“Cuma ke sebelah kok!” Rima langsung terhenti saat Elina benar-benar menghalangi langkahnya.
“Mau kemana?” Romi ketika melihat Rima sedang menuju ke luar rumah.
“Cuma ke sebelah kak, mau bawa jajan,” Rima sambil melirikkan matanya pada gadis kecil di gendongannya saat ini.
“Aku ikut! Ayo!” Romi, hanya ingin menemani adiknya.
Melihat sosok pria yang akan menemani putrinya, Elina mulai menstabilkan diri dan ekspresinya.
"Awas jangan jauh-jauh!" Ucapnya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Rima.
Disambut dengan anggukan kepala yang antusias oleh gadis itu.
Beberapa meter dari rumah mereka terdapat minimarket. Sebenarnya dekat, hanya saja pertimbangan gadis kecil yang ia gendong menjadi alasan mereka menggunakan motor menuju ke sana.
Tak lama, kedua bersaudara itupun kembali ke rumah dengan kantong kresek kecil berisikan beberapa permen dan es krim.
Alexa kembali ke pangkuan ibunya dengan menenteng kantongannya.
“Rima kok di beliin ginian?” Elina melayangkan protes ketika melihat jajanan mereka.
"Bukan aku pah, itu-tuh cewek itu!" Elina memcoba membujuk suaminya yang sudah menampilkan wajah protes, sambil menunjuk Rima dengan tatapannya.
Tak ingin menanggung kesalahan RIma sendirian. lagi pula suaminya itu takkan mungkin memarahi Rima saat ini.
“Kamu yang ajarin anakku jajan kayak gini!” Suami mbak Elina telah memasang wajah garangnya.
“Abis permennya lucu mas,” Rima hanya cekikikan melihat sorot mata kedua orang tua Alexa yang seolah memojokkannya.
Pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Awas ditembak sama papahnya!" Sedikit ancaman Elina yang justru membuat Rima dan keluarganya tertawa.
“Sayang habis ini sikat gigi yang bersih yah!” Kali ini di tujukan untuk sang buah hati yang telah menikmati permen lolipop berwarna-warni sambil menatap Alexa.
“Jadi gimana keputusannnya?” Rima mengalihkan pembicaraan.
"Awas jangan lagi!" Ancaman pria berbadan tegap itu lagi-lagi ditanggapi dengan cengiran Rima.
“Tinggal minta persetujuan kakak kamu!” Ayah.
“Persetujuan apa?” Romi ikut duduk di samping Rima.
“Rima dapat pasien khusus, tapi harus tinggal di rumah pasiennya!” Ayah.
“Kerjaan di RS gimana?” Romi.
“Jamnya bisa di atur, mereka berdua jadi bisa tukaran. Kalau liburkan bisa pulang!” Elina menjelaskan sedikit pada Romi.
“Pasiennya perempuan atau laki?”
“Perempuan udah nikah kok!” Elina.
“Ya terserah orangnya, asal bisa atur waktu saja!” Romi.
“Aku sih yes! Lagian honornya lumayan kak,” Rima sambil melirik mantap pada kakaknya.
“Beh, bicara tentang dollar dia langsung hidup,” Romi membalas lirikan adiknya, kemudian menggeleng-gelengkan kecil kepalanya.
“Ya udah, kamu siap-siap. Lusa kita ke sana!” Elina.
“Aku boleh ikut antarkan?” Romi ingin memastikan tempat kerja adiknya, dibalas
anggukan dari Elina.
Hingga hari H, Romi mengantarkan adiknya hingga ke depan gerbang sebuah rumah mewah.
Lebih mewah daripada rumah mereka sebelum pindah. Romi hanya ingin mengetahui
letak tempat kerja adiknya.
Rima telah mengenal pasiennya itu, jadi tidak terlalu sulit untuknya beradaptasi lagi.
Pekerjaannyapun tidak terlalu sulit, hanya menjaga satu pasien, meskipun harus tetap siaga setiap waktunya.
Sesekali mengajak Nindy menghabiskan waktunya di taman belakang rumah atau membawanya jalan-jalan ke taman kompleks di dekat rumah.
Banyak menghabiskan waktu bersama membuat mereka akrab satu sama lain.
Hingga suatu sore Rima menemani Nindy menikmati sore di sebuah taman dengan
menggunakan kursi roda.
Sekali-kali terlihat mereka sedang tertawa ringan.
Senyuman manis dibalik wajah pucat menyamarkan kecantikannya. Tubuh yang semakin kurus dibalik kulit yang semakin terlihat mengeriput.
Hingga Elina menghampiri mereka dengan menggandeng tangan alexa.
“Hai, princes ku!” Rima sedikit berlari karena tak sabar untuk kembali menggendong gadis cilik nan gembul itu.
Mereka bertiga menghampiri Nindy yang sedang duduk di atas kursi rodanya.
“Mbak aku pinjam Alexa yah!” Rima lagi-lagi mendaratkan kecupan di pipi chuby Alexa.
“Ingat Rima no permen yah! Awas kamu kubilangin papanya!” Peringatan Elina ditambah pelototan matanya menatap Rima.
“Ok mama!” Rima sambil menonton tangan Alexa, melambaikan tangan Alexa ke arah Nindy dan Elina, setelah itu iapun berlalu dengan tetap menggendong Alexa.
Sementara sang gadis kecilpun terlihat berbinar saat berada dalam kuasa Rima.
Dalam hati kecilnya berkata jika sebentar lagi ia akan di suguhkan dengan berbagai macam camilan lezat memenuhi mulutnya.
Urusan papanya belakangan, hihihihi,....
“Rima deket yah sama anak mbak?” Nindy bertanya pada Elina.
“Iya, pasti dibawa jajan lagi tuh anak. Kalau ketemu main bawa kabur aja trus suka beliin sembarangan. Biasa papanya sampai marah, soalnya Alexa tuh tau yang namanya permen itu dari Rima loh,” Elina panjang lebar.
Nindy hanya tersenyum mendengarkannya.
“Gimana kabar mbak?” Elina.
“Seperti yang kamu lihat!” Tetap memberikan senyum terbaiknya.
“Terus Rima sama Nerissa gimana mbak?” Elina menanyakan kedua dokter pendamping Nindy.
Rima dan Nerissa secara bergantian menjaganya, seperti pertukaran shif. Tapi dilakukan per pekan.
“Baik, kami semua akrab. Tapi sepertinya aku lebih nyaman dengan Rima, mungkin karena bertemu lebih dulu bertemu Rima yah?” Nindy menatap dokter cantik di sampingnya.
“Sayang!”
Dua orang pria tampan dengan berbalut jas baru saja menghampiri mereka.
Dia adalah Dihyan, salah satu pemimpin dari sebuah anak perusahaan dari Tama Gruop.
Tampan dengan tubuh tegap semakin menambah kegagahannya. Dilengkapi dengan otak yang sangat encer, dan jangan lupakan rasa cintanya yang mendalam pada sang istri
membuat para wanita menjadi iri pada Nindy karena telah berhasil mendapatkan cintanya.
Diikuti Reno sang asisten pribadi yang tak kalah tampannya meskipun sedikit lebih muda
daripada Dihyan.
“Kamu sudah pulang?” Nindy bertanya pada suaminya.
“Hemm, aku liat kamu di sini jadi aku singgah buat temenin kamu. Tapi dokter kamu
mana?” Dihyan tak melihat Rima ataupun Nerissa. Meskipun ada Elina di sana, tapi dia bukanlah dokter yang mendampingi Nindy.
“Lagi sama anaknya,” Nindy sambil terkikik kecil.
“Hah, katanya belum ada yang nikah?” Sengaja mencari yang belum menikah agar fokus mereka tak terpecah.
“Itu dia!” Nindy ketika melihat Rima berjalan sambil menggendong Alexa dengan
membawa sekantong belanjaan.
Seketika itu mereka kompak melihat ke arah Rima.
Nindy menatap lekat pada sosok yang masih mendekap seorang gadis kecil di pinggang kanan, menahan tubuh kecil itu dengan tangan kanannya. Sementara tangan yang lain tengah menenteng kantong kresek berwarnah putih dengan logo salah satu mini market.
Terlihat sesekali Rima mencium pipi chuby gadis kecil itu. Mereka tersenyum lalu tertawa, sangat bahagia. Seperti ibu dan anak. Ia tersenyum, namun senyumnya terlihat sangat kecut.
Ada rasa yang sedikit berbeda dalam benak Nindy. Entah itu perasaan iri, meskipun ia sangat tahu bahwa gadis kecil itu bukan anak Rima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments