Apalagi namanya kalau bukan kagum, atau perasaan yang lebih berat yaitu jatuh cinta.
Dihyan semakin mendekati dan menghampiri istrinya. Ia mengulurkan tangan menuju ke arah sang istri, dan langsung menghujani Nindy dengan kecupan hangat di pucuk kepalanya.
Namun sesuatu yang tak disangka terjadi. Nindy menepis tangannya, dan mendorong tubuhnya agar menjauh darinya.
What? Why?
“Kita tidak berdua mas,” Kalimat itu mampu membuat kening Dihyan berkerut.
Tak seperti biasanya, mereka selalu berbagi kehangatan kapan dan dimanapun berada. Apalagi hanya kecupan di kening.
“Ayo masuk!” Dihyan mendorong kursi roda sang istri meninggalkan Rima dan Reno.
Meskipun sedikit heran dengan tingkah Nindy yang menolaknya, ia tak ingin terlalu ambil pusing.
“Mau pulang?” Reno bertanya pada Rima. Pria itu berani mengambil jarak lebih dekat dengan Rima.
Duduk di samping dengan perantara meja.
“Tidak, aku masih jaga,”Rima tak mampu untuk menatap mata Reno.
“Kalau mau pulang bilang aku saja, biar kuantar.” Posisi Reno membuat dirinya lebih leluasa daam memandang wajah Rima yang meski menunduk.
“Kapan rehatnya?” Reno.
“Minggu depan, pergantiannya di tiap akhir pekan,” Rima masih belum mampu menatapnya.
“Hem, baiklah, aku pulang dulu!” Renopun berbalik meninggalkannya seorang diri di taman belakang.
Barulah Rima berani mengangkat kepalanya setelah Reno berbalik.
“Kalau pria 3Tnya kayak gini aku juga mau, iiiihhhh.” Gumam Rima sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya dengan tubuhnya yang sedikit bergoyang kekiri dan ke kanan.
Ia lupa saat mendatangi rumah Reno, bahwa ia tak melihat rumah bertingkat yang mewah dengan fasilisat wah lainnya.
Hanya rumah satu lantai dengan pemandangan yang tidak terlalu mencolok. Tidak mewah dan tidak terlalu sederhana pula.
Rumah itu seolah menggambarkan bahwa Reno bukanlah orang tajir. Maka untuk mendapatkan perdikat 3T sebenarnya Reno belum bisa lulus.
Tapi, mungkinkah itu cinta seperti yang dikatakan Nindy? Bahwa seolah mata tertutup melihat hal-hal yang kurang dari orang yang kita cintai.
Tapi tunggu!
Tadi Rima baru saja membalas ucapan Reno kan?
Apakah mereka telah baikan?
Bukannya Rima telah mendiamkan Reno selama hampir seminggu setelah insiden rapatnya bibir mereka?
Sementara di sana.
Nindy masih terus mendiami suaminya yang tengah belajar tebak-tebakan tentang perubahan sikapnya.
Dihyan terus mendorong kursi roda istrinya memasuki kamar tidurnya.
“Tunggu sebentar, aku mandi dulu!” Iapun meninggalkan sang istri setelah sebelumnya menghidupkan tv untuk menemani istrinya.
“Sayang,” Dihyan setelah keluar dari kamar mandi dengan mengulurkan air putih pada Nindy.
“Terima kasih,” Nindypun meraih gelas itu.
“Ada apa?” Dihyan duduk di hadapan sang istri, tak lupa membelai pipinya.
Siapapun pasti akan merasa terhanyut ketika mendapatkan sentuhan lembut dari orang yang kita cintai, begitupun dengan Nindy yang hanya tersenyum sambil menundukkan kepalanya dengan mata terpejam.
Membiarkan Dihyan tetap membelai lembut pipinya yang semakin terasa jatuh dan pucat. Ingin berlama-lama dalam keindahan buaiyan lembut sang pemilik hati.
Dihyan semakin mendekatkan wajahnya pada Nindy. Sangat jelas meskipun dengan mata tertutup, karena hembusan napasnya yang semakin terasa menghangat menyambar wajahnya.
Hingga bibir mereka bertemu, memberikan sentuhan yang lebih memabukkan dari sebelumnya. Semakin merasa dicintai dengan sentuhan demi sentuhan lembut yang diberikan Dihyan. Membiarkan imajinasi mereka melayang tinggi ke atas.
Dihyan menghentikan pertemuan bibir mereka. Sambil tersenyum ia mulai menarik diri, menjauhkan tubuhnya dari istrinya. Berusaha menekan gejolak yang semakin meronta dalam tubuhnya karena tak ingin berbuat lebih hingga menyakiti istrinya.
Dihyan masih menatap lembut pada mata Nindy sembari senyumannya yang tak pernah lepas.
“Mas.”
“Hem,” Dihyan kembali membelai lembut pipinya.
“Mas maukan menikah lagi?”
Permintaan yang sangat-sangat menyakiti hati.
Dengan sangat begitu jelas senyuman yang sangat indah terlihat kini berubah menjadi kemurungan dengan emosi yang tertahan. Tak ada lagi kehangatan, yang ada hanya tatapan tajam menembus dada.
Nindy akui ini bukanlah permintaan yang mudah bagi dia dan juga Dihyan.
Entah ini pembahasan yang keberapa kalinya, Nindy masih terus meminta suaminya untuk menikah lagi dan lagi demi meneruskan garis keturunan yang belum sempat ia berikan.
Dengan tanpa sepatah katapun Dihyan berdiri berjalan menjauhi istrinya yang masih setia memandanginya.
Dihyan melakukan kesibukannya sendiri dengan mengenakan pakaian dan membiarkannya berceloteh tanpa menanggapi sedikitpun kata demi kata yang terucap.
“Aku memang sudah gagal menjadi istri yang baik untukmu. Kehadiranku hanya menjadi beban hidup bagimu. Aku menyayangimu mas! Karena rasa sayang ini pula aku ingin melihatmu bahagia. Dan anak adalah salah satu sumber kebahagian dalam rumah tangga kita.”
“ Ayo!” Dihyan mulai mendorong kursi rodanya keluar dari kamar mereka, lagi-lagi tanpa menghiraukan celotehnya.
\============
Di rumah sakit, ruang pemeriksaan Rima.
“Dok ada yang cari?” Sarah, sang perawat yang di tugaskan membantu Rima.
Setelah melihat jam tangan silver yang melinggkar di tangannya, “ 5 menit lagi istrirahat loh, kamu mau telat makan siang?”
Karena waktu 5 menit bukanlah waktu yang cukup untuk memeriksa seorang pasien.
“Tapi ini bukan pasien dok!” Sarah.
“Siapa?” Ia jadi penasaran.
Belum pernah ada orang yang mengunjunginya di RS ini.
Tio?
Jika memang itu orangnya, maka ia akan langsung nyelonong masuk tanpa harus minta ijin dulu. Hampir seluruh tenaga kerja di RS ini tahu, jika Rima di gadang-gadang sebagai calon nyonya muda pemilik RS.
Itu karena Tio sendiri yang menyebarkannya.
Tok.
Tok
Tok.
Mungkin tamunya terlalu lama menunggu, hingga memutuskan untuk mengetuk pintu bercat putih itu.
“Masuk!” Suara Rima dari dalam.
Pintu itupun terbuka, dan kini menampilkan Reno dengan kedua tangan tersembunyi di belakang. Tak lupa senyum indah menghiasi wajahnya.
Apakah ia bermimpi, Reno datang menyambanginya di tempat kerjanya? Bukankah datang bertamu di rumahnya saja sudah sangat luar biasa?
Reno berjalan terus memasuki ruangan pemerinksaan tempat Rima.
Hingga tibalah ia tepat berada di hadapan gadis itu yang telah berdiri keheranan menyambutnya.
Di sodorkannya tangan kanannya menyerahkan setangkai mawar merah yang telah mekar namun belum sempurna.
Mungkin menunggu besok baru bisa mekar secara sempurna.
“Ini untukku?” Pertanyaan Rima saat mendapati mawar itu tepat di hadapannya.
“Ya buat siapa lagi coba. Aku cuma kenal kamu di sini. Sama perawat itu belum kenal!” Reno sambil menunjukkan Sarah di samping meja yang terpaku melihat mereka.
Rima mengulurkan tangannya demi meraih mawar merah itu. Sejenak ia hanya mengamati bunga yang hanya setangkai itu. Mencari tahu asli atau hanya imitasi.
Mawarnya asli, Renonya juga asli, benar ia sedang tak bermimpi.
Kembali tangan Reno telah berada di hadapannya dengan emmm...?
Sekotak coklat?
Apakah Reno memang orang yang seromantis ini? Atau hanya ingin meminta maaf karena telah menciumnya sewaktu di mobil?
Tunggu! Tunggu!
Kenapa ia masih memikirkan ciuman itu?
Atau jangan-jangan ia memang belum melupakan inseden indah itu?
Rima menunujukkan dirinya sendiri seolah kembali bertanya “ini untukku?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments