Dewi terlihat begitu emosi, dia maju dan mendekati salah satu siswa laki-laki yang berada paling depan. Yang ku tahu namanya Andi.
Grep!
Tak tanggung-tanggung, Dewi mencengkeram kerah baju seragam putih yang di pakai oleh Andi. Sambil melotot dan mengepalkan tinjunya persis di depan wajah Andi, Dewi kembali berteriak kencang.
"Apa lu bilang? coba bilang sekali lagi!!!" bentak Dewi hingga sebagian besar penghuni kantin pun menoleh ke arah kami.
Saat itu aku lihat cowok yang tadinya menatap ketus pada Dewi itu malah terlihat ketakutan. Dan dua orang teman yang berada di belakangnya malahan mundur, bukannya membantunya atau melerai.
Yusita bangun dan mendekati Dewi. Dia mengusap lengan Dewi dengan perlahan.
"Udah Wi, lepasin aja. Kasus lagi entar!"
Peringatan Yusita pada Dewi, kami ini memang sudah jadi langganan keluar masuk ruang BK, ya karena ada saja masalah yang melibatkan kami berempat. Dan sumber masalah kebanyakan datang karena body shaming pada Nina, atau hal seperti ini. Kelewat tomboi nya Dewi bikin cowok-cowok di sekolah ini kesulitan ngedeketin Yusita.
Sementara Yusita masih sibuk meminta Dewi menghentikan aksi sok jagoannya, aku dan Nina hanya sibuk makan gorengan yang memang sudah tersedia di atas meja.
"Gak ikut bantuin Dewi, Ras?" tanya Nina padaku.
"Lu sendiri kenapa malah sibuk makan, gak bantuin dia?" balasku padanya.
"Ya elah Ras, ini kan di sekolah kagak bakal babak belur juga bentar lagi pasti ada guru yang lewat!" jawab Nina yang masih sibuk mengunyah pisang goreng keju kesukaan nya.
"Kenapa diam? dasar cowok mulut le'me's lu!!!" seru Dewi dan melepaskan kerah baju Andi yang sama sekali tidak memberikan perlawanan atau bicara sepatah katapun setelah Dewi menarik kerah bajunya tadi.
Tanpa bicara dan tanpa berbalik lagi mereka bertiga, Andi dan kedua temannya langsung berlari menjauhi Dewi bahkan meninggalkan kantin.
Dewi lalu melihat ke arah siswa-siswi lain yang melihat ke arahnya. Dan tanpa ragu...
"Apa lihat-lihat???" bentak Dewi pada mereka membuat mereka semua bergidik lalu kembali ke aktivitas mereka semula.
Dewi lalu kembali ke meja kami. Ini lah penyebabnya kami berempat masih jomblo sampai sekarang di tahun kedua hampir berakhir di SMA ini. Bagaimana tidak, setiap ada yang berusaha mendekati aku atau Yusita, Dewi dan juga Nina pasti ketus pada mereka. Sebenar bukan masalah yang besar juga. Tidak punya pacar saja nilai ku jeblok, apalagi punya pacar? beruntung kalau pacar ku itu pintar seperti wakil ketua OSIS yang ganteng dan alim bernama Yudha itu, tapi dia tidak mungkin suka padaku. Dia itu kelewat alim, mana mau dia menatap lawan jenisnya lebih dari lima detik, terus kalau ada yang menyatakan suka sama dia, dia langsung auto jaga jarak dan gak akan mau melihat yang menyatakan perasaan nya itu lagi.
Bukannya sombong, tapi katanya menghindarkan yang menyukai dia itu dari dosa yang lebih besar lagi. Aku sih nyerah duluan deh!
"Udah sih Wi, kalau kayak gini terus ya! ntar si Yusita yang cantiknya kayak Baby Sabina ini kan jadi sayang banget, ikut-ikutan kita jomblo sampai lulus dari sini. Gak punya kisah romantis, kasihan banget tahu!" aku berseru pada Dewi setelah dia menempelkan bokongnya di kursi yang ada disebelah ku.
"Eh, mau punya pacar juga lihat-lihat kali Ras, masa lu mau Yusita pacaran sama cowok pengecut macam mereka itu?" ujar nya beralasan.
Yang sedang kami perdebatkan malah cengar-cengir sendiri tidak jelas.
"Kalian tuh lucu tahu gak? siapa juga yang mau pacaran? ini sekolah tempat belajar. Lagipula ada kalian bertiga, hidup ku kurang apa lagi coba? kisah cinta gak begitu penting! nanti juga kalau sudah lulus, sudah kerja jodoh datang sendiri kan!" jelas Yusita panjang lebar mengutarakan pendapat dan isi pikiran nya.
Jujur saja setiap mendengarkan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Yusita itu selalu bisa membuatku merasa tenang dan damai. Astaga, bahasa ku!
Tapi memang benar, dia ini memang paling realistis di antara kami. Tidak banyak bicara tapi sekali bicara menenangkan dan alasan nya selalu tepat.
Bel masuk berbunyi, kini kami berempat kembali ke tempat duduk kami masing-masing. Jam pelajaran berikutnya adalah PPKN, dan aku sudah tahu siapa guru yang akan masuk ke dalam kelas kami. Itu adalah Om Om yang kemarin. Aku sengaja meminjam kaca mata Yusita dan mengurai rambutku sedikit berantakan. Aku harap, pria kemarin itu tidak mengenali aku
"Kenapa mata lu?" tanya Dewi yang duduk di sampingku.
"Kelilipan tadi!" jawab ku asal.
"Kok gak merah?" tanya nya lagi.
"Ijo gak?" tanya ku iseng
Plak!
Dewi malah memukul lenganku cukup keras
"Aduh!" pekik ku lalu mengusap lenganku yang lumayan terasa panas akibat pukulan Dewi tadi.
"Dudul lu, mata duitan dong kalo ijo!" balasnya sambil terkekeh.
Tak lama kemudian ketua kelas kami, Marco menyeru agar kami bersiap dan memberi salam.
"Attension Please! Great to the teacher!" seru Marco.
"Selamat siang pak!" seru kami semua.
"Selamat siang, terimakasih!" suara pria itu benar-benar sama, berat dan seraknya sama.
Aku sengaja bersembunyi di belakang badan gempal Nina agar tidak terlihat oleh pria itu.
"Perkenalkan nama saya Yoga Adrian, kalian bisa panggil saya Pak Yoga, saya adalah guru PPKN kalian yang baru!" seru nya memperkenalkan diri.
"Kita akan langsung mulai pelajarannya, dan saya minta untuk kalian memperkenalkan diri kalian satu persatu pada saya. Dimulai dari kamu!" Pak Yoga menunjuk Kirani yang duduk di depan paling pojok sebelah kanan.
Kirani berdiri dan menyerukan namanya.
"Selamat siang pak nama saya Kirani Maharani"
Dan selanjutnya teman di sebelahnya juga berdiri dan memperkenalkan namanya.
"Selamat siang pak nama saya Vivian Rosela..."
Dan begitu seterusnya.
'Aduh, kalau gini sih bakalan ketahuan juga!' batin ku.
Sampailah pada Dewi yang ada disebelah ku.
"Selamat siang pak, nama saya Dewi Ambarwati!" ucapnya lalu duduk.
Aku mulai gelisah, kenapa juga aku gelisah bukannya hanya menyebutkan nama saja lalu duduk. Tapi kenapa seperti DPO yang hampir ketahuan ya?
"Sst, bangun Rasti!" bisik Dewi sambil menyenggol bahuku.
Aku berdiri dan menundukkan kepala ku.
"Selamat siang pak, nama saya Rasti Azzura!" ucap ku dan langsung duduk.
Aku tidak tahu pria itu mengenaliku atau tidak atau bagaimana ekspresi nya saat ini karena aku memang tidak melihatnya dan sungguh tidak ingin melihat ke arahnya.
Sampai semua teman sekelas ku yang berjumlah dua puluh sembilan orang ini memperkenalkan diri, baru aku mendengar suara pria itu lagi.
"Terimakasih, sekarang kita mulai pelajaran!" serunya mantap.
Aku menghela nafas ku lega. Ternyata memang tidak masalah bukan, kenapa aku jadi gugup dan gelisah sendiri.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
DN96 (Aries)
sampai sini dulu thor
"little princess and childish mafia"
2022-01-19
1
Rio_Nya
kepedean Rasti, Yoga lupa kali
2022-01-11
4
Rio_Nya
galak banget
2022-01-11
0