“Kenapa tidak bicara dulu ada ayah dan kakakmu?” Ayah yang masih menatapnya, tapi kali ini di lengakapi dengan usapan lembut di kepalanya.
“Ayah kira kamu dekat sama.... siapatuh Rom yang pernah datang?” Ayah sambil menatap
Romi.
“Reno?” Romi yang menjawab, karena Rima masih memilih diam dan menunduk.
“Ya Reno. Tapi malah sama bosnya,” Ayah kembali mengusap lembut kepalanya.
Romi semakin mengerutkan keningnya, ternyata ayah jauh lebih mengetahui banyak hal tentang Rima dari pada dirinya.
Bosnya? Apakah Reno salah satu karyawan Dihyan? Apa Reno hanya bertugas menjaga Rima?
Padahal Romi sangat menyukai pria itu, melihat perhatian Reno pada Rima. Berharap Reno mampu membahagiakan Rima.
Tapi...?
Hah sudahlah! Tinggalkan Reno, yang penting sekarang adalah pembicaraan pernikahan Rima dan Dihyan. Bagaimana.
“Apa kamu sudah mempersiapkan diri?” Ayah lagi-lagi menatap Rima.
Dan kini menarik tubuh Rima ke dalam pelukannya, “Anak ayah sudah besar, dan sebentar lagi menikah. Calon suamimu sudah bilang, kalau pernikahan kalian 2 minggu lagi?”
Lagi-lagi Romi hanya mengerutkan keningnya. Pernikahan telah ditentukan?
“Ayah?” Rima lirih semakin mempererat pelukannya.
“Calon mertua kamu yang bicarakan semua pada ayah. Calon suami kamu belum kasi tau?” Ayah menundukkan kepalanya hanya untuk menatap wajah putrinya tapi Rima justru menenggelamkan kepalanya di dada ayahnya.
Hanya ingin menyembunyikan kesedihannya.
“Kenapa?” Ayah.
“Aku belum siap berpisah dengan ayah,” Rima mulai menitikan air matanya.
Meskipun alasan sangat masuk akal, tapi ia berbohong. Karena jika boleh jujur sekarang
ia sedang patah hati.
Cintanya pada Reno bertepuk sebelah tangan, cintanya tak terbalaskan. Reno yang ia anggap juga mencintai dirinya ternyata hanya ingin mencuri informasi tentangnya dan keluarganya.
Tapi sungguh ia masih berharap penuh pada Reno. Mengharap pernikahan ini hanya bagian dari Reno sebagai kejutan untuknya.
Tapi mungkinkah?
Apakah masih bisa ia mengharap lebih?
Sesuai dengan keinginan Dihyan, mereka akan menikah dua minggu lagi.
Tak terasa waktu itu telah datang.
Dihyan berhasil mendapatkan restu dari ayah dan kak Romi.
Entah apa yang ia lakukan, atau janjikan pada ayah dan kak Romi hingga dengan mudah mendapat restu.
Jangan lupakan Rima yang mengatakan jika Dihyan adalah pilihan hatinya, meskipun jelas ia berbohong karena Reno sangat memenuhi hatinya saat ini. Dan begitu pula dengan Nindy yang telah memberi mereka restu.
Rumah yang telah di hiasi dengan segala pernak-pernik pernikahan. gorden pernikahan berwarna merah dan putih, dengan hiasan bunga mawar merah, putih, kuning, pink.
Hanya mawar.
Itu permintaan dari sang mempelai wanita. Dan permintaan itu menjadi tamparan tersendiri bagi Reno.
Tersinggung, karena dirinyalah yang selama ini memberi mawar pada Rima. Bahkan mereka telah membahas tentang filosofi mawar.
Rima masih berada dalam kamarnya yang telah di sulap menjadi kamar pengantin. Di setiap sudut telah dihiasi dengan bunga mawar merah. Lagi-lagi itu adalah permintaan calon mempelai wanita.
AH bukan, tapi mempelai wanita. Karena sayup-sayup telinga mendengar kata “Sah,” baru saja menggema di luar.
Tepatnya di ruang tamu.
Via sang sahabat setianya tak mampu menepis air matanya yang seolah lolos tanpa permisi membanjiri pipi. Ia tahu sahabatnya itu tengah dekat dengan seorang “Pria mawar merah.”
Begitulah gelar yang diberikan pada Reno oleh teman-teman yang bekerja di RS yang sama.
Tapi sekarang, Sahabatnya itu telah menjadi seorang istri dari sahabatnya yang lain.
Rima kini telah menjadi saudara ipar dari Diandra. Dan semoga saja, status itu mampu melebur dendam lama Diandra.
Dibantu Via dan Mama Cinta, Rima mulai keluar dari peraduannya menuju ke ruang tamu tempat dilangsungkannya ijab kabul.
Dihyan yang telah duduk di depan sang ayah, di samping ayah ada Romi.
Di sudut sana, Diandra dengan raut wajah yang tak bisa di tebak. Entah apa yang dipikirkan sang gadis, mendapatkan Rima yang masuk ke dalam lingkungan keluarganya sebagai kakak ipar. Heh!
Rima terus berjalan mendekat, tak sengaja menangkap sosok pria mawar merah yang juga
menatapnya sayu. Inilah akhir dari kisah mereka. Kisah yang belum dimulai, namun telah berakhir.
Terpisah oleh alunan ijab kabul yang telah tersambut dengan kata Sah.
Kini Rima telah duduk di samping Dihyan, kemudian mereka diarahkan untuk menyematkan cincin di jari manis Rina dan saling berjabat tangan, tak lupa Rima mencium punggung tangan sang suami. Setelah itu Dihyan mencium kening Rima, dan terdengar kata, “Tahan!”
Ceklek,
Gambar telah berhasil diabadikan oleh fotografer.
Tak sanggup menatap lama, Reno memilih untuk pergi dari lokasi pernikahan.
Bahkan ia telah meminta ijin pada ibunya untuk segera mempersunting gadis itu, sambil menunggu waktu yang, “Ingin pendekatan dulu,” katanya.
Tapi kini justru mereka hanya menjadi tamu undangan dari wanita itu. Mungkin karena terlalu lama mengulur waktu.
Wanita yang sangat ia puja-puja kini telah menjadi milik orang dan bersanding dengan
bosnya sendiri.
Sang pria mawar merah tak lebih dari seorang pecundang sejati. Yang hanya mampu bertindak tanpa kata-kata.
Cinta tak selalu di tujunkkan hanya dengan tindakan. Kadang hubungan juga memerlukan kata sebagai penegasan bukan?
Ia keluar dari ruangan itu dan berjalan dengan terus menundukkan kepalanya menuju
ke mobilnya, yang kini semakin menjauh.
Memilih pergi dari acara bahagia tapi menyakitkan baginya. Entah kemana tujuannya kali ini yang jelas ia harus pergi.
Hingga malampun tiba dan para tamu telah meninggalkan arena pesta, menyisakan keluarga mempelai wanita dan pasangan pengantin.
Rima sudah sangat lelah, ingin sekali meluruskan punggungnya di atas kasur empuk kesayangannya, tapi sosok Diyan telah terlebih dulu menempatkan dirinya di sana.
Tapi bukankah mereka telah menikah, jadi tak apakan jika mereka tidur dalam satu kamar bahkan dalam satu ranjang.
Tapi bukankah dulu Dihyan pernah berjanji tidak akan menyentuhnya setelah mereka menikah? Apakah Dihyan lupa dengan janjinya? Atau sengaja ingin mengingkarinya?
Rima masih tenggelam dalam segala pemikiran tentang pernikahan yang akan mereka lalui.
Rima mencoba mendekati Dihyan yang belum beranjak dari tempat tidurnya, mungkin
mereka harus berbicara tentang pernikahan ini lagi.
“Pak, malam ini kita nginap di mana?” Rima.
“Di sini saja dulu,” Dihyan yang masih sibuk memanikan ponselnya sambil selonjoran
di ranjang.
Tepatnya ranjang Rima.
“Lalu bagaimana dengan mbak Nindy?” Kini yang ada dipikiran Rima adalah mencoba menjauh dari Dihyan.
“Kenapa?” Dihyan.
“Mbak Nindy, emm. Siapa yang temani?” Jawabnya terbata.
“Sama mama. Mungkin tidur sama Andra.”
Oh tidak, ini benar-benar diluar ekspektasinya, yang dulu memikirkan akan tetap tinggal di rumah Dihyan dengan kamar terpisah. Sedangkan Dihyan tetap se kamar dengan Nindy, dengan begitu hidupnya akan terus terjamin dan terjaga.
“Kalau ada apa-apa dengan mbak Nindy?” Rima masih memikirkan kata-kata yang tepat agar
Dihyan tak tersinggung, “ Lalu bagaimana kalau mbak Nindy mencari bapak?”
“Dan bagaimana kalau mbak Nindy, emm..... cemburu dengan bapak?” Lanjutnya dengan intonasi yang semakin turun.
Astaga, Dihyan tak memikirkan kalimat terakhir. Cemburu?
Ya bisa saja Nindy cemburu.
Sementara Rima bersorak dalam hati penuh kemenangan.
Yesssss,....
Di rumah itu, ia bisa tidur secara leluasa tanpa adanya Dihyan bersamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments