"Woi Amir, gak usah pulang lu! dasar anak nakal!" teriak seorang ibu yang membawa sendal jepit di tangannya dan mengejar anak laki-laki nya yang menaiki motor meninggalkan nya.
Aku sering melihat ibu Yani berteriak seperti itu, pasti anaknya si Amir anaknya yang masih SMP itu lagi-lagi mencuri kunci motor lagi dan mengendarai motor ayahnya tanpa ijin.
Anak itu memang sering sekali membuat keributan, paling sering malah di antara tetanggaku yang lain. Tapi ibu Yani ini sebenarnya adalah tetanggaku yang paling ramah. Dia selalu menegur ku saat lewat depan rumah nya.
"Selamat sore Bu Yani!" sapa ku pada wanita paruh baya yang masih memegang sendal di tangannya dan dia malah tidak memakai alas kaki di kakinya.
Bu Yani tersenyum, dan menganggukkan kepalanya sekali padaku.
"Eh, neng Rasti baru pulang?" tanya nya menjawab sapaan ku.
Aku juga mengangguk sekali padanya sambil tersenyum.
"Iya Bu, permisi!" sambil menjawab aku permisi padanya, numpang lewat.
Kompleks perumahan tempat ku tinggal ini cukup ramai, tiap malam juga ada petugas hansip yang ronda malam, jadi kompleks perumahan ku ini cukup aman dan damai. Tapi semua itu berbanding terbalik dengan rumah yang saat ini sudah ada di depan mataku.
Aku berdecak kesal, aku jadi ingin cepat lulus lalu kuliah dan meninggalkan rumah ini. Entah darimana ayah ku bertemu dengan ibu tiri ku yang hampir selama dua belas jam sehari selalu menghidupkan musik dan bernyanyi tidak jelas.
"Haduh, sampai di kafe dangdut lagi nih gue! heh... heran deh udah sore begini juga, Ck..!" aku berdecak kesal, meskipun suaranya musiknya tidak terlalu kencang. Aku juga bosan kalau setiap hari rumah ku seperti di acara orang hajatan.
Aku membuka pintu pagar, dan Rita Sugianto itu sedang ada di teras menyirami tanaman sambil menyanyi tidak jelas.
Tidak ada mobil ayah, di garasi. Artinya ayah belum pulang. Tentu saja! kalau ayah sudah pulang rumah ini akan menjadi terowongan Casablanca dadakan, sunyi dan senyap.
Aku menggelengkan kepala berkali-kali, gaya nya itu lho seperti anak muda saja. Pakai daster dan joget-joget sambil menyiram tanaman, berharap ada Bang Kriwil pencari bakat itu lewat apa? itu tidak mungkin kan?
"Rasti kamu sudah pulang?" tanya Rita Sugianto itu.
"Hem!"
Aku hanya berdehem mengacuhkan nya lalu masuk ke dalam rumah. Aku menaiki anak tangga dan menuju ke lantai dua tempat kamar ku berada. Rasanya lelah sekali, kakiku seperti menempel pada anak tangga, susah sekali di angkat.
"Nih, pasti gara-gara gue lari tapi deh, pegel bener nih kaki!" gumam ku sambil sesekali mengangkat pahaku sendiri dengan kedua tangan supaya cepat sampai di lantai dua.
Sedangkan aku masih susah payah mengangkat kaki ku, tiba-tiba saja...
Dugh!
"Aduh" pekik ku saat ada yang menabrak ku dari belakang hingga aku terduduk di anak tangga. Untung saja aku pegangan kuat pada pegangan tangga, jika tidak aku akan jatuh.
"Minggir! lagian naik tangga aja lama banget!" ucap cowok nyebelin itu yang sudah nabrak, terus bikin aku jatuh dan malah lewat gitu aja ninggalin aku berasa gak ada dosa.
"Hih, dasar preman pasar!" bentak ku padanya.
"Sembarangan, ganteng-ganteng gini di bilang preman pasar, dasar lu cewek tomboi gak laku! Jones lu jomblo ngenes!" balasnya sebelum membanting pintu kamarnya.
"Ekh... awas aja lu!" geram ku sambil mengepalkan tangan.
Aku kembali menghela nafas, aku berdiri dan kembali menaiki anak tangga. Padahal tuh anak tangga tinggal tiga lagi, tapi rasanya kenapa kayak tiga puluh lagi ya.
