Ok, fix! Keputusanku sudah bulat!
Melanjutkan misiku untuk menikahkan suamiku dengan gadis yang kini mengusik hatiku. Dokterku sendiri.
Aku yakin, selain ia bisa mengurusku, pasti juga bisa mengurus suamiku.
Itulah keputusannya saat ini.
Dan pada siapa lagi aku meminta bantuan?
Tak lain dan tak bukan, mama Cinta. Mama mertuaku.
“Yakin?” Kembali mama menanyakan hal yang sama berulang-ulang.
“Yakin ma!”
“Dengan satu syarat, tak ada yang dirahasiakan. Semua harus terang dan terbuka. Termasuk pada keluarganya.”
“Lalu siapa yang akan berbicara pada keluarganya?” Nindy kembali meraih tangan mama hanya demi mencari dukungan.
“Tunggu, tunggu! Apa kamu telah meminta persetujuan dari orangnya?”
Astaga, bagaimana mungkin langkahku sejauh ini sementara calon mempelai wanitanya belum menyetujuinya.
Gelengan kepala hanya ditanggapi dengan senyuman yang berkembang oleh mama.
“Nindy..., Nindy. Kamu ini gimana sih? Laki-lakinya belum terima, dan perempuannyapun belum tau. Lalu?”
Kini ia hanya mengangguk sambil meringis
membenarkan-ketidak becusannya mengurus semua ini sendiri.
“Terus perempuannya siapa?” Pertanyaan yang telah lama ia tungu-tunggu yang artinya mama benar-benar mendukungnya membuatnya tersenyum lebar.
“Hem,” mama masih menatap sambil menanti jawaban darinya.
“Rima,” sedetik setelah terucap sebuah nama yang mampu membuat mata mama melotot tajam ke arahnya seolah masih mencari kebenaran dari ucapan yang baru saja ia dengar.
“Doktermu?” Pertanyaan mama selanjutnya membuat
tersenyum.
Karena setahu mama Cinta dokter Nindy adalah Rima.
Yang merupakan sahabat dan sempat menjadi rival diandra.
Dihyan semakin merasa terpojok oleh keinginan istrinya untuk menikah lagi.
Bukan hanya istrinya bahkan ibu kandungnya sendiri telah mendukung permintaan aneh istrinya.
Kata mama, “Nindy bilang anggap saja itu sebagai permintaan terakhirnya.”
Apakah itu sebuah wasiat?
Kalimat itu seolah Nindy berkata bahwa ia akan pergi.
Tidak, kumohon Nindy. Jangan berpikir dan berkata yang tidak-tidak. Aku sangat mencintainya. Sangat.
Sungguh sangat mencintainya.
Lalu bagaiman jika memang itu wasiat terakhirnya dan tak kutunaikan, bagaiamana? Apa aku berdosa?
Tapi benar, ia tak berharap bahwa Nindy memberikan wasiat padanya. Yang ia harapkan bahwa Nindy bisa sembuh dan kembali seperti dulu.
Meskipun tanpa anak? Tidak ingin munafik, ia sangat mendamba kata tersebut. Anak darinya dan Nindy, tapi jika memang tak bisa, tak apalah. Mungkin ia bisa bersabar.
Dan mengapa Nindy harus menunjuk Rima sebagai madunya?
Gadis itu benar-benar tak masuk dalam listnya.
Sepsi ,centil dan sangat menggoda.
Bahkan hanya untuk mengucapkan “selamat pagi” saja, gadis itu melakukannya dengan di ikuti desah@n.
“Selamat pagi hhhhhh,” Begitu yang biasa ia dengar dari Rima. Atau,....
“Selamat sore hhhhhh,” Begitu.
Dan jangan lupa lenggk-lenggkok pinggulnya saat berjalan. Seperti memang dilakukan dengan sengaja.
Pasti ia sudah memilik kekasih. Bahkan mungkin banyak.
Dan tidak menutup kemungkinangadis itu adalah, emm?
Simpanan mungkin?
Ia tak bisa berpikiran positif hanya karena menatap penampilan Rima.
Nindy dan Rima memang terlihat lebih akrab dibandingkan dengan perawatan yang satunya.
Bahkan ia pernah melihat Rima mencukur gundul rambut Nindy yang telah semakin botak karena efek dari kemoterapi yang telah ia jalani.
Bukannya bersedih, tapi Nindy terlihat tertawa setelah Rima mengucapkan sesuatu, entah itu apa? Karena ia hanya melihat dari jauh, tak berani mendekat karena ia takkan tahan untuk tidak menangis.
\=\=\=\=\=\=\=\=
Di sebuah Restorant room private.
“Apakah kamu punya pacar?” Dihyan harus memastikan terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh.
“Emmm, maaf pak,” Rima memandang bingung pada Dihyan.
Buat apa seorang Dihyan mengetahui statusnya?
“Jawab saja!” Dihyan masih santai. Meskipun tak bisa dipungkiri ia merasa bingung sendiri tentang pertanyaan yang baru saja ia lontarkan.
Berikut, pertanyaan apalagi yang akan ia ajukan.
“Emmm, tidak ada pak.”
Ya, jawabannya tidak ada. Meskipun tatapan seseorang yang duduk di sebelah Dihyan tak bisa dipungkiri sangat mengganggunya.
Tapi dia harus jawab apa?
Bahkan Reno sendiri tak pernah mengucapkan kata cinta padanya, meskipun telah dihujani dengan banyak perhatian.
Ya saat ini mereka tengah duduk bertiga.
Atau mungkin saja, Dihyan ingin berperan sebagai makcomblang antara dirinya dan
Reno.
“Aku ingin mengajakmu menikah!” Dihyan to the point.
Salah!
Rima salah!
Dihyan tak ingin jadi penghubung antara Rima dan Reno. Tapi malah maju mencalonkan diri.
“Gila,” Satu kata keluar dari mulut Reno, sambil mencibir.
“Ku mohon menikahlah denganku!” Dihyan tak tau apakah ini langkah yang benar atau salah.
Yang ia tahu adalah mengikuti permintaan istrinya berharap agar keadaannya membaik.
“Pernikahan ini hanya sementara. Aku tak kan menyentuhmu dan setelah istriku membaik aku akan menceraikanmu!”
“Maksud kamu apa? Kamu minta Rima buat jadi istri keduamu?” Menghardik. Reno sudah tak mampu mengendalikan dirinya.
“Bukan aku yang mau Ren, tapi ini permintaan Nindy.”
“Kalau aku mah, aku gak mungkin jatuh cinta sama kamu! Kamu bukan tipeku. Pakaian kamu
itu gak banget! Dan juga kalau kamu tau keluarga besarku, kamu pasti akan minder sendiri.” Dihyan masih saja terus memojokkan Rima.
“Kamu menghinanya, tapi kamu minta dia jadi istri kamu? Dasar beg0!” Renopun mulai menyerang Dihyan.
“Maka dari itu, aku gak mungkin menyentuhmu karena aku gak mungkin tertarik sama kamu. Jadi kumohon menikahlah denganku. Dan tolong berikan perawatan yang terbaik pada istriku. Baru setelah itu aku melepaskanmu!”
Permintaan macam apa itu? Nasib pernikahan
yang bergantung pada kesehatan istri pertama. Dan aku huff! Hanya istri ke dua yang siap di ceraikan kapan saja. Dan setelah itu aku akan menjadi JANDA.
Coba saja kau tanyakan pada setiap
perempuan yang kau temui, apa mereka mau jadi janda?
Tentu saja tidak ada wanita yang akan menjadi janda. Dasar lelaki bodoh, egois.
“Maaf pak, saya tidak bisa!”
Bagus Rima, good job! Jangan karena dompetnya jauh lebih tebal dari dompetmu hingga semakin ia bisa berbuat sesukamu.
Kamu bisa dapatkan lelaki kelas apapun suatu saat nanti. Tapi jika kamu sudah jadi janda meskipun belum tersentuh maka mereka akan menjauh darimu. Status sangat mempengaruhi jodoh.
“Saya tau kakakmu Romi, dan saya tau pak Herman ayah kamu!” Dihyan mulai melirik Rima
dengan sinis.
“Sekarang semua keputusan ada ditangan kamu. Kamu mau keluarga kamu bangkit atau hancur? Aku bisa melakukannya dengan sangat mudah?”
“Maksud kamu apa?” Reno semakin berani pada bosnya, terbukti ia baru saja mendorong
dada pria itu dengan sangat keras.
Atau mungkin saja ia sudah lupa jika pria itu adalah bosnya sendiri.
“Jadi untuk ini kamu menyuruhku mencari informasi tentang keluarganya? Aku gak
nyangka kamu sekejam ini?” Reno.
“Apa? Jangan bilang Reno mendekatiku hanya
demi mencari infromasi tentang keluargaku.”
Sialnya Rima telah berani menumbuhkan bibit cinta pada Reno di hatinya yang selalu saja di sirami oleh perhatian dan kasih sayang.
“Aku kira itu cinta!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments