Dokter Jago punya pribadi yang halus dan lembut. Dia murah senyum dan dedikasinya dalam dunia kedokteran sangat besar. Kadang Dokter Jago merasa bahwa hidupnya untuk orang, menolong, menyelamatkan, dan menjadi bermanfaat.
Sejak remaja Dokter Jago dilatih dengan banyak peristiwa. Beliau lahir di lingkungan yang sangat baik dengan pertumbuhannya, keluarganya baik, teman-temannya baik. Beliau hidup dengan bangga sebagai seorang dokter.
Dan kali ini, pasien paling spesial hadir dalam kehidupannya. Arif, keturunan manusia berambut putih. Dokter Jago bertekad untuk menciptakan dunia yang indah untuknya. Dokter Jago selalu menganggap hal ini adalah tugas dan kewajiban. Maka tidaklah aneh bilamana beliau bertindak sebagai bapak untuk Arif.
Di dalam rumah sederhana itu, Hanah masih terbaring tanpa kesadaran. Kondisi tidak memburuk, juga tidak membaik, konstan. Selama berbulan-bulan ini Hanah tidak menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Menurut Dokter Jago, koma Hanah akan lebih panjang lagi.
Dokter Jago, lelaki tinggi itu terlihat di pojokan ruangan, di dalam rumah Arif. Dia sedang disibukan dengan meracik pesanan obat. Jemarinya terampil dalam membuat pesanan obat, menghancurkan, menakar, dan mencampur bahan.
Bahan-bahan yang ia gunakan adalah berupa dedaunan, akar kering, ranting dari tanaman khusus, beberapa dari jenis biji-bijian, dan kulit buah tertentu. Ini adalah kegiatan biasa baginya, tidak sulit atau rumit, hanya dalam beberapa kasus saja.
Setelah racikan selesai, Dokter Jago segera membungkusnya dengan daun yang cukup lebar dan diikat diempat sisi agar daun tersebut membungkus sempurna. Beliau kemudian membuka tas kayunya kembali, mengambil beberapa lembaran papirus dan sebuah kotak kayu kecil.
Lembaran papirus itu kusam dan terlipat-lipat. Dokter membukanya dengan hati-hati dan memperhatikan tulisan di dalamnya. Disana tertulis daftar nama-nama pasiennya selama sepuluh tahun terakhir juga obat-obat yang diperlukan.
Kotat kayu kecil itu berisi sebuah batangan hitam. Batangan hitam tersebut adalah bahan dasar tinta untuk menulis dan menandai pesanan yang sudah dia selesaikan. Dokter Jago lantas mematahkan sedikit batangan hitam tersebut, melumatnya dan mencampurnya dengan air. Tinta pun di dapatkan.
Telunjuknya dicelupkan kedalamnya lalu menandai pesana-pesanan yang sudah dia buat dalam lembaran papirus tersebut. Dokter memperhatikan lembaran itu lagi, memeriksa kalau-kalau dulu ada yang terlewat. Baris demi baris tulisan yang kecil dia sapu dengan mata. Bagus, tidak ada. Batinnya.
Seraya menunggu kering, Dokter Jago beranjak ke belakang rumah. Disana Arif dan Melati berada. Keduanya terlihat berkeringat dan sangat senang. Melati sedang menggelitiki Arif, membuat anak itu berteriak-terika minta berhenti. Tentunya Melati tidak mengidahkannya.
Arif tidak mau kalah, dia melompat keluar dari jangkauan Melati. Kemudian dia berlari kebelakang dan bergantian menggelitikinya dari belakang. “Ini balasanku.” Teriak Arif. Melati pun terpingkal-pingkal dan meminta berhenti. Itu tidak akan terjadi.
“Permainan baru ya, sepertinya menyenangkan.” Dokter Jago hadir dari ujung pintu. Berjalan mendekat pada keduanya yang asik balas membalas gelitik.
Demi melihat kedatangan dokter, kedua berhenti dan tersenyum-senyum dihadapannya. “Kami saling menggelitiki.” Ucap Arif bersemangat. Dia tersenyum sampai giginya terlihat. Dokter Jago berjongkok dihapannya.
