"Brengs3k!"
"Brengs3k!"
"Brengs3k!"
Reno memukul keras samsak hitam itu dan terpaku pada kakinya yang tegap berdiri, hingga samsak kembali
menyonggol tubuhnya membuat ia terhuyung ke belakang dan jatuh terduduk seiring dengan tetesan bening yang kembali berjatuhan dari pelupuk matanya.
Menghapus air bening serasa asin itu dengan telapak tangannya secara kasar. Lalu menempatkan wajahnya di sela-sela lututnya yang telah ia tekuk.
Apalah dirinya, yang hanya seorang karyawan, hanya seorang pesuruh yang akan melaksanakan semua perintah bosnya.
Termasuk mengurus pernikahan bosnya dengan wanita pujaan hatinya.
Tak mengidahkan pandangan orang-orang yang masih berolah raga sambil menatap tubuhnya yang semakin jelas terisak.
Lelaki itu menangis.
Dasar lelaki cengeng.
Tak peduli, yang jelas rasa ini sangat sakit. Benar-benar sakit dan air matanya tak bisa ia kendalikan lagi.
Merasa tersesat dalam lingkaran hitam yang ia bangun sendiri.
Ia mencintai Rima. Bahkan ia telah siap jika harus menikah dengan gadis itu.
Tapi semua terlambat, karena Dihyan telah meminta gadis itu untuk menikah.
Dan bahkan Dihyan telah mengatakan jika lampu hijau telah ia dapatkan dari seluruh keluarga bahkan istrinya. Tinggal keluarga Rima, yang bagi Dihyan tak terlalu sulit untuk mendapatkan restu dari mereka.
Keyakinan sebelumnya bahwa Rima juga mencintainya. Tapi kini Rima lebih memilih bersama lelaki beristri.
Satu kesalahannya, adalah tak pernah mengutarakan isi hatinya.
Mungkin saja ia takut.
Takut ditolak. Takut jika saja cintanya tak terbalas.
Dan itu menjadikannya seorang pecundang.
Pecundang sejati.
Apa jadinya jika ia menarik Rima ke arahnya?
Semua mata pasti akan menatapnya sebagai perusak hubungan.
Hingga tepukan dipundakkya membuatnya tersentak dan dengan cepat menyeka air matanya dengan celana training pendek hitamnya.
“Are you ok?” Suara itu ia kenal.
Ia masih mencoba menenangkan dirinya, mempersiapkan diri kembali menatap dunia setelah tenggelam dalam kesedihannya yang justru menjadi tontonan.
Kini ia telah berani mengangkat kepalanya lalu mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan yang telah ia dengar
beberapa menit yang lalu.
“Kita kesana!” Viki, yang ia ketahui sebagai manager PPC di kantor yang sama. Seorang pria yang sedikit jauh lebih tua darinya, dan telah menikah. Lebih berpengalaman.
Lelaki itu menunjukk ke arah pintu ruang ganti.
Ia bangkit mengikuti Viki yang telah terlebih dahulu melangkah saat ia baru saja berdiri.
“Butuh ruang yang lebih privasi?” Viki kembali bersuara saat mereka telah sampai di ruang ganti itu, sambil mengganti baju olah raga mereka hampir bersamaan.
Reno hanya mengangguk dengan wajah yang masih sembab.
“Ayok!” Viki yang telah selesai berganti kostum. “Naik apa?”
“Motor.” Masih dengan percakapan singkat.
“Sini kunci motormu, kita naik mobilku saja. Nanti minta teman antar motor ke rumahmu,” Viki sambil menengadahkan tangannya ke arah Reno.
Ia tak yakin jika meninggalkan Reno seorang diri dalam keadaan seperti ini.
“Kamu tunggu di sini!” Sejenak Viki menengok ke kiri dan ke kanan mungkin sedang mencari seseorang. Dan benar
Viki kini mendekati seseorang dan menyerahkan sesuatu pada orang itu, pasti itu adalah kunci motornya.
“Aku butuh alamat rumahmu, buat antar motormu,” Viki sambil menggoyang-goyangkan ponselnya di hadapan Reno, dan mengetik alamat yang telah di sebutkan.
Ternyata Viki membawa Reno ke private room di sebuah restorant dekat pusat gym yang baru saja mereka tinggalkan.
“Mau cerita?” Kembali Viki singkat namun Reno masih setia dalam kediamannya.
Keheningan berlangsung selama beberapa waktu lamanya.
“Pekerjaan atau gadis?” Lanjutnya karena tak mendapatkan jawaban dari pria di depannya.
“Mungkin keduanya.” Reno yang masih menundukkan kepalanya.
Mungkin saat ini pandangan di bawah sana jauh lebih menggoda dari pada yang lainnya.
Awal yang bagus, setidaknya Reno mulai bersuara dari pada memendamnya seorang diri, bisa saja disalurkan sendiri dengan cara yang salah bahkan fatal.
Tapi masalah pekerjaan yang di iringi dengan masalah gadis, benar-benar perpaduan yang berat. Mengingat keduanya adalah masalah yang menyangkut masa depan.
Atau satu masalah yang menyangkut kedua hal tersebut, justru akan semakin pelik.
“Dia akan menikah?” Kembali Viki melayangkan pertanyaan singkat namun berat, yang hanya mampu ia jawab dengan anggukan kepala.
“Dengan teman,” Reno berkata sebelum ditanya.
Tidak mungkinkan jika dia bilang dengan bosnya sendiri. Bosnya hanya ada dua Dihyan dan Pak Cakra.
Dihyan yang memang akan menikah dengan Rima, gadis yang ia puja.
Dan Pak Cakra yang lebih cocok menjadi mertuanya.
Pantas saja ia merasa terpukul kekasihnya akan menikah dengan temannya sendiri. Masalah apalagi selain penghianatan? Mungkin itulah yang ada di otak Viki saat ini!
“Makanlah! Menangis juga butuh tenaga. Dan jangan lupa banyak minum air putih, kamu bisa dehidrasi.” Sambil
menyodorkan air mineral yang telah berada di depan Reno hanya untuk mengingatkan pria itu.
“Terima kasih!” Reno sambil meraih botol mineral itu. Habis hingga setengah botol, menandakan jika lelaki itu memang haus.
Tinggalkan Reno yang tengah menikmati patah hatinya.
Beralih ke Rima yang juga patah hati.
Lebih tepatnya, kecewa.
Reno yang ia ketahui mencintai dirinya ternyata hanya ingin mengorek informasi tentang diri dan keluarganya.
Ia bahkan telah menyandarkan hatinya pada pria tampan nan perhatian itu. Tapi semua hancur seiring persiapan
pernikahannya denga Dihyan. Bukankah ini yang diinginkan oleh pria itu? Pria yang ia cintai.
Ia benar-benar mencintainya. Bahkan ia rela melepaskan kebebasan yang pernah ia agung-agungkan. Kebebasan tanpa kekakang dari seorang yang namanya kekasih.
Ia terperosok di balik pintu kamarnya, terduduk dalam kesedihannya.
Tenggelam dalam kepatah-hatiannya.
Ia menenggelamkan kepalanya pada lutut yang telah ditekuk. Biarlah ia menangis mengeluarkan segala beban dalam hatinya. Mungkin setelah menangis ia akan menjadi lebih baik.
Atau mungkin ia akan terbangun dalam mimpinya, bersama Reno yang muncul di hadapannya. Memberinya setangkai bunga mawar, seperti yang sering ia dapatkan.
Ia lupa jika tertanya bunga mawar itu memang indah, tapi berduri. Dan kali ini durinya kini tengah menancap tepat
di ulu hatinya. Membuatnya sakit sampai sesakpun menyerang.
Jika boleh ia ingin meminta cincin sebagai ganti dari bunga mawar yang Reno bawa, bisakah?
Bukankah pernikahan ini hanya sementara?
Kepalanya terangkat, demi menerima opini itu. Ya, hanya sementara. Lalu ia akan terbebas, dan akan kembali bersama Reno.
Jika perlu tanganku sendiri yang terulur pada Reno. Aku yakin ia pasti menyambut tanganku, melihat tadi pria itu
sangat emosional.
Itulah yang ada di otak gadis itu sekarang. Tapi tak butuh waktu lama, ia kembali terisak dan kembali menengelamkan kepalanya di lututnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments