Aku masuk ke dalam kamar ku, yang benar saja. Baru saja aku bersemangat untuk belajar. Lagi-lagi harus di buat kesal saat pulang ke rumah. Aku kesal sekali, bagaimana ayah bisa pergi dan meninggalkan aku bersama dengan kakak tiri yang setiap saat mengajak ku ribut dan bertengkar.
Aku membanting ransel ku di atas kasur. Aku melepas sepatuku dan juga kaos kakiku. Aku kesal sekali, aku masuk ke kamar mandi. Aku mandi dan mencoba untuk merilekskan pikiran ku, otakku yang sedang panas karena Ibu dan anak itu sudah benar-benar menguasai rumah ini dan ayah ku. Menyebalkan!
Aku keluar setelah berganti pakaian, ku keringkan rambut ku dengan hairdryer, aku menyisir rambut dan mencoba untuk berfikir dengan tenang.
"Baiklah, tidak lama juga ayah perginya. Gue akan coba menghemat uang jajan gue supaya gak harus bicara dan meminta uang pada Gerandong nyebelin itu. Yah, begitu saja!" gumam ku sambil menatap pantulan wajah ku di cermin.
Setelah itu, aku berjalan ke arah meja belajar ku tapi sebelumnya aku lebih dulu meraih tas sekolah yang tadinya ku lempar begitu saja di atas tempat tidur. Aku mengambil buku catatan dari dalam tas ransel ku.
"Gue harus dapet delapan, gue harus belajar. Lumayan kan dapet traktiran burger sama kentang goreng, sukur-sukur sering-sering pak Yoga kasih tantangan begitu!" gumam ku sambil membaca buku catatan yang tadi di ajarkan oleh pak Yoga.
Selintas aku juga teringat wajah pak Yoga yang tersenyum dan mengatakan kalimat-kalimat yang enak di dengar dan terngiang di telingaku. Aku sampai senyum-senyum sendiri mengingat nya.
Tiba-tiba saja ponsel ku berdering, aku meraihnya dan melihat ke arah layar, ternyata si Panjul yang memanggil, maksud ku si Panji.
"Oi.." ucap ku cuek
"Oi, Oi, lu pikir lagi ngomong sama tukang parkir?" tanya Panji ketus padaku. Seperti nya dia tersinggung aku menyapanya begitu.
Tapi aku tidak perduli, karena mendengar nada bicara nya yang kesal seperti itu justru membuatku terkekeh geli.
"Eh, pasti ngetawain gue nih?" tanya nya lagi dan kali ini dia memang benar, aku memang sedang menertawakan nya.
"Apaan sih Panjul, ngapain lu malem-malem nelpon gue, mau ngajakin gue makan bakso ya?" tanya aku asal.
"Kok lu tahu, buruan turun ke bawah. Nih mang Udin dan standby depan rumah lu, gue juga dah disini. Buruan turun ya!" seru Panji dan memutuskan panggilan telepon nya.
Aku langsung bangkit dari duduk ku. Meletakkan ponsel di atas meja belajar dan berlari keluar dari dalam kamar.
"Non, pelan-pelan nanti jatuh!" seru bibi, tapi aku tak menghiraukan nya dan berlari keluar.
Brukk!
"Aduh!" pekik ku karena terjatuh setelah menubruk seseorang yang baru saja membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
"Jalan pake mata, dasar cewek tengil!!" bentak nya padaku.
Aku langsung bangun dan mendorongnya dengan kasar.
"Dasar gerandong nyasar, dimana-mana jalan pake kaki. Dudul!!" bentak ku tak mau kalah dari suara bernada tinggi yang baru saja di tujukan padaku.
"Mau kemana lu, bokap lu nyuruh gue ngawasin lu. Dan lu gak boleh keluar malem!!" ucap nya lagi sambil merentangkan satu tangannya menghadang jalan ku.
"Minggir, gue cuma mau makan bakso di luar pagar, tuh!" tangan ku menunjuk ke arah gerobak mang Udin yang sedang berhenti di depan rumah.
Tirta memandang ku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Ngapain lu lihatin gue kayak gitu??" tanya ku sambil melotot padanya.
"Ganti dulu pakai celana yang lebih panjang!" seru nya membuatku langsung melihat ke celana pendek se paha yang aku pakai.
"Ganti yang selutut celananya, baru lu boleh keluar!" seru nya lagi.
"Cuma mau makan bakso depan rumah doang...!"
"Ganti, atau lu gak usah keluar!!" tegasnya dengan tatapan yang tajam. Jujur saja aku merinding menatap matanya itu. Dia seperti ayah ketika sedang marah dan memerintah seperti itu.
Aku menghentakkan kaki ku kesal, sambil berdecak aku lari lagi menaiki anak tangga menuju ke kamar ku. Aku berganti celana, dan keluar lagi. Ternyata Tirta masih berdiri di bawah sana, di dekat pintu.
'Ck... dia ini kenapa sih, sok perduli. Biasanya juga cuek, mau gue jungkir balik dia juga gak perduli kan?' tanya ku dalam hati.
Tirta kembali melihat ku dengan seksama.
"Ya udah sana, tapi jangan malem-malem masuk ke dalam rumah nya!" seru nya lagi lalu berlalu begitu saja.
Aku memicingkan mata ku melihat kepergian nya, menatap punggung nya yang membawa ransel di salah satu pundaknya.
"Hih, dasar cerewet!" gerutu ku sambil berjalan keluar.
Aku membuka gerbang, dan melihat Panji sedang duduk di bangku plastik yang memang di siapkan mang Udin untuk para pelanggan nya.
"Woi Rasti, sini!" panggil Panji sambil menepuk bangku plastik yang ada di sebelah nya.
Aku menghampiri nya dan segera duduk di tempat yang sepertinya sudah dia siapkan untu ku.
"Mang, orang nya udah dateng nih, buruan tuang kuahnya mang!" seru Panji pada mang Udin.
"Lama banget sih, gue kira pas lu turun tangga lu jatoh terus pingsan!" kelakar Panji.
"Dudul lu, jahat banget. Lu jangan ngomong gitu, inget perkataan itu doa, ntar kalau gue jatuh beneran, gimana? lu gak kasihan sama gue, cewek imut dan baik hati ini?" tanya ku dengan ekspresi yang sengaja aku buat-buat.
Panji malah mengusal rambut ku.
"Ih, jangan di acak-acak!" protes ku menepis tangan Panji.
"Iya maaf, lain kali gue gak bakal ngomong kalo lu jatuh dari tangga, tapi jatuh hati sama gue!" kelakar Panji lagi.
Aku langsung menjauhkan tubuhku, mencondongkan nya kebelakang.
"Iyuh, jatuh hati sama lu. Ogah!" jawab ku singkat, padat, dan jelas. Kurasa.
"Ini non, den!" seru mang Udin memberikan sebuah mangkuk dengan delapan bakso kecil dan hanya dengan sayuran padaku.
"Makasih mang!" seru ku.
"Makasih nya itu harus nya sama gue, kan gue yang traktir lu!" sela Panji membuat ku menoleh ke arahnya. Dia juga tahu aku tidak suka pakai mie di dalam bakso ku. Dan dia juga tahu aku tidak suka pakai kecap.
"Iya, makasih ya. Lu emang temen gue paling the best lah!" ucap ku memuji Panji dan berterima kasih kepada nya.
"Cuma temen doang, gak mau kita jadi lebih dari temen gitu?" tanya nya lagi padaku. Dan aku tahu ini kode lagi untukku.
Sebenarnya bukan kali ini saja, dia berusaha menyampaikan perasaan nya. Tapi catatan pacarnya itu lho! bikin aku merinding.
"Maksud lu?" tanya ku pura-pura tidak paham.
"Ya elah Ras, gue jomblo, lu jomblo.."
"Oh, lu mau gue jodohin lu sama Nina!" celetuk ku begitu saja dan...
Brupptt!!
Panji menyemburkan kuah bakso dan juga pentol baksonya ke arah depan.
"Kenapa lu? kepanasan?" tanya ku lagi.
"Asem lu Ras, yang bener aja. Di kasih gratis juga ogah gue, temen lu tukang makan itu!" omelnya padaku membuat ku juga mang Udin terkekeh di buatnya.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Huan Sebastian
main kode
2022-01-16
0
Angel Angelica
Pake kode kodean segala Panji, keburu di samber orang
2022-01-16
0