Dokter Jago kemudian menatap Melati yang sedang membersihkan rok panjangnya. Karena keasikan bermain dengan Arif membuat roknya penuh tanah dan debu, Melati menepuk-nepuknya. Merasa diperhatikan, Melati memberikan senyum.
Langit sedang cerah lagi. Biru indah bagai samudra. Burung-burung terbang indah disana, membentuk formasi yang menawan. Dokter Jago melintangkan senyumnya lagi, tidak tahu untuk yang keberapa kali. Dia selalu tersenyum untuk Arif dan semua orang.
Kali ini, hari ini. Ada sesuatu yang ingin disampaikannya kepada Arif. Menyelesaikan percakapan ringan, dokter meminta keduanya merapat padanya. Senyum dokter sedikit layu. Hal itu mengundang perasaan tidak enak dalam diri Arif.
Arif dan Melati duduk bersilah menghadap Dokter jago, sementara hati kedunya mulai terisi dengan penasaran.
“Bagaimana, memulainya.” Dokter Jago ragu mengucapkan kalimat. Hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Arif semakin curiga.
Dokter menghembuskan nafas panjang dan membetulkan kalimatnya kembali. Berat sekali menyampaikannya tapi bagaimanapun juga Arif dan Melati harus tahu.
“Langsung saja ya.” Dokter Jago menghembuskan nafasnya kembali. “Maaf, untuk selanjutnya dokter tidak bisa berkunjung dalam waktu yang lama.” Wajah Dokter Jago sedikit tertunduk, beliau nampak tidak menyukai kalimatnya barusan.
Siang yang cerah itu terasa mendung di hati Arif. Dia tidak pernah memikirkan Dokter Jago akan mengatakan kalimat tersebut, bahkan sebelum itu terjadi Arif bisa merasakan kesendirian yang akan menghantuinya. “Apakah dokter akan berkunjung lagi.” Arfi reflek bertanya, dia nyaris melompat kedepan.
Dokter Jago tidak terkejut dengan reaksi Arif. Itu normal. Dia anak yang kesepian, masih terlalu hijau menjejaki dunia luar. Megetahui salah satu orang akan pergi dari hidupnya pasti memberikan beban bantin yang berat. Karena Arif hanya mengenal sedikit orang, pasti dia sangat menghargai mereka. Apalagi terhadap Dokter Jago. Hati benar-benar sakit.
Dokter Jago pun sama halnya. Rasanya tidak tega meninggalkannya.
Melati menyadari kesedihan diantara keduanya. Pastinya dia tidak bisa diam. Umurnya sekarang sembilan belas, seharusnya dia bisa menjadi seorang kakak yang baik bagi Arif. Melati menarik nafas kuat-kuat, menyiapkan kata-kata terbaiknya.
“Tidak apa-apa dokter. Dokter pasti punya perkara yang tidak mungkin ditinggalkan. Kami bisa memahaminya. Ya kan Arif.” Kata Melati. Dia menyikut Arif yang masih tertunduk sedih.
“Dokter lakukan saja yang sudah menjadi kewajiban dokter. Kami berdua bisa menjaga diri, tapi berjanjilah untuk berkunjung lagi.” Melati menegakkan kelingkingnya. Sebuah janji kelingkin.
Melihat tindakan Melati, Dokter Jago merasa lebih nyaman. Dia tentunya tahu Melati melakukan itu untuknya. Dokter lantas melakukan janji jari kelingking kepada Melati dan Arif. Arif terlihat sangat lesuh ketika melakukannya, seakan tenaganya sudah terkuras banyak.
Sekali lagi, Dokter Jago kehilangan senyumnya. Ibunya belum bangun, anak ini bisa kehilangan arah kapan saja. Hanya ada Melati yang menjaga, dia tidak bisa memikirkan kemungkinan baik selain itu. Sementar yang menunggu dihapan anak berambut putih ini adalah masyarakat yang menolaknya dengan biadap.
“Dokter!” Melati berteriak kencang, mengejutkan dokter bahkan juga Arif.
“Tuntaskan tanggung jawab dokter tanpa beban. Jangan biarkan rasa bersalah dokter menghambat. Kami pun yang disini berjanji akan selalu menjaga diri, jadi dokter tidak perlu mencemaskan kami.” Ucap Melati bersemangat, kalimatnya seakan bisa berkobar.
“Dan untukmu, Arif. Kakak berjanji akan sesering mungkin mendatangimu. Permainan apa yang kau inginkan? Petak umpet, lempar tangkap bola, menjelajah, menggamabar di tanah, mengayam, kakak pasti menemanimu.” Seru Melati sempari membuka matanya lebar-lebar kepada Arif. Dia menepuk kedua pundak anak itu dengan bersemangat, menyalurkan energi positif padanya.
Perlahan-lahan walau tidak menyeluruh, kesedihannya menyurut, tergantikan anggukan setuju. Dokter Jago merasa lebih baik sekarang. Dia bisa pergi dari sini tanpa beban.
Dokter lantas menatap Melati beberapa saat. Pemudi melakukan hal luar biasa. Sepanjang memperhatikannya, Melati memiliki pontensi memimpin. Kharismanya terpancar di setiap kata yang dia keluarkan, membuat siapa saja yang mendengar bisa memahami dan percaya padanya. Terimakasih, Melati.
Ketiga berpisah di halaman depan rumah. Dokter melambaikan tangan tinggi sambil menyerukan untuk tetap menjaga kesehatan dan janjinya untuk berkunjung kembali. Arif dan Melati teras rumah juga melambaikan tangan seraya meneriaki. “Janji ya!”
@@@
Tinggal tanpa kehadiran Dokter Jago adalah salah satu mimpi buruk Arif sejak dua tahun yang lalu. Melati tetap berkunjung, bahkan lebih sering.
Namun, akhir-akhir ini semua hal menjadi sangat berbeda. Ibu yang tidak bangun-bangun, terus menutup mata tentunya mengudang berat di hati. Melati juga tiba-tiba jarang berkunjung ke rumah Arif. Hubungannya dengan Arif sudah diketahui penduduk.
Arif merasa kesepian, tiap harinya penuh dengan kesendirian. Kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan memenuhi hari-harinya. Kehidupan dimana dirinya tergeletak sendirian di tengah padang rumbut membosankan.
Demi mengubah rasa itu, Arif pun mengambil keputusan nekat. Dia berusaha membaur dengan masyarakat. Menjadi bagian dari masyarakat.
Entah darimana ide gila itu berasal. Mungkin pemikiran yang diwariskan dari Hanah. Dia dulu pun sempat berpikir untuk menyatu dengan masyarakat, hal paling mengerikan yang pernah dia lakukan semasa hidupnya. Hal itulah yang nyaris menghantarkan Hanah kepada gantung diri.
Sementara Arif tanpa pengetahuan dan pengalaman apapun mencoba. Kalian penasaran apa yang terjadi dengannya?
Arif tidak bisa menghadapi itu semua. Kebencian dan dendamnya tumbuh lebih cepat dan berkali-kali berhasil menguasai diri. Arif gelap mata, akal sehatnya nyaris hilang, dan jalan cahayanya lenyap. Empat tahun penuh dia menerima caci maki dan hinaan yang terlahir dari tekadnya sendiri. Ironis sekali.
Lebih lagi, itu semua terjadi hanya karena rambut dan tanda lahirnya yang tidak biasa. Memangnya rambut putih dan tanda lahir yang mengular di lengan dan leher bisa mengundang bala? Setiap kali memikirkan itu, dia ingin sekali ******* kumpulan manusia bernama masyarakat.
Segenap rasa sakit tersebut mengubahnya menjadi pribadi yang sanggup untuk melepaskan tinju dan tendangan kepada orang-orang tak berdosa. Atas dasar banyaknya tindak kekerasan yang dia lakukan, masyarakat menjatuhkan julukan baru untuknya. Anak Iblis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Li Na
up
up
2020-06-12
0
PADISTRIA
NExT
2020-05-09
0