Susah payah akhirnya aku sampai di kamar ku. Aku sengaja mengunci kamar ku saat di dalamnya ataupun saat aku keluar. Ini adalah dunia ku, tempat dimana aku merasa aman dan tenang, tempat dimana aku meletakkan banyak sekali foto ibuku. Aku bahkan tidak mengijinkan ayahku masuk karena jika itu terjadi ayah akan membakar semua foto ibuku seperti yang dia lakukan beberapa tahun lalu. Saat si Rita Sugianto itu masuk ke dalam rumah ini.
Aku merebahkan diriku di ranjang ku yang empuk, menatap ke langit-langit kamar. Aku sengaja memesan wallpaper dengan gambar ibu ku diatas sana. Dia sedang tersenyum, sangat cantik. Aku selalu bisa tidur nyenyak setelah melihat senyuman nya itu.
Rita POV.
Aku sedang menyiram tanaman ketika melihat anak tiri ku tapi yang sudah ku anggap anak kandung ku sendiri itu menyapa Bu Yani, tetangga sebelah rumah kami.
Terkadang aku merasa sangat heran, aku tidak pernah bersikap kasar pada anak itu, aku selalu berusaha dekat dengannya. Tapi sepertinya usaha apapun yang aku lakukan tidak bisa membuatnya menerima ku.
Dia seperti nya menganggap ku penyebab ayahnya berpisah dari ibunya. Padahal bukan seperti itu kebenaran yang sesungguhnya.
Tapi tidak apa-apa, dia menganggap ku musuhnya. Aku akan tetap menyayanginya seperti aku menyayangi anak kandung ku Tirta.
Rita POV end.
Keesokan harinya, aku terbangun karena bunyi alarm yang ku setel jam 5 pagi. Aku masih memakai seragam ku yang kemarin.
"Hah, gue belum mandi dong dari kemaren!" pekik ku sambil menepuk jidat ku sendiri.
Kasihan sekali perut ku juga belum dikasih makan malam.
"Sarapan dobel nih!" gumam ku lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, aku keluar dengan seragam baru dan dengan badan dan rambut yang sudah wangi. Aku mencari hairdryer dan mengeringkan rambut ku. Aku bercermin...
"Ternyata biar tomboi gue cantik juga!" gumam ku memuji diri sendiri sambil cengar-cengir.
Aku meraih tas ransel ku, mengeluarkan buku kemarin dan melihat jadwal pelajaran yang ada pada secarik kertas berwarna pink, dengan tulisan spidol putih yang ku tempelkan di dinding. Setelah memasukkan semua buku aku memakai tas ransel ku dan keluar dari kamar ku, tak lupa mengunci pintunya.
Aku menuruni anak tangga, semua sudah ada di meja makan.
"Semalam kamu gak makan malam Rasti?" tanya ayah ku.
"Ketiduran yah!" jawab ku singkat dan langsung duduk di kursi ku.
Aku tidak memperdulikan tatapan tajam si preman pasar yang kelihatan nya kesal karena aku tidak menjawab sapaan dari ibunya. Setelah selesai sarapan, aku langsung keluar tanpa pamit pada siapapun di ruang makan.
"Rasti!" teriak Rudi.
"Sudah mas, masih pagi jangan mempermasalahkan hal semacam ini!" ucap Rita.
Aku berlalu tak mau mendengarkan kemesraan dua sejoli yang tidak ingat umur itu. Aku berjalan kaki keluar kompleks, Aku menaiki angkutan umum yang lewat. Beberapa menit kemudian aku sampai di depan gerbang sekolah SMA Jaya Negara.
Aku masuk dan berjalan santai, masih pagi dan masih sepi soalnya. Aku melihat seseorang yang sepertinya nya tak asing sedang keluar dari mobilnya dan masuk ke ruang guru yang letaknya tak jauh dari kelasku.
"Siapa ya?" gumam ku sambil mengingat siapa orang itu.
Aku membulatkan mataku ketika ingat siapa pria itu, dia itu pria yang menahan kartu pelajar ku. Aku menarik tangan Jessica, Ketua OSIS di SMA ini, dia pasti tahu siapa pria itu dan kenapa dia masuk ke ruang guru.
"Jes!"
"Apaan!" keluh Jessica.
"Tuh Om Om yang barusan masuk ruang guru siapa? kenal gak lu?" tanya ku.
"Sembarangan lu manggil Om-om, ketinggalan berita banget lu, dia kan kemaren dah ngajar di kelas gua, dia itu guru PPKN baru di sekolah ini!"
"Hah guru! disini?" tanya ku tak percaya.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Mega Ackerman
Mampir
2022-03-13
0
Neyna 🎭🖌️
semangat buat author kece 💪💕💕
2022-02-17
2
Diana Rosa
next thor
2021-12-26
5