Tiga tahun berlalu sejak kejadian itu. Mereka saling menjauh. Melanjutkan pendidikan sesuai dengan jurusan yang mereka idam-idamkan.
Meskipun masih berada dalam satu nama kampus terkemuka di kota itu.
Rima bersama Via melanjutkan study di jurusan Kedokteran. Bahkan mereka masih bersama dalam satu kelaspun. Membuat mereka semakin akrab dan dekat.
Sementara Diandra dan Tiwi mengambil jurusan Ekonomi-Bisnis. MEskipun berbeda kelas, namun masih terlihat akrabpun.
“Kamu baru pulang?” Romi menyapa Rima, adiknya yang baru saja masuk.
“Iya kak, mau mandi!” Sempat berhenti di dekat Romi, lalu kemudian kembali melangkah masuk ke kamarnya.
“Setelah mandi kembali ke sini, kami ingin bicara!” Romi sedikit lebih kencang, sebelum adiknya itu masuk ke dalam kamar.
“Ok!” Jawaban singkat sebelum benar-benar masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu.
Setelah mandi ia kembali ke ruang keluarga. Di sana masih setia kakak dan ayahnya yang sedari tadi menunggunya. Sementara yang ditunggu tanpa rasa bersalah duduk disofa setelah membuat menunggu selama 30 menit lebih hanya untuk mandi.
“Kapan Wisuda?” Tanya Romi saat Rima benar-benar mendaratkan diri di sofa ruang keluarga.
"Em, ikut yang bulan dua. Kenapa?"
“Boleh kakak minta mobilmu?” Romi.
“Oh, pakai saja! Tapi kuncinya masih di kamar. Mau ku ambilkan?” Rima, dan kakaknya hanya mengangguk.
“Dompet juga!” Romi berteriak.
Iapun berjalan kembali ke kamarnya mengambil yang diinginkannya, dan kembali bergabung dengan ayah dan kakaknya sembari menyerahkan kunci mobilnya.
“Dompet buat apa?” Rima yang tak memberikan permintaan yang satu itu. Mau apa kakaknya itu dengan dompetnya? Bukankah itu salah satu barang privasi?
“ATM sama kartu Kredit kamu mana?” Romi berusaha menampilkan ekspresi datarnya, meskipun sebenarnya ia sedang galau.
“Kenapa mesti tanya ATM?” Rima dengan kening berkerut, bingung.
“Kita habis Rim, kita habis.” Romi menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, sepertinya putus asa sedang melanda pria itu.
“Maksud kakak?” Rima yang justru mencondongkan tubuhnya, menjauhkan punggung dari sandaran sofa. Mendekatkan diri ke arah kakaknya. Rasa penasaran baru saja menghampiri.
Habis? Apanya yang habis?
“Papa di tipu sahabatnya!” Romi menundukkan kepala, suaranya terdengar lirih.
"Om, Dika." Suaranya tercekat. "Om Dika memanipulasi berkas dan ngasih ke ayah buat tanda tangan, ternyata berkas itu,..... surat pengalihan."
"Om Dika ambil semuanya Rima." Suaranya semakin tercekat sedikit terbata-bata.
DEG.
Om Dika?
Tidak mungkin pikirnya.
Memandang ke arah kanan. Ayahnya terlihat sangat tegar, tak nampak satu gores kekhawtiranpun terlihat dari wajah itu. Seperti kejadian ini adalah sesuatu yang biasa-biasa saja.
Om Dika yang selalu menyambangi mereka di rumah itu bahkan sejak dia kecil. Selalu membawakan mainan untuknya dan Kak Romi.
Barbie atau boneka untuknya. Robot atau mobil-mobilan, pesawat atau figure super hore untuk kakaknya.
Orang lain yang telah dianggap seperti keluarga sendiri.
Tidak mungkin!
Kepalanya menggeleng-geleng keras, melenyapkan semua pemikiran yang mungkin saja terjadi. Mencari sebab-akibat dari kejadian ini.
Sahabat.
Seperti dirinya dan juga Diandra.
Sahabat yang berakhir tragis hanya karena keegoisan seorang pria.
Mungkinkah ini karma? Ia harus mendengar berita mengejutkan ini.
Dan setelah ini apa?
Ah, tidak tidak. Aku tak ingin kehilangan semuanya. Ayah dan Kak Romi pasti sedang bercanda, atau mereka sedang ingin mengujiku. Berupaya untuk tidak menerima kejadian ini.
Ia berdiri dan melangkahkan kakinya kembali ke kamar. Tempat yang paling nyaman bagi semua orang termasuk dirinya.
Tak ingin ambil pusing dengan perkataan kakaknya, Rima mencari kesibukan lain di kamar.
Memperhatikan isi lemari kaca transparan berisi tas pada beberapa tingkat bagian atas dan sepatu pada beberapa tingkat bagian bawah berjejer rapi.
Ia kembali di mana kakak dan ayahnya masih duduk terdiam dengan segala pemikiran yang memusingkan.
“Kak, aku butuh shoping?” Ucapnya tak merasa ini sebuah kesalahan.
“Kita habis Rim," Romi dengan tegas, adiknya itu seolah tak mengerti keadaan ini.
"Kakak gak punya apa-apa lagi,” Kembali tertunduk.
“Tapi aku udah lama gak shoping,” Ia masih berharap mendapat belas kasihan dari kakaknya. Jika tidak, pada siapa lagi dia harus meminta uang untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Kebutuhan yang sangat-sangat tidak penting.
