Dokter Jago terlalu semangat sampai melupakan hal lain. Satu, Arif adalah anak rumahan yang tidak tahu dunia luar. Dua, Arif kemungkinan besar dilarang keluar rumah oleh ibunya. Tiga, Arif enggan keluar rumah karena banyak alasan.
Melihat kejadian kemarin, ketika Arif pulang ke rumah dalam kondisi ketakutan dan gemetaran. Pastinya dia baru saja menghadapi sesuatu yang mengerikan di luar sana. Dokter Jago memahami hal ini, manusia rambut putih tidak di terima penduduk.
“Ayo Arif, diluar tidak buruk kok. Dokter Jago berjanji akan melindungi Arif.” Ucapnya sambil memberikan janji kelingkin kepada Arif.
Arif mendongak sebentar dan kembali tertunduk. Dia masih enggan. Alasannya untuk tidak keluar rumah pasti lebih besar dari sekedar rambut putihnya. Dokter Jago kembali mencari hipotesis dalam kepalanya.
Kemungkinan Arif mematuhi perintah ibunya. Iya, pasti itu sebabnya. Kalau dipikir lagi orang yang Arif kenal dekat adalah ibunya. Hal itu pastinya menumbuhkan rasa hormat dan sayang yang tinggi kepada ibunya.
Kemudian ibunya melarang Arif keluar rumah adalah hal wajar, malahan dalam posisi seperti ini tindakan itu adalah yang utama. Dokter Jago lalu memikirkan kemungkinan lain dengan cepat, sementera Arif masih tertunduk di hadapannya.
Tidak ada. Dia yakin itu dikarenakan perintah ibunya.
“Arif.” Dokter Jago menyentuh pundak kiri Arif dengan telapak tangan kanannya. Dia merendahkan badannya hingga pundak keduanya nyaris sama tinggi. Arif sedetik melirik, kemudian kembali membuang muka.
“Apakah ibumu pernah berjanji untuk mengajak keluar rumah?” Tanya Dokter Jago.
Arif kembali ragu menjawab, lidahnya terasa membatu. Dokter Jago sabar menunggu, dia rasa ada sepuluh menit lebih menunggu sebelum Arif membalas dengan anggukan kecil. Dokter Jago kembali tersenyum, dia bisa melihat celah di dalam hati Arif.
Dokter Jago kemudian beralih pada posisi duduk bersilah. Hal itu membuat Arif terkesan lebih tinggi darinya. Selain itu juga karena kakinya terasa pegal. Dokter Jago mendongak untuk menatap wajah Arif yang masih muram.
“Tidak apa-apa Arif.” Dokter Jago mulai berkata sambil mengelus belakang kepala Arif, memberikan sentuhan kasih sayang.
“Saat ini ibumu sedang butuh istirahat, Arif. Jangan paksakan ibumu dengan janjinya. Dia bisa bertambah sakit. Sebab itu, Dokter Jago siap menemanimu keluar. Tidak perlu takut. Cukup melangkah dengan hati-hati, kau pasti tidak akan apa-apa.” Ucapan Dokter Jago sangat lembut di telinga Arif.
“Tapi di luar ada banyak orang jahat.” Balas Arif dengan tergesa dan setengah berteriak, dia lantas membuang wajah kembali. Dokter Jago sedikit terkejut terhadap reaksi Arif yang tiba-tiba.
Itu menandakan Arif sudah menaruh dinding besar diantaranya dan masyarakat. Arif ditolok maka dia pun ikut menolak, dan hal ini tentunya menjadikannya anti untuk keluar rumah. Astaga, ini menjadi merepotkan sekali.
Namun Dokter Jago merasa tertang terhadap hal ini, dia akan tetap membawa Arif keluar sebelum penyakitnya ini naik ketingkat trauma. Kalau sudah demikian, bertambah rumit lagi masalahnya.
“Tidak ada orang jahat di luar sana, Arif. Kalau ada katakan saja pada dokter.” Arif tidak merespon apapun. Dia diam, lebih lama dari sebelumnya.
Dokter Jago mendekatkan wajahnya pada wajahnya Arif yang muram dan tertunduk. Dokter Jago lagi-lagi memberinya senyum bersemangat. Melihat itu, Arif membuang wajahnya lagi. Dokter Jago tidak menyerah.
“Apakah Arif pernah melihat gunung di langit?” Ucap dokter. Arif belum bereaksi.
“Atau naga biru?” Maksudnya sungai.
Arif mendengar kata baru, apa itu naga? Dia mendongak dengan wajah yang lebih baik, ada jejak penasaran disana. Arif berhasil terpikat. Anak-anak memang selalu ingin tahu bukan.
“Atau mungkin rakasasa batu yang tertidur selama ribuan tahun?” Dokter Jago menambahkan. Dari pertanyaan sebelumnya, Dokter Jago merasa Arif menyukai hal-hal berbau dongeng dan fantasi, tebakannya benar.
Sejenak raut wajah Arif santai. Nampaknya ia mulai melupakan beban-beban dikepalanya. Tapi ekspresi masih tetap sulit dibaca. Anak ini benar-benar membingungkan.
“Hei Arif, inginkan melihat raksasa batu?” Dokter Jago kembali menawarkan.
Lagi-lagi Arif kebingungan menjawab, dia diliputi keraguan. Dokter Jago segera memberinya berbagai sugesti yang secara tidak sadar berhasil menekan keraguannya dan rasa takutnya untuk keluar. Itu tidak sebentar dan tentunya sulit.
Pemilihan kata, penyampaian yang menyenangkan, membuat Arif penasaran, dan bisa memekarkan senyumnya itu. Memotivasi Arif cukup untuk membuat berkeringat. Dokter Jago senang dengan hasilnya, dua jam penuh dia berusaha menangani Arif dan hasilnya bisa langsung terlihat. Lebih cepat dari dugaan. Dokter Jago bisa menilainya dari nada suara dan tindak-tanduk Arif yang tidak sekaku sebelumnya.
“Baiklah, ayo kita keluar sekarang.” Seru Dokter Jago bersemangat.
Tanpa memberitahu, dia segera memberi kejutan berikutnya. Tubuh Arif diangkat dan ia letakkan diatas pundak. Arif yang tidak diberi kesempatan untuk ancang-ancang tentunya kaget. Setelah duduk pun dia merengek minta turun, eksprsinya lucu sekali. Pencampuran antara kagum, takut, dan senang.
Dokter Jago segera membawa Arif menuju di depan pintu. Dengan membawanya begini akan membuat Arif tidak punya kesempatan untuk berbalik dan menolak.
Di depan pintu kayu ini Dokter Jago berhenti. “Perhatikan Arif.” Nada bicara dokter sedikit serius.
Arif yang sudah terlepas dari beban-beban pikiran bisa mendengarkan kalimat demi kalimat Dokter Jago dengan lebih baik.
“Dibalik pintu ini kau akan melihat dunia yang indah. Naga biru dan raksasa batu yang kau kagumi ada disana. Mereka pasti senang mengetahui kehadiranmu.” Dokter Jago meneruskan kalimatnya. Arif yang duduk di atas pundak dokter merasa seakan ada angin kencang berhembus di wajahnya.
Setelah sekian lama, akhirnya Arif menyadari ini adalah pertama kalinya dirinya mengutarakan keinginan pribadi kepada selain ibunya dan Bibi Nilam. Arif tidak lagi menilai Dokter Jago sebagai orang asing.
Dokter Jago membuka pintu, mempersilahkan cahaya mentari masuk dan Arif menutup matanya, ketakutanya kembali. Dokter Jago yang menyadari hal itu berkata, “Bukalah matamu Arif.” Perlahan ia membuka matanya yang terasa berat.
Mata Arif terbuka lebar-lebar. Dunia ini terlihat tidak jauh beda dengan sehari yang lalu. Semuanya sama, letak pohon, tanah, pemandangannya. Namun kali ini Arif datang dengan hati yang berbeda. Arif tidak bisa berkedip.
Dokter Jago melirik pada Arif. Anak ini menikmatinya, menyukainya. Baiklah saatnya masuk ke sesi berikutnya. Tanpa aba-abap Dokter Jago melangkah kedepan. Arif yang sedang melamun menjadi terkaget. Dia sempat berteriak dan memeluk dahi dokter erat-erat.
Dokter Jago membawa Arif kebelakang rumah. Selama perjalana dokter berusaha untuk membuat Arif terus menjawab pertanyaan. Dia ingin agar Arif bisa meningkatkan kemampuan bersosialnya, membuat lidahnya lebih lemas pada siapa saja.
Dokter Jago membawa Arfi di atas pundaknnya kebelakang rumah. Melewati ladang milik ibu-bapaknya dan memasuki hutan yang lumayan lebat. Ini adalah jalan dilalui Dokter Jago untuk kesini sehingga dia cukup hafal. Ada sesuatu yang ingin dia tunjukan.
“Kita mau kemana?” Tanya Arif mendekatkan kepalanya kepada kepala Dokter Jago.
Dokter Jago membalas dengan senyum, “Tempat kita akan bermain. Tempat yang sangat indah.”
Disamping keduanya, terlihat suang yang berair jernih. Sungai yang dangkal, ditepiannya terlihat dasar sungai yang berbatu. Alirannya tenang dan menenankan. Terlihat burung-burung yang menari indah di atas sungai. Burung-burung itu berburu serangga sungai. Arif tidak bisa mengalihkan pandangan dari sungai tersebut.
“Inilah naga biru. Pusat kehidupan berputar.”
Pepohonan berdaun lebat keduanya. Jalanan yang semula mudah, mulai menjadi sukar. Hutan semakin lebat, jalanan menanjak, akar-akar pohon menjalar kemana-mana. Alas hutan ini dipenuhi semak-semak dan daun-daun yang gugur. Terlihat kadal yang berlari menjauh dari kedunya.
Di langit-langit terdengar kicau burung yang menghibur telinga. Arif menutup mata, mencoba menikmati dan terbang dalam nyanyian burung-burung tersebut. “Itu adalah kicau burung. Suara mereka indah kan.” Arif mengangguk kegirangan.
Keduanya meneruskan perjalanan sampai tanah yang menanjak itu berhenti pada suatu tanah terbuka. Dokter Jago meraih pinggang Arif, menurunkannya. Wajah Arif mematung, pemandangan di hadapannya berhasil menyihirnya.
Hari itu langit cerah, awan-awan putih memenuhi samudra angkasa. Cahaya mentari yang menuju sore terasa hangat di kulit. Arif sudah membiasakan dirinya terhadap sinar matahari tersebut. Arif masih mematung di tempatnya.
Dari ketinggian ini, Arif bisa melihat hutan yang terbentang begitu luas dihadapannya. Sebuah lautan daun yang penuh kedamaian. Angin memainkan rambut putihnya, mengelus pipi, dan mendapati matanya berkaca-kaca oleh aura kesyukuran.
Dokter Jago duduk di sebelah Arif, biarlah Arif menikmati ini terlebih dahulu.
“Dokter, dokter, apa itu?” Arif berseru penasaran seakan itu bukan dirinya. Jari telunjuk menunjuk sebuah gunung yang berada di ujung cakrawala. Gunung besar yang berdiri agung di tempatnya.
“Apakah itu raksasa batu?” Arif menambahkan dengan antusias. Wajahnya penuh, jelas sekali dia ingin cepat-cepat tahu.
“Benar itulah raksasa batu. Sekarang dia sedang tidur. Jadi jangan diganggu ya.” Jawan Dokter Jago senang. Berkembangan Arif begitu cepat disini.
“Kalau yang itu?” Arif menunjuk sisi yang lain. Telunjuknya terarah pada deret perbukitan yang dipenuhi pohon-pohon hijau. Dokter Jago membuka matanya lebar-lebar, melihat Arif begitu antusias menujuk deretan perbukitan membuatnya teringat pada masa kecilnya, juga sebuah kisah.
“Itu namanya perbukitan Arif.”
“Perbukitan?” Raut Arif masih bertanya-tanya. Dokter Jago memperhatikan ekspresi anak itu.
“Tanah yang lebih tinggi dan tempat pohon-pohon tumbuh. Seperti tanah di bawah kita ini. Ada kisah tentang perbukitan, ingin dengar?” Arif langsung mengangguk dengan semangat.
“Arif suka cerita.” Seru Arif bersemangat. Dokter Jago menatap perbukitan tersebut, lantas bercerita.
“Perbukitan termasuk dalam enam Dewa Alam atau disebut Petapa Agung.”
Arif memiringkan kepalanya, kebingungan. Dewa, apa itu? Sejenis permainan? Lalu apa itu Petapa Agung? Seseorang yang kerjanya duduk-duduk manis? Arif memilih tidak bertanya dan mendengarkan cerita Dokter Jago sampai habis.
“Mereka mendapat tugas dari Tuhan Yang Maha Tunggal untuk menjaga keseimbangan alam, Arif. Dewa Naga bukit adalah salah satunya. Dia bertugas mengikat negeri ini dengan tubuhnya agar tidak tercerai berai. Perbukitan itu adalah punggungnya. Sangat hebat ya.”
Dewa, mengikat agar tidak tercerai-berai, perbukitan adalah punggungnya. Arif belum bisa mencerna semua itu. Kepalanya belum bisa melepaskan imajinasi menuju negeri fantasi.
Kini pandangan Arif hanya tertuju pada perbukitan tersebut. Terlepas dari ketidakpahamannya terhadap cerita Dokter Jago, Arif yakin. Pastinya hal yang baru di dengarnya sangatlah luar biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Yan Jorelat
teu rame
2021-04-19
0
Li Na
next
2020-06-12
0
PADISTRIA
neXt
2020-05-09
0