“Baiklah, kita pulang ke rumah!” Dihyan segera
bangkit dari duduknya, tak ada yang lebih penting dari Nindy saat ini.
Hanya Nindy.
Sampai di kediamannya ternyata keluarga mereka terlihat lengkap. Ada mama, papa dan adiknya, mereka hanya ingin menemani Nindy dihari pernikahan Dihyan dan Rima.
“Wah, rame yah!” Dihyan saat menghampiri mereka semua telah berkumpul di ruangan
keluarga.
“Kenapa kalian ke sini? Bukannya malam ini kalian nginap di rumah Rima?” Mama yang melihat mereka sambil menyeret koper masing-masing.
“Kita nginap di sini saja mah!” Dihyan sambil duduk di samping Nindy, “Kenapa tidak istirahat sayang? Belum ngantuk?” Sambil merapikan rambut istrinya yang terurai di wajahnya.
Ah ya, istri pertama, karena sekarang Dihyan memiliki dua istri.
Nindy dan Rima.
Lalu bagaimana perasaan istri kedua melihat pemandangan itu?
Tak terjadi apa-apapun dengan perasaannya. Masih tenang dan tanpa ada cemburu sedikitpun. Rima masih menganggap dirinya sebagai dokter pendamping bukan sebagai istri.
“Kita tidur yah!” Ajak Dihyan pada Nindy.
Dihyan dan Nindypun berlalu ke kamar mereka.
Begitupun dengan Rima yang juga beranjak, setelah berpamitan pada kedua mertuanya.
Hari ini terasa lebih melelahkan dan,....
Menyakitkan.
Bayangan Reno ternyata belum terhapus secara penuh dari otak dan hatinya.
Tak ingin berlarut-larut Rima memutuskan untuk tidur.
Tok.
Tok.
Tok.
Setelah pintu dibuka nampaklah Dihyan ,”Boleh aku masuk?”
Rima hanya mengangguk, mempersilahkan suaminya masuk, “Ada apa?”
“Nindy menyuruhku untuk tidur disini?” Kalimat Dihyan yang sederhana namun sangat sulit untuk ia cerna.
Tidur di sini? Tidur bersama? Dihyan dan Rima?
Oh tidak! Tidak!
“Aku takkan menyentuhmu!”
Kalimat yang dulu pernah ia dengar sebelum mereka sepakat untuk menikah. Tapi sekamar bahkan seranjang, ini bukan usul yang baik.
Bisa saja Dihyan khilaf hingga menyentuhnya.
Rima melirik sofa yang ada di sudut kamarnya, dan pandangan itupun terlihat oleh Dihyan hingga kembali bersuara, “biar aku yang tidur di sofa.”
Rima mengangguk setuju.
setidaknya malam sedikit merasa aman. Toh Dihyan juga pasti merasa lelah, pasti lekas tertidur.
tapi itu salah.
Dihyan justru tak bisa tidur, terlalu banya hal yang sedang menari di otaknya.
Setelah tengah malam, Dihyan keluar dari kamar itu. Ia memilih tidur di kamar tamu,
mungkin itu lebih aman bagi mereka berdua. Toh Nindy juga tak mungkin mengecek
keberadaan suaminya itu.
Keesokan harinya, papa, mama dan Diandra telah kembali ke kediaman mereka.
Tinggallah mereka bertiga sebagai pemeran utama.
Dan lagi-lagi Nindy mengirim suaminya ke kamar Rima menimbulkan perdebatan kecil pada pasangn pengantin baru itu.
“Pak, kalau bapak di sini siapa yang akan menemani mbak Nindy?” Rima masih menggunakan kata bapak saat menyapa Dihyan, mungkin belum terbiasa, atau memang sengaja membangun tembok di antara mereka.
Ah iya, mungkin dia lupa jika Nindy sedang sakit.
“Lalubaku harus bilang apa sama Nindy? Kamu sajalah yang membujukanya!” Kini Dihyan telah duduk di tepi kasur membelakangi Rima yang tengah mengaplykasikan krim malam pada wajahnya.
“Baiklah, ayo kita bujuk mbak Nindy!"
“Mbak,” Perlahan Rima membuka kamar itu tanpa mengetuk pintu dengan Dihyan yang mengikuti dari belakang.
Tak ada jawaban.
Mendapati Nindy telah tidur sendiri di ranjang size king itu, menyisakan banyak ruang di sebelahnya.
“Bapak gak kasihan liat mbak Nindy tidur sendirian?” Tanya Rima berbisik pada Dihyan yang kini telah berada di sampingnya. “Mbak Nindy juga gak bakaaln tau kalau bapak tidur di sini sekarang!” Rima telah berani mendorong tubuh Dihyan untuk naik ke kasur.
