IBLIS PUTIH
Seorang gadis cilik yang terlahir dengan rambut putih. Perbedaan yang sangat mencolok di masyarakat melahirkan dugaan dan prasangka yang tidak pernah benar. Orang-orang pun mengucilkannya, membuang, dan tidak pernah menganggapnya manusia.
Rambut putih melambangkan musibah, penyakit, dan derita. Itulah sudut pandang yang orang-orang miliki. Gadis cilik itu pun menangis keras dibalik pohon namun tiada yang mau peduli. Mengharap simpati, masyarakat malah membentaknya pergi. Sungguh malam nasibnya.
Dia ingin teman dan sahabat, dia ingin menjadi anak-anak normal. Sayangnya masyarakat tidak menghendaki demikian. Mereka terus melempar caci maki, sampa, buah, dan sayur busuk kepada tubuh gadis yang tiada tahu dimana dia bersalah.
Tumbuh dibawah tekanan seperti itu adalah hal yang berat. Seiring bertambahnya umur, bertambah pula gadis berambut putih itu sakit-sakit. Bertambah pula masyarakat yang beranggapan wabah penyakit akan datang.
Masyarakat pun beramai-ramain ke rumahnya pada malam hari. Menggenggam obor menyala di tangan, bersiap melemparkannya pada rumah yang lebih layak disebut gubuk tersebut. Di rumah itulah si gadis berambut putih terbaring sakit.
Tinggal sedikit lagi sebelum si jago merah dinyalakan, seseorang memberanikan diri memanggil. Masyarakat melirik kepadanya dengan tatapan tidak suka. Beberapa bahkan mengecamnya karena tindakannya mengganggu kegiatan ini.
Dihadapan mereka terlihat sebuah rombongan kecil, sebelas orang yang menunggang kuda bermuatan banyak. Pakaian mereka nampak asing, hal itu langsung memberitahu bahwa mereka adalah pengembara. Lelaki yang sebelumnya memanggil turun dari kudanya, mendekat pada masyarakat dan mengetakan bahwa semua ini sudah kelewatan.
Masyarakat marah, langsung mencacinya dengan umpatan tidak layak dan menyebutnya bersekongkol dengan gadis berambut putih. Kacau, panas, musyawarah tidak mungkin dilakukan, dan betrok akan segera terjadi. Kondisi yang kian tidak stabil itu memaksa sepuluh orang lain turun dari kudanya.
Mereka menarik bilah pedang masing-masing, mengacungkan pada puluhan lelaki dihadapannya dengan wajah mengancam. Masyarakat seketika ciut nyalinya, pada akhirnya mereka memilih menurut pada sebelas orang dihadapannya. Mereka semua pulang tanpa bisa membakar gadis berambut putih.
Habis massa yang akan bertindak ekstrim itu, lelaki yang pertama menyeru segera mendekat ke rumah sederhana tersebut. Dia mengetuk beberapa kali dan mengucapkan salam. Tidak ada balasan, hening, hanya suara hewan malam yang terdengar disana.
Lama menunggu membuat sebelah orang itu merasa aneh. Mereka tidak mungkin salah memasuki rumah, ini pasti rumah si gadis berambut putih tersebut. Pintu rumah pun coba dibukan, tidak terkunci. Tiga orang masuk kedalamnya.
Ketiga kaget mendapati si gadis terbaring lemah ditengah ruang. Beralaskan tanah dengan selimut kain yang sangat tipis. Suhu tubuhnya tinggi dan dia tidak sadarkan diri. Cepat-cepat sebelas orang itu bertindak.
Menyiapkan kompres, air hangat, dan racikan obat yang telah di buat. Malam itu, sebelas pengembara tersebut memutuskan menetap disana sementara.
Sementara berarti enam tahun mereka tinggal disana. Selama empat tahun itu mereka memberikan penyuluhan pada masyarakat yang fanatik terhadap ajaran leluhur, rambut putih tidak ada hubungannya dengan kesialan atau penyakit.
Namun bukannya dibalas baik, mereka dibalas dengan lemparan kotoran dan buah-buahan busuk. Sebelas pengembara itu tidak menyerah, mereka terus menyebarkan kebenaran sekaligus ilmu kepada masyarakat.
Perlahan-lahan tumbuhlah rasa hormat yang besar kepada mereka. Tetap ada pihak yang membenci, tetapi lewat kasih sayang dan keramahan di setiap senyum, mereka tawarkan ilmu-ilmu untuk menghapus kebodohan yang diwariskan para leluhur.
Lambat laun, enam tahun itu menjadikan perubahan besar bagi warga desa. Sebagian dari mereka bahkan ada yang mulai menunjukkan pertemanan pada gadis berambut putih meski sembunyi-sembunyi. Sadar atau tidak, si gadis berambut putih tetap senang dengan perubahan ini Dunia terlihat lebih indah.
Enam tahun terlewati dan sebelas pengembara itu harus melanjutkan perjalanan. Salah seorang dari mereka memilih tinggal bersama si gadis berambut putih. Bukan hanya itu, dia juga memutuskan untuk menjadikan si gadis berambut putih pendamping hidupnya.
Si gadis berambut putih terlihat berseri-seri sekaligus sangat gugup, dia tidak pernah menyangkan ada kejutan itu. Ia merasa itu adalah hari terbaik dalam hidupnya. Pernikahan pun dilangsungkan, orang-orang berbahagia, orang-orang mengucapkan selamat, namun tidak semuanya.
Masih ada pihak yang tidak mensetujui keberadaan gadis berambut putih tersebut. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk membalas. Selanjutnya, mereka tidak akan main-main.
@@@
Itu adalah malam yang begitu berat bagi perempuan berambut putih. Setelah dua tahun membentuk rumah tangga akhirnya perjuangannya mencapai klimaks. Malam itu, malam yang beraingin kencang. Di dalam ruangan yang dulunya adalah tempat yang terbaring demam, si perempuan berambut putih sedang berusaha melahirkan putranya.
Suaminya entah dimana sekarang. Dua hari yang lalu dia pergi ke tempat ibadahnya. Dia dan sepuluh orang lain memang orang yang taat beragama. Dia punya tempat ibadah sendiri di tempat sunyi. Dia berkata bahwa ingin berdoa kepada Tuhan.
Namun entah kenapa dia belum pulang sampai detik ini. Si perempuan berambut putih pun terpaksa melahirkan tanpa kehadiran sosok suami disampingnya. Ini adalah momen terberat dalam hidup, berjuang hidup-mati tanpa sosok penguat disamping.
Si perempuan berambut putih tidak berpikit demikian. Meskipun di dalam ruangannya hanya ada dua bidan dan dua sahabatnya, dia tetap merasa suaminya sedang berada disampingnya. Menggenggam erat tangannya dengan lembut dan membisikkan semangat.
Perjuangan yang melelahkan itu berlangsung sangat lama, disela-sela perjuangan itu dia berdoa untuk keselamatan putranya. Doa yanga pastinya dikabulkan Tuhan Yang Maha Mendengar.
Penghujung perjuangan itu tercapai ketika suara tangis terdengar. Wajah perempuan berambut putih itu penuh keringat, air mata kesyukuran meleleh, jejak-jejak perjuangannya nampak jelas sekali.
Seorang bayi laki-laki, bayi yang sehat. Dia memiliki tanda lahir berucap bercak dibahu kanan. Salah satu bidan mengambil kain lembut kemudian membalut bayi mungil tersebut. Si bidan lantas mendekatkan bayi menggemaskan itu ke wajah ibunya. Perempuan berambut putih itu tersenyum lebar.
“Arif.” Ucapnya. Itulah nama yang diberikan pada bayi laki-laki mungil tersebut. Malam itu seperti keajaiban baru turun kepadanya.
“Terimakasih, Tuhan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Maulana Malik Ibrahim
baru pertama liat tapi udh cukup tertarik sih. pengetikannya juga rapih. mantap deh
2021-04-26
0
Widya
Semangat berkarya! Jangan lupa perbaiki terus tulisannya. Ada beberapa yang masih typo
2020-06-22
1
Li Na
mampiir thor
2020-06-10
0