“Rima, ada tamu,” Suara ka Romi dari luar sambil mengetuk pintu kamarnya.
“Siapa kak?” Rima saat membuka pintu.
Terlihat matanya sedikit membengkak akibat menangis semalaman.
“Ada apa?” Tanya Romi saat melihat raut wajah adiknya yang masih terlihat sedih.
“Kalau butuh sandaran, nih!” Sambil menepuk pelan dadanya, berharap adiknya bersandar di sana. Melepaskan
segala kegundahan dalam hati.
Dalam sekejap Rima benar-benar telah masuk dalam rengkuhannya meletakkan kepalanya di di dada sang kakak,
membuat Romi menepuk bahu dan sesekali mengelus kepala Rima. Ia yakin sesuatu tengah membebani hati adiknya.
Apakah tentang cinta atau karir, ia pun belum berani bertanya. Masih membiarkan rima memeluknya, mungkin hanya di dadanyalah Rima mendapat kehangatan dan kenyamanan yang tulus setelah ayah.
Ia lupa seseorang telah duduk menunggu di ruang tamu.
Rimapun mulai menarik diri, mengambil jarak dari kakaknya yang mulai menundukkan kepala hanya itu memastikan raut wajahnya.
Rima tak menangis. Mungkin karena ia telah lelah, atau air matanya telah habis.
“Sudah?” Tanyanya.
“Hemm,” Rima mengangguk meskipun kepala masih menunduk.
“Apa terlalu berat?” Tanyanya pada Rima lagi.
“Lain kali kalau ada apa-apa kamu cerita sama kakak! Siapa tau bisa bantu, atau setidaknya meringankan beban
kamu!”
Ia kembali menarik tubuh gadis itu kedalam pelukannya, membuat Rima mau tak maupun kini membasahi bajunya
dengan air mata.
Lilitan tangan sang adik diperut sangat kuat menandakan pelik yang tengah melanda hati.
Benar tempat ini terlalu nyaman untuk Rima.
Hingga beberapa lama, mereka bertahan dengan posisi seperti itu.
Rima menolehkan kepalanya ke kiri dan kekanan secara perlahan dengan sedikit penekanan di dada Romi. Hal itu ia lakukan hanya untuk melap sisa-sisa air mata dan ingusnya di baju sang kakak, membuat pria itu berdecak kesal, “Astaga sudah dipinjami dada juga, gak berterima kasih banget!”
Rima mulai mengambil jarak.
“Astaga, Rima! Ada yang nungguin kamu dari tadi,” Sambil menepuk jidatnya sendiri.
“Siapa kak?” Sambil terus menyusut ingusnya dengan bajunya sendiri, karena kini Romi telah berjalan meninggalkan tempatnya berdiri. “Yang jelas bukan Reno,”
Ah nama itu lagi membuat ia muak, “Jangan sebut namanya lagi. Haram!”
Oh kini pria itu mencoba menebak arti kesedihan adiknya. Masalahnya adalah “Cinta.”
Putus cinta mungkin?
Rima kembali setelah tadi ia masuk ke dalam kamarnya hanya untuk membasuh wajahnya yang sembab di kamar
mandi. Tak lupa sedikit polesan make up, sebagai penyamaran.
Ia mulai berjalan mendekati ruang tamu sambil berpikir siapa yang mengunjunginya.
Mungkin Tio yang datang untuk minta maaf. Tapi Romi akan meledeknya jika itu memang Tio. Lalu siapa?
Hingga kakinya melewati pintu yang berhias kain gorden berwarna gold yang menandakan dirinya telah berada di
ruang tamu.
Wanita berkerudung berwarna coklat susu dengan style tunik set berwarna lebih gelap dari kerudung yang beliau gunakan.
“Mama.”
Saat melihat sosok yang sangat ia kenali.
Bahkan dulu mereka sangat akrab, bercanda, tertawa, memasak bareng.
Mama Cinta, sosok yang ia kenal sebagai ibu kandung dari Diandra. Mantan sahabatnya yang kini sangat membencinya. Tapi ada apa?
Tak apalah mungkin beliau hanya ingin bersilaturahmi.
“Mama apa kabar?” Tanyanya sambil meraih tangan dan mulai mencium punggung tangan wanita itu.
“Baik sayang, kamu apa kabar? Kenapa gak pernah main ke rumah lagi?”
Pertanyaan Mama Cinta hanya mampu ia jawab dengan senyuman berat. Apa benar Andra tak pernah cerita tentang mereka berdua? Gak mungkin kan? Mengingat Andra sangat dekat dengan mamanya.
Terbukti bahwa saat mereka sedang berkumpul di rumah itu, mereka sering meledek Andra dengan Tio.
Rima mulai mengambil duduk tepat di samping Mama Cinta.
“Rima mulai sibuk tante. Apalagi saat ini, Rima punya pasien khusus yang harus Rima jaga.” Jawabnya.
Dengan tangan Mama Cinta yang menggenggam erat tangan Rima.
“Iya, mama tau. Kamu tau mama?” Senyum yang sedari tadi di sumbangkan oleh wanita ini, entah mengapa memiliki arti lain di benak Rima.
“Tau, mamanya Andra kan? Diandra, teman Rima.”
“Ada apa Ma?” Tanyanya bingung.
“Apa Andra cerita tentang kami?”
Ia mencoba menerka-nerka apa yang Andra katakan pada Mamanya ini.
“Iya, Andra sempat cerita.” Mama Cinta, “Masalah Tio kan?” mencoba menebak.
Mama Cinta tau. Tapi kenapa beliau masih tersenyum? Harusnya marahkan? Benaknya.
Siapapun pasti menempatkan dirinya dalam posisi yang salah. Posisi pihak ketiga dalam sebuah hubungan.
Posisi perusak.
“Mama marah?” Tanyanya menantikan kemarahan wanita itu.
“Mama kesini bukan mau bahas itu. Lagi pula mama hanya mendengar cerita dari satu pihak. Gak bisa langsung
mengambil keputusan siapa yang salah dan siapa yang benar.”
“Mau bahas masalah apa ma?” Tanya semakin penasaran.
“Kamu mau nikah?”
Mata seketika itu pula langsung membola.
Loh kok Mama Cinta tau? Ia bahkan belum menceritakan hal itu pada ayah dan kak Romi, kecuali tadi menangis di
pelukan kakaknya.
“Ka-kata siapa ma?” Rima mulai tergagu kebingungan.
“Kamu tau siapa mama?” Tanya beliau lagi membuat kening Rima kini mulai berkerut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments