Panji POV
Aku menunggu di atas motor ku di dekat pintu gerbang. Rencananya aku ingin pulang bersama dengan Rasti. Kenapa tidak? dia adalah tetanggaku, rumah kami searah. Jadi dia pasti tidak akan menolak untuk pulang bersama kan?
Tadi pagi, aku melihatnya bertengkar di depan halte dengan kakak tirinya Tirta. Sebenarnya aku heran, apa yang membuat Rasti begitu tidak suka pada Tirta. Karena menurut ku yang juga tetangga mereka, Tirta dan ibunya itu adalah orang-orang yang sangat baik dan ramah. Bahkan aku tak pernah mendengar hal buruk seperti Tirta berkelahi atau semacamnya.
Ibu Rita juga sering ikut pengajian dan arisan bersama ibuku, menurut ibuku dia orangnya jujur dan sangat baik. Jadi sebenarnya apa yang sudah membuat Rasti tidak akur dengan kakak dan ibu tirinya itu.
"Sayang, udah lama ya?" tanya Kiki dari arah belakang dan langsung membonceng di jok belakang motor ku.
Aku turun dari motor dan menatap tidak suka ke arahnya.
"Sayang, sayang pala lu peyang! eh minggir lu! ngapain lu duduk di motor gue?" tanya ku ketus pada cewek yang kemarin sore baru putus dengan ku itu.
Dia turun perlahan dan memandang tak percaya ke arahku.
"Ih sayang, kamu kenapa kok ngomongnya kasar banget gitu sama aku?" tanya nya dengan nada memelas dan mata yang berkaca-kaca.
"Lu amnesia ya, kita udah putus tadi sore jam lima lebih lima belas menit waktu Indonesia bagian barat!" jelas ku padanya.
Dia malah makin sedih dan mulai menangis, aku melihat tangannya meremas ujung rok berwarna abu-abu yang dia pakai.
"Maaf sayang, aku tidak sengaja mengatakan itu. Aku beneran gak sengeja bilang pengen putus dari kamu! kita baru pacaran sebulan Panji, aku kemarin terbawa emosi.."
"Intinya kita udah putus, udah sono pulang!" sela ku padanya. Beneran ya rasanya gak banget gitu balikan sama cewek yang udah mutusin hubungannya duluan sama aku.
"Panji, aku minta maaf. Kasih aku kesempatan sekali lagi ya plisss, aku janji gak akan cemburuan lagi. Lagian cemburu itu kan tanda sayang!" ucapnya sambil terisak.
Siswa-siswi lain yang memang akan keluar gerbang melihat ke arah kami, dan jujur saja aku sangat tidak menyukai ini.
"Ya gak wajar lah, lu cemburu sama kakak ipar gue. Aneh lu!!" ucap ku ketus padanya.
Karena kerumunan semakin ramai, membuat ku merasa tak nyaman karena jadi bahan tontonan. Memang salah besar telah menjadikan Kiki pacar ke sembilan puluh sembilan ku. Lebih baik aku pergi saja dari sini.
Aku menyalakan mesin motor lalu dengan cepat tancap gas dari sana, dari tempat itu. Meninggalkan Kiki yang masih menangis sedih dan meninggalkan Rasti yang ku lihat baru keluar bersama dengan Nina, Dewi dan juga Yusita.
Panji POV end
Aku keluar dari kelas ku bersama dengan Nina, Dewi dan juga Yusita, lalu kami melihat ada kerumunan di arah pintu gerbang.
"Apaan tuh?" tanya Dewi padaku.
"Lu nanya gue? terus gue nanya siapa?" jawab ku dengan pertanyaan juga pada temanku ini.
Aneh sekali, kenapa terkadang pertanyaan seperti itu hadir. Bertanya sesuatu yang kemungkinan besar tidak diketahui jawabannya oleh orang yang bersangkutan.
"Pffttt.." aku melihat kearah Nina yang menahan tawanya.
"Lagian aneh lu Wi, kita baru keluar dari kelas sama-sama pula! lu nanya Rasti, ya mana dia tahu lah!" jelas Nina.
"Samperin yuk! tuh si Kiki lagi nangis noh, di tinggalin sama Panji kayaknya!" seru Dewi.
"Wah jangan-jangan dia di putusin, udah gue bilangin si Panjul tuh playboy, ngapain juga masih mau aja si Kiki jadi pacarnya!" seru ku menimpali ucapan Dewi.
"Ih, ngapain sih. Urusan orang! gue mau pulang aja!" balas Yusita yang seperti nya tak tertarik dengan masalah yang sedang kami bahas.
Yusita memutuskan untuk pulang, dan kami bertiga menghampiri Kiki yang terlihat sangat sedih sambil berdiri mematung di tempatnya.
"Lu mau sampai kapan berdiri di sini?" tanya Dewi langsung pada Kiki yang masih sesekali mengusap air matanya dengan tissue yang dia ambil dari dalam tas nya.
"Ngapain kalian kesini? mau ngetawain gue?" jawabnya ketus.
"Idih, kita ini justru perduli sama lu, lihat tuh anak-anak yang lain pada ngelihatin lu dari tadi. Lu gak malu apa?" tanya Dewi yang sepertinya bukan menunjukkan keperdulian nya tapi lebih ke menyindir.
Aku menyenggol bahu Dewi.
"Apa?" pekik nya tak terima.
"Gue ngomong bener kan? lihat tuh anak-anak pada ngelihatin sambil ngomongin dia. Kalau gue jadi dia nah malu parah!" ucap nya lagi.
Aku sampai harus menepuk dahi ku sendiri. Aku bingung apa ini yang disebut dengan keperdulian. Kurasa bukan.
"Kiki, udahlah pulang aja ya. Besok lu ngomong baik-baik lagi sama Panji. Tapi gue kan udah pernah kasih tahu lu ya, dia itu playboy jadi jangan ngarep sama dia!" jelas ku. Kurasa aku juga sudah mengatakan hal yang sama seperti Dewi tanpa kusadari.
Kiki menatap tak suka ke arahku.
"Bilang aja kalian semua iri, karena gue bisa jadian sama Panji!" ketus nya.
"What! eh lu kasih gratis gue juga gak mau!" pekik Dewi
Kurasa memang tidak ada gunanya kami disini.
"Eh, udahlah. Balik aja yuk. Kayaknya bener kata Yusita tadi deh. Bagus kita pulang aja. Udah laper nih gue!" ajak Nina.
Aku segera mengikuti langkah Nina meninggalkan Kiki yang mulai beranjak dari tempatnya berdiri.
Aku juga heran, sebenarnya cewek yang gimana sih yang dicari sama Panji. Karena aku tetangga ya, aku tahu dia itu anak yang baik. Dia suka bantu warga yang kesusahan atau yang sedang kesulitan. Kalau ada kakek yang motornya ban nya kempes. Dia gak ragu lho buat dorong motor itu sampai ke tukang tambal ban.
Atau kalau lihat anak-anak yang nangis, dia juga gak ragu beliin mereka jajan supaya mereka diam. Ku rasa dia memang baik, meski pun memang catatan asmara nya buruk. Dia pacaran selalu gak lebih dari tiga bulan, buat apa coba dia ngelakuin hal itu.
Tapi dia juga pernah menyatakan perasaan nya beberapa kali padaku, bagaimana aku bisa percaya kalau catatan mantan pacarnya sekarang sudah sembilan puluh sembilan orang.
Aku menggidikkan bahunya mengingat dia mengatakan itu padaku. Sebenarnya cewek yang seperti apa yang dia cari. Sampai harus memacari cewek sebanyak itu.
Tanpa terasa aku sudah sampai di halte bus, Nina dan Dewi naik ke sebuah angkutan umum. Dan sialnya, aku baru ingat kalau aku harus ke rumah pak Yoga.
"Rasti ayo, kenapa gak naik?" tanya Dewi.
"Duluan aja, gue ada yang ketinggalan!" ucap ku beralasan.
"Ya udah, hati-hati ya!" seru Dewi dan Nina yang aku balas dengan anggukan.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Suzieqaisara Nazarudin
Sepertinya Panji itu masih menunggu Rasti,cuman Rasti nya aja yg gak peka...makanya jangan jadi playboy deh loe panji,Rasti gak percaya ama loe..
2022-07-27
1
Neyna 🎭🖌️
semangat noer 💪💕💕
2022-02-21
0
Bunga
padahal dia mau ketemu pak Yoga tuj
2022-02-08
0