"Aku mau beli kebaya buat wisuda nanti." Memajukan bibir, menunjukkan ekspresi imutnya. Siapa tahu kakaknya itu langsung luluh.
“Bukankah kamu baru saja beli kebaya? Kalau tidak salah sewaktu temanmu menikah? Iya kan?” Kini Romi telah menatapnya seolah memastikan perkataannya.
“Itu sudah tiga bulan yang lalu kak. Apalagi itu di pakai saat teman kuliahku menikah, terus mau dipakai wisuda lagi? Teman-temanku sudah liat semua kak!” Rima masih merengek.
“Tapi itukan masih baru Rima?” Suara itu penuh penekanan.
“Hah, Tiga bulan yang lalu kakak bilang baru? Hello brother, this is Rima. Tiga bulan untuk sebuah kostum itu sudah sangat sangat LAMA.” Rima dengan menekan kata lama, tak lupa dengan gerakan jari lentiknya yang mengibas-ngibas.
“Dan ya, lemarimu sudah sangat penuh, sudah tak bisa menampung barang-barang lagi! Kamu bisa menjual tas, atau sepatumu! Lumayan harganya mahal kan?” Romi melirik adiknya jengah.
Sulit sekali rasanya memberikan pengertian pada adik satu-satunya ini.
Mungkin ini kesalahan dia dan ayah yang selalu saja memanjakan dan memberikan apa saja yang diminta oleh satu-satunya orang yang paling cantik dalam keluarga mereka itu.
“Kalau lemariku penuh, harusnya kakak beli lemari baru buat aku! Bukannya menjual isi lemarinya kak!” Rima masih dengan kecentilannya.
“Ayah akan cari kerja!” Kalimat itu seolah membenarkan kondisi mereka saat ini.
“Ayah mau kerja di mana? Dan Siapa yang akan mempekerjakan seorang mantan CEO?” Romi membuat Rima semakin bingung.
Sebenarnya bukan bingung tapi Rima sendiri belum menerima keadaan keluarganya saat ini.
Acting!
Kakak dan ayahnya itu sedang beracting.
Mereka tidak mungkin jatuh miskin saat ini.
Hahahah, lucu sekali.
“Ayah akan kerja apa saja, yang penting halal. Atau membuka toko bagaimana?” Ayah yang memperlihatkan wajah seriusnya.
“Please! Hentikan! Katakan semua baik-baik saja! Aku butuh uang!”
Rima kembali ke kamarnya. Berhadapan dengan kakak dan ayahnya itu membuatnya semakin pusing saja.
Ditatapnya isi lemari yang penuh dengan barang-barang branded loh!
Kismin? Hah, yang benar saja!
Gak mungkinlah Ia menjadi miskin dan kehilangan semuanya.
Tapi mendengar kakaknya tadi yang menyuruhnya menjual barang-barangnya sedikit menggelitik rasa penasarannya.
Tapi wisuda semakin mendekat. Ia tak memiliki banyak waktu untuk memikirkan keadaan ini benar atau tidak.
Yang ia butuhkan sekarang adalah mempersiapkan segalanya.
“Jual tas untuk beli kebaya baru? Atau pakai kebaya lama tanpa harus kehilangan salah satu koleksiku?”
“Tapi apa kata dunia jika seoranga Rima Damayanti Herman memakai kebaya yang sama dalam setahun?Heh!”
Mungkin tidur menjadi obat penenang yang sangat efektif dan alami.
\=\=\=\=
Saat ini Rima masih bingung menimbang antara kebaya baru dengan mengorbankan koleksinya atau mengenakan kebaya lama dan tetap bersama koleksi-koleksinya. Kakaknya benar-benar tak luluh dan tak mau memodali keseluruhan wisudanya.
Menggunakan kebaya lama tidak mengapa karena wisuda juga hanya terjadi hanya sekali.
Tapi?
Dia akan berfoto saat wisuda dan itu akan menjadi kenang-kenangan yang akan ia banggakan seumur hidupnya. Harus cantik dan perfeck.
Ok deal. Untuk saat ini tak apa mengorbankan satu atau dua tas demi kebaya baru.
Rima memandang lemari kaca berisikan tas dibagian atasnya, dan beberapa rak bagian bawah berisikan sepatu tentu saja dengan merek dan harga yang wow.
Menimbang barang mana yang akan melayang meninggalkannya. Meskipun koleksinya tak terlalu banyak setidaknya tidak terlalu berpengaruh jika kehilangan satu atau dua dari penghuni lemarinya.
Kembali serangkaian acara setelah wisuda kembali menyita isi dompetnya.
Terutama oleh para wanita yang menjadikan malam itu sebagai ajang mereka menjadi puteri. Tampil secantik dan seperfect mungkin menjadi kewajiban.
Sekali lagi itu menjadi satu alasan mengorbankan koleksinya demi membeli gaun indah yang akan ia kenakanan.
Namun tanpa sadar, dengan alasan sama dan dengan berbagai keperluan yang katanya mendadak dan urgent koleksinya melayang satu demi satu.
---------
TBC!
Promo novel!
Antara Jarak Dan Waktu
**
**
Udah tamat. Mewek deh!
Dinda tunggu di sana yah!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Ali Subkhan
karya mu bagus²loh tor,cumq sepertinya readers belum pada nemuin.tetep semangat berkarya
2022-03-22
1