sendiri.
Kemudian dia keluar dari rumah, bermaksud mengambil jas nya yang masih tertinggal di dalam mobil. Tapi dia melihat kartu pelajar milik Rasti yang ada di dashboard mobil nya. Tak ingin melewatkan kesempatan, dia langsung masuk ke dalam mobil dan menyusul Rasti.
Tapi dia sedikit terlambat, ketika sampai di halte, Rasti sudah masuk ke dalam sebuah angkot. Dan entah apa yang di pikirkan oleh Yoga, bukannya berbalik arah dan memberikan kartu pelajar milik Rasti esok hari saja. Dia malah melakukan mobil nya mengikuti angkot itu.
Ketika mobil angkot berhenti di sebuah gang kompleks perumahan, dia melihat Rasti turun dari angkutan umum itu dan dia pun ikut berbelok ke gang tersebut. Cukup jauh dia mengikuti sebelum akhirnya dia membunyikan klakson.
Tin... tin...tin..
Rasti menoleh, dan betapa terkejutnya Rasti ketika menyadari siapa yang berada di dalam mobil itu.
"Jadi kamu tinggal di perumahan ini?" sapa Yoga sambil menyebutkan kepalanya dari jendela mobil.
"Ba... bapak Yoga!" Rasti tampar terkejut.
"Bapak ngapain disini?" tanyanya heran.
Yoga keluar dan menghampiri Rasti, membuat gadis itu mundur sedikit.
"Saya memang mengikuti kamu, sebentar!" ucap nya lalu masuk ke dalam mobil dan mengambil sesuatu dari dalam sana.
Yoga kemudian menghampiri Rasti lagi.
"Ini, kartu pelajar kamu. Saya temukan di mobil, kemarin saya berniat mengembalikan pada kamu saat di sekolah, tapi saya lupa!" Yoga menyerahkan kartu pelajar Rasti.
"Terimakasih pak, harusnya tidak usah repot-repot mengantarkan nya, besok kan bisa di sekolah!" ucap Rasti sambil meraih kartu itu dan mengantongi nya.
"Saya takut lupa, oh ya! yang mana rumah kamu? masih jauh?" tanya Yoga sambil mengedarkan pandangannya ke rumah-rumah di hadapan nya.
"Yang itu!" tunjuk Rasti pada sebuah rumah yang tak jauh darinya, dan itu memang rumahnya.
"Saya pulang dulu ya, kapan-kapan saya boleh main kan ke rumah kamu?" tanya Yoga membuat Rasti terlihat kebingungan.
"Maksud bapak gimana?" tanya Rasti cengo
"Kapan-kapan, malam minggu misalnya! saya pulang dulu ya. Sampai ketemu besok di sekolah!" sahut Yoga lalu masuk ke dalam mobilnya dan pergi.
Rasti masih mematung di tempatnya, seperti nya dia bapet.
"Rasti!" panggil bu Yani, tetangga Rasti.
Rasti tersadar dari lamunannya dan segera menoleh ke asal suara tadi.
"Eh, iya Bu Yani!" Rasti menjawab sapaan dari Bu Yani.
Yani mendekati Rasti dan melihat ke arah ujung gang.
"Itu yang barusan siapa? ganteng banget? om kamu ya?" tanya Yani penasaran.
Yani berfikir tidak mungkin kalau pria tampan itu adalah pacar atau teman nya Rasti karena terlihat lebih dewasa daripada Rasti.
"Oh, itu guru saya Bu Yani. Ini tadi dia kasih kartu pelajar ini ke saya!" jawab Rasti dan apa yang dia katakan itu jujur. Memang benar tadi itu Yoga memberikan kartu pelajar nya.
"Lho, emang ketinggalan dimana?" tanya Yani sedikit mengernyitkan dahi nya.
Rasti membulatkan matanya.
'Ah, iya juga. Gue jawab apa nih? gak mungkin kan gue jawab di mobi pak Yoga, terus entar Bu Yani bakal nanya lagi, kok bisa? nah lho panjang kan urusan! maaf ya Bu Yani, Rasti bohong dikit gak papa lah ya!' batin Rasti.
"Itu Bu, ketinggalan di sekolah. Eh pas Rasti turun dari angkot, kebetulan pak guru Rasti lihat Rasti, jadi dia kembaliin kartu itu sama Rasti!" ucap Rasti sambil cengar-cengir.
Bu Yani terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Rasti berfikir jawabannya masuk akal dan pasti Bu Yani percaya.
"Oh, gitu ya. Kirain kayak si Amir, kartu pelajar nya di pulangin sama gurunya karena habis di sita di rumah BK!" ucap Bu Yani begitu saja. menceritakan tentang pengalaman pribadinya tentang anaknya.
Rasti melebarkan matanya.
'Aduh makin lama disini, makin aneh-aneh ntar yang di tanya Bu Yani. Gue kan juga sering keluar masuk ruang BK!' batin Rasti.
"Oh gitu ya, Bu Yani! Rasti pamit pulang dulu ya!" ucap ku seramah mungkin.
"Oh iya iya, kamu pasti laper ya. Pulang jam segini! emang ada les tambahan ya?" tanya nya lagi.
Rasti hanya memutar bola matanya jengah, seperti nya memang tidak mudah lolos begitu saja ketika sudah mengobrol dengan Bu Yani.
"Iya Bu, les tambahan. Seminggu lagi kan ujian kenaikan kelas!" jawab Rasti.
Sekarang giliran Bu Yani yang membulatkan matanya mendengar jawaban Rasti.
"Apa!!! seminggu lagi. Ih si Amir nih bohongin ibunya lagi. Kata dia masih lama masih tujuh hari lagi. Dasar si Amir, ini ya! mau kena geplak kepalanya apa ya!!!" omel Bu Yani lalu masuk ke dalam rumahnya mencari putra bungsunya yang bernama Amir itu.
Rasti di buat terbengong-bengong karena apa yang di katakan oleh Bu Yani tadi. Rasti menggaruk kepalanya sambil bergumam pelan.
"Tadi dia bilang dibohongin sama Amir, ujian kenaikan kelas bukan seminggu lagi tapi tujuh hari lagi? Nah, yang jadi masalahnya itu tujuh hari sama seminggu apa bedanya ya?"
Rasti menggelengkan kepalanya sendiri, tetangganya ini memang aneh menurutnya, dia sampai terkikik geli melihat Bu Yani yang mengejar Amir dengan kemoceng bulu ayam di tangannya.
Rasti pun melangkahkan kakinya menuju ke rumahnya, membuka gerbang dan matanya terarah pada mobil ayahnya yang sudah terparkir di garasi.
"Tumben jam segini ayah udah pulang!" gumamnya sambil membuka pintu.
"Rasti, kamu sudah pulang?" tanya Rita, ibu tiri Rasti
"Hmm!" Rasti hanya berdehem sebagai jawabannya.
Rasti melihat ke arah koper yang di bawa oleh ayahnya.
"Ayah mau kemana?" tanya Rasti melihat ayah dan koper di tangan ayahnya bergantian.
"Nenek mu sakit, dia masuk rumah sakit tadi siang. Ayah dan ibu Rita akan menjenguknya!" jawab Rudi pada putrinya.
"Nenek Irma sakit?" tanya Rasti khawatir.
Nenek Irma itu adalah ibu dari Rudi, ayahnya Rasti.
Rudi menggeleng dengan cepat.
"Bukan nenek Irma, tapi Nenek Sari!" jawab Rudi.
Dan seketika ekspresi wajah Rasti berubah dari cemas menjadi tak perduli.
"Tirta ikut juga kan? bagus deh Rasti sendirian di rumah!" ujar Rasti sambil melangkah menuju anak tangga.
"Gak, dia akan menjaga mu di rumah!" sahut Rudi membuat Rasti menghentikan langkahnya.
"Kenapa gak, udah dia di ajak aja. Rasti dah gede ayah, gak perlu di jagain segala!" tolak Rasti.
"Gak ada tawar menawar, kamu harus nurut selama ayah dan ibu Rita keluar kota, uang jajan kamu ayah kasih ke Tirta, kalau kamu bikin masalah lagi. Ayah sudah bilang pada Tirta agar memotong uang jajan kamu..."
Belum selesai Rudi menasehati Rasti, tapi gadis itu sudah berlari menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar nya sambil membanting pintu.
Blam!
"Rasti!" teriak Rudi.
"Udah, mas! mungkin dia capek. Ayo kita berangkat!" seru Rita sambil merangkul lengan Rudi.
Author POV end
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
Berarti yg nikah dengan kakaknya pak yoga itu ternyata mantannya pak yoga,,seorang model dan mama nya Rasti juga seorang model..Waaahhh pasti kenal dong mama nya Rasti ama Lusiana matan nya pak yoga..Tega banget kakaknya pak yoga nikung adek sendiri...🤦🤦🤦
2022-07-27
1
Ani Megawati
like kak author, lanjut
2022-01-15
0
Ninis
Makin seru begini kak Noer, jadi jelas siapa yang lagi ngomong gitu, semangat ya kak Noer. Ninis selalu mendukung karya kak Noer 😘
2022-01-15
4