Dan Dihyan hanya mengangguk, mulai duduk dan perlahan merebahkan tubuhnya di kasur, sangat pelan berusaha agar tak mengusik tubuh yang tengah terlelap.
“Kenapa tidur disini?” Suara lirih dari belakang saat Rima baru saja memutar handle pintu.
Nindy baru saja tertidur. Beruntung ia mampu memejamkan mata, meskipun sesuatu sedari tadi mengganjal hatinya.
Jangan pikir Nindy menyuruh suaminya menikah lagi hingga tak membuatnya cemburu!
Sangat! Sangat cemburu.
Membayangkan suaminya menghabiskan malam dengan wanita yang lebih cantik, lebih muda, dan lebih menggoda. Dan pastinya sangat enerjik, mana mungkin suaminya akan tahan.
Apa lagi Dihyan sudah lama berpuasa karena keadaannya yang sedang sakit. Hingga tak bisa melayani kebutuhan suaminya.
Saat inilah waktu yang tepat untuk berbuka puasa. Meskipun bukan bersama dirinya.
Dihyan dan Rima adalah pasangan halal, tak ada salahnyakan?
Yang salah adalah perasaannya.
Ikhlas?
Hahahaha.
Bullshit.
Entahlah, apa setelah ini ia mampu menerima sentuhan suaminya lagi, setelah Dihyan dan Rima tidur bersama.
“Sayang, Rima khawatir sama kamu jadi dia suruh aku temani kamu dulu!” Dihyan yang sudah terduduk di kasur.
Beruntung bagi Nindy karena Rima sama sekali tak menginginkan suaminya. Tapi jika Dihyan tak bersama Rima, lalu kapan ada malaikat kecil di rumah mereka.
“Kalian pengantin baru, wajar kalau menghabiskan waktu berdua dulu!” Nindy masih lirih dan kini telah berbalik memandang Rima dan Dihyan.
“Mbak, gini deh gini!” Entah sadar atau tidak Rima telah menarik lengan Dihyan agar menjauh dari Nindy, berganti dirinya kini yang telah duduk di dekat Nindy.
Sedangkan Dihyan kini tinggal mematung di samping ranjang melihat ke dua istrinya.
“Pengantin baru atau pengantin lama itu sama saja, yang jelas sekarang harus ada yang menemani mbak untuk tidur malam ini.”
“Sekarang mbak boleh milih minta ditemani sama Rima atau mas Dihyan?” Rima harus memaksakan dirinya menyebut Dihyan sebagai mas demi menutup ke kakuan di antara mereka dihadapan Nindy.
“Kalau mbak ditemani sama Rima mbak gak bisa ngapa-ngapain cuma tidur doang. Tapi kalau mbak ditemani sama mas Dihyan mbak bebas mau melakukan apa aja! Peluk boleh, cium boleh atau yang lebihpun gak masalah deh!”
“Kalau urusan Rima sama mas Dihyan mah gampang!” Rima sambil mengibaskan tangan kanannya. “ Kita bisa nyuri-nyuri waktu.” Bisiknya pada Nindy sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Gampang!” Ucapnya lagi. terdengar meyakinkan, padahal hatinya Tengah berlari kencang.
Apakah memang tak ada rasa canggung pada dirinya saat berada diantara Nindy dan
Dihyan, sementara dirinya kini berada di pihak ke tiga.
“Kamu genit!” Nindy seraya tersenyum menatap Rima.
“Jadi sekarang mbak mau tidur bareng siapa nih?” Rima kembali bertanya pada Nindy
,”aku lasak kalau tidur mbak. Kuasain kasur sendiri, maklum gak pernah bagi kasur sama orang, hihihihi.”
“Kalau kita tidur bareng, besok pagi tidak tau siapa yang duluan mendarat di lantai. Aku atau
mbak?” Ucapnya lagi sambil terkekeh.
Nindy mengusap pelan lengan Rima.
Di sini pandangan Dihyan sedikit terbuka, kenapa Nindy memilih Rima sebagai istrinya. Nindy merasa nyaman bersama Rima. Bahkan mereka terlihat seperti kakak beradik.
“Hoaaaam,” Rima menguap sambil merentangkan ke dua tangannya ke samping.
Benar-benar tak ada kata jaim meskipun di hadapan Dihyan.
“Baiklah, aku tidur sama mas Dihyan, kamu tidur di kamar kamu saja takut nanti aku yang di bawah!” Nindy masih tersenyum manis pada Rima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments