15. Mengabu

“Bersiaplah dengan kemungkinan terburuk.” Rasanya kalimat itu menjadi nyata dihapannya Arif. Di pusat kegelapan malam, berkobarlah sang jago merah

Arif mematung, tubuhnya mendadak kaku dengan mulut mengaga. Separuhnya nyawanya terasa hilang karena pemandangan dihadapannya.

Orang-orang bersuka ria di depan sana, bangga. Mereka seakan baru saja melakukan prestasi tertinggi. Wajah-wajah yang merasa tak berdosa itu baru saja melempar obor-obor menyala kearah rumah yang sudah disiram minyak. Siapa pagi kalau bukan rumah Arif.

Asap hitam mengepul tinggi dan pekat. Suara kayu-kayu yang runtuh terlalap api terdengar. Sebentar lagi rumah itu akan menyatu dengan tanah, menjadi abu gelap.

“Ibu? Bagaimana dengan ibu?” Tubuh Arif mendadak bergetar hebat.

Arif segera berlari secepat mungkin kedepan. Ditembusnya kerumunan orang-orang gila itu. Dengan kedua lengan yang melindungi wajah, Arif langsung masuk kedalam kobaran yang menyala. Pintu pun langsung di dobrak paksa.

Kondisi di dalam mengerikan, semuanya terbakar. Disemua sisi hanya ada api yang menyala-nyala dan kepulan asap hitam pekat yang menyakiti mata dan hidung. Arif tidak menghiraukan api yang melalap pakaiannya. Pandangannya hanya terfokus pada satu hal, ibunya.

Manusia mulia itu, yang melahirkan dan membesarkannya dengan penuh cinta kasih. Berakhir dalam selimut api yang ganas. Tidak! Ini belum berakhir!

Arif segera meraih ibu yang sekujur tubuhnya penuh dengan api. Kedua lengan dan dada Arif sangat perih karena api di tubuh ibunya mulai menjalar ketubuhnya. Tidak apa-apa, ini bukan masalah. Asalkan ibu selamat.

Arif meringis menanhan perih di sekujur tubuh. Pakaiannya terbakar, asap tebal telah memenuhi mata dan hidup. Rasanya perih sekali. Arif batuk-batuk beberapa kali sampai ibunya terjatuh dari kedua lengannya. Arif berusaha bertahan, rasa sakit ini bukan apa-apa!

Kedua tangannya segera maraih ibunya. Arif mengangkatnya dan segera berlari lewat pintu belakang. Menembus kerumunan orang tanpa peduli cemooh apapun yang mereka berikan.

Tidak cuma itu. Anak berusia tiga belas tahun ini dilempari obor menyala hingga salah satunya tepat mengenai punggung. Itu sakit sekali, perih sekali, nyaris membuat Arif terjatuh tersungkur kedepan dan jasad ibunya terlepas lagi darinya. Arif tidak mempedulikan rasa sakitnya. Dia tetap menggendong ibunya yang terbalut api menuju sang naga biru.

Arif langsung menceburkan diri bersama ibunya. Setelah cukup lama berendan disana, Arif naik kepermukaan dengan tubuh basah kuyup. Sebagian pakaiannya hangus terlalap api, tidak layak lagi untuk dipakai. Sekujur tubuhnya meninggalkan jejak-jejak api.

Perih, sangat perih. Bergerak sedikit saja rasanya membuat menangis, apalagi saat bekas api tubuhnya menyatu dengan air tadi, rasa perihnya seakan berubah menjadi pedang yang ditusukkan lebih kuat ke tubuhnya. Nafas tidak beraturan, jantungnya bahkan serasa mau melompat dari mulut. Rasa perih ini sangat menyiksa.

Kondisi Arif jauh lebih baik daripada Hanah. Ibunya itu, entah kini masih ada atau tidak. Tubuhnya sudah menghitam layaknya arang. Namun Arif tidak akan pernah mau mempercayai ibunya telah pergi.

Ibu masih hidup!

Arif menatap jasad ibunya yang sejak enam tahun ini tidak pernah bergerak apalagi memanggil namanya. Arif merasa gagal sebagai anak. Aku tidak bisa melindungi ibu. Pikirnya dengan wajah tertunduk sedih. Air mata pun meleleh disana, menjadi tangisan keras diantara pepohonan hutan yang tinggi. Malam itu adalah malam paling menyedihkan dalam hidupnya.

@@@

Biarpun tidak ada satu pun tanda bahwa ibunya akan bangun, Arif tetap menggendong beliau. Arif membawa ibunya menembus hutan di pagi harinya. Tanpa alis kaki, dengan pakaian compang-camping karena terlalap api. Kondisinya tidak beda jauh dengan gelandangan.

Tubuhnya penuh rasa perih, setiap kali melangkahkan kaki, telapak kakinya terasa menginjak lautan paku. Perutnya juga sudah berbunyi sejak empat jam lalu, lapar sekali. Dibelakangnya ibunya terlelap, mungkin selamanya. Arif menggelengkan kepala berusaha memikirkan hal yang menyenangkan. Tidak bisa.

Arif terus menggendong ibunya menyusur hutan. Melangkah dengan hati-hati untuk mengurangi rasa sakit di telapak kaki. Keringat mengucur deras dan rasa sakitnya bertambah-tambah.

Rasa sakit yang tak terhankan. Membuat Arif selalu ingin berhenti. Di lain sisi dia dipaksa oleh motivasinya untuk menyembuhkan ibunya, hal itu membuat Arif tidak bisa berhenti. Arif terus melangkah meskipun menyakitkan. Berhari-hari, tanpa makan, tanpa teman, dan tanpa arah.

Arif ingin bertemu dokter. Disaat-saat inilah pertolongan beliau sangat diperlukan. Namun, dimana beliau tinggal dan kemana arah yang menuju rumah beliau? Arif tidak tahu jawabannya. Setiap langkahnya mengikuti seruan hati. Dia hanya mengandalkan keyakinan. Dungu sekali.

Tapi, apa pilihan selian kedunguan itu. Arif hanya bisa menggerakkan kakinya, selebihnya apa yang dia bisa? Terus melangkah tanpa menghadap ke belakang adalah pilihan terbaik.

Perjuangan melelahkan yang dilumuri air mata dan darah itu segera menuju akhirnya. Tubuh Arif terlalu lelah untuk melanjutkannya. Berhari-hari tidak makan kecuali dedaunan tidak akan pernah mengenyangkan.

Arif terjatuh menyandar pohon tinggi. Hutan sudah berganti, ia memasuki wilayah yang tak dikenali. Arif menatap sekitar, cahaya sore menembus celah antar batang dan daun-daun. Suara kicau burung bersautan di atas kepala. Arif mendongak, berharap ada pemandangan yang paling tidak bisa sedikit menghiburnya.

Rasa-rasanya kedua kaki mau lepas. Rasa perih disekujur tubuh sudah berkurang banyak, tergantikan dengan rasa lelah tiada berujung. Ini adalah yang paling melelahkan. Semenjak beberapa waktu yang lalu, Arif memaksakan langkah dan menepis kantuk.

Matanya sangat berat. Arif beberapa kali nyaris hilang kesadaran. Arif sampai mengigit lengannya sendiri agar bisa meneruskan langkah. Dan sekarang, Arif memilih untuk terpejam. Istirahat sebentar.

Arif membuka mata dengan malas. Rasasanya baru tidur beberapa detik saja. Hari sudah pagi, fajar sudah lama terbit. Cahaya mentari pagi menembus dedaunan di langit-langit. Pemandangan yang menawan.

Arif meluruskan tubuhnya, menarik tangan dan kaki. Tubuhnya sangat lelah bahkan lebih lelah daripada kemarin, sangat pegal. Kakinya terasa mematung, kaku. Arif tidak punya tenaga untuk berdiri dan berjalan.

Arfi menarik nafas pelan-pelan, mencoba menikmati suasana ini. Arfi kemudian mengedarkan pandangan. Melihat langit-langit dedaunan, pohon-pohon yang berbaris acak, bermacam tanaman yang ada disana dan ibu hilang!

Ketakutan dan kegelisahan memaksa tubuh untuk mencari. Dipaksa pun tidak mungkin, tubuh Arif langsung ambruk kembali. Lumpuh total. Tulang-tulangnya seakan rontok.

Tubuhnya butuh istirahat lebih. Tanpa diisi kecuali daun-daun dan dipaksa terus melangkah pastinya menjadi beban paling berat bagi fisik. Tapi, tapi, tapi.....

Arif meraung marah, memaksakan diri lebih lagi. Tetap tidak bisa. Tubuhnya telah sampai batasan. Tidak mungkin menggerakannya lebih dari ini, tindakannya dengan memaksakan diri sama saja bunuh diri. Arif tidak mau tahu, yang dia inginkan adalah ibu. Ibu! Ibu!!

Arif tidak bisa berpikir jernih. Posisi ini membuatnya berpikir Hanah menghilang karena peristiwa buruk, Arif tidak bisa memikirkan kemungkinan selain itu. Arif meneriaki panggilan itu berkali-kali, sekeras mungkin. Air mata pun kembali meleleh, membasahi alas hutan yang penuh deduanan

Ibunya tidak pernah kembali. Tidak akan pernah.

Arif sendirian dalam lingkaran keputus asaan dan kegelapan dalam.

Ketika Arif mencoba mendongak, matanya menangkap kejutan lain.

Mata itu berkilau indah, kulitnya putih halus dan memancakan cahaya terang. Ia kenakan pakaian terbaik, bersama dengan hadirnya sorot mata yang tangguh. Sosok wanita itu mulai melangkah anggun, mendekat pada putra semata wayangnya. Dia tidak sendirian, dibelakangnya berbaris orang-orang dengan busana yang seragam.

Arif ternganga dan tidak bisa berkedip.

“Ibu?”

Terpopuler

Comments

Li Na

Li Na

up😍😍

2020-06-12

0

PADISTRIA

PADISTRIA

Kita semua sayang Hanah, Hanah yang malang...

2020-05-10

3

lihat semua
Episodes
1 01. Keajaiban
2 02. Segelas Air Keruh
3 03. Kebun Ketela
4 04 Dosa Hanah
5 05 Dimana Kepedulian Terletak?
6 06 Melati dan Jago
7 07. Bola dari Akar Kering
8 08 Raksasa Batu
9 09 Bermain Petak Umpet
10 10 Bukan Anak Terkutuk
11 11. Anak Iblis
12 12 Anak Iblis II
13 13 Anak Iblis III
14 14. Di bawah Malam Purnama
15 15. Mengabu
16 16 Keping Harapan
17 17 Manusia Rambut Puith
18 18 Menjadi Adik
19 19 Apa itu Sahabat?
20 20 Kebangkitan Dewa Langit
21 21 Kesalahan
22 22 Cara Mendapat Sahabat
23 23 Cara Mendapat Sahabat II
24 24 Cara Mendapat Sahabat III
25 25 Waktunya Terjun ke Lapangan
26 26 Sheiny
27 27 Tarian Surgawi
28 28 Kembali ke Lapangan
29 29 Aku Adalah Manusia Rambut Putih
30 30 Sesuatu Yang Harus Disyukuri
31 31 Pergi Memancing
32 32 Awal Petualangan
33 33 Siapa Pencurinya?
34 34 Selamat Datang
35 35 Persembahan
36 36 Sang Penerus
37 37 Kembali
38 38 Bunga Purnama
39 39 Anggota Ke tiga.
40 40 Kota Arkkana
41 41 Kota Arkkana II
42 42 Kota Arkkana III
43 43 Senior Tein
44 44 Kesungguhan
45 45 Kesungguhan II
46 46 Jurang Besar
47 47 Penduduk Lokal
48 48 Kecurigaan
49 49 Musuh Sebenarnya
50 50 Orang-orang yang cemas
51 51 Impian
52 52 Persiapan
53 53 Pertarungan di Wilayah Luas
54 54 Kekuatan Manusia
55 55 Sang Pembebas Melawan Si Penggenggam Matahari
56 56 Pahlawan
57 57 Pahlawan II
58 58 Pahlawan III
59 59 Kembali ke kehidupan normal ?
60 60 Sahabat Dari Masa Lalu
61 61 Seseorang yang memikat hati
62 62 Tanpa Keraguan
63 63 Pasangan Baru
64 64 Kampung Halaman
65 65 Hantu Masa Lalu
66 66 Hantu Masa Lalu II
67 67 Hantu Masa Lalu III
68 68 Campur Tangan
69 69 Tabir yang Terbuka
70 70 Menyerahkan Diri
71 71 Datangnya Sang Penghancur
72 72 Zeg Sang Iblis Putih
Episodes

Updated 72 Episodes

1
01. Keajaiban
2
02. Segelas Air Keruh
3
03. Kebun Ketela
4
04 Dosa Hanah
5
05 Dimana Kepedulian Terletak?
6
06 Melati dan Jago
7
07. Bola dari Akar Kering
8
08 Raksasa Batu
9
09 Bermain Petak Umpet
10
10 Bukan Anak Terkutuk
11
11. Anak Iblis
12
12 Anak Iblis II
13
13 Anak Iblis III
14
14. Di bawah Malam Purnama
15
15. Mengabu
16
16 Keping Harapan
17
17 Manusia Rambut Puith
18
18 Menjadi Adik
19
19 Apa itu Sahabat?
20
20 Kebangkitan Dewa Langit
21
21 Kesalahan
22
22 Cara Mendapat Sahabat
23
23 Cara Mendapat Sahabat II
24
24 Cara Mendapat Sahabat III
25
25 Waktunya Terjun ke Lapangan
26
26 Sheiny
27
27 Tarian Surgawi
28
28 Kembali ke Lapangan
29
29 Aku Adalah Manusia Rambut Putih
30
30 Sesuatu Yang Harus Disyukuri
31
31 Pergi Memancing
32
32 Awal Petualangan
33
33 Siapa Pencurinya?
34
34 Selamat Datang
35
35 Persembahan
36
36 Sang Penerus
37
37 Kembali
38
38 Bunga Purnama
39
39 Anggota Ke tiga.
40
40 Kota Arkkana
41
41 Kota Arkkana II
42
42 Kota Arkkana III
43
43 Senior Tein
44
44 Kesungguhan
45
45 Kesungguhan II
46
46 Jurang Besar
47
47 Penduduk Lokal
48
48 Kecurigaan
49
49 Musuh Sebenarnya
50
50 Orang-orang yang cemas
51
51 Impian
52
52 Persiapan
53
53 Pertarungan di Wilayah Luas
54
54 Kekuatan Manusia
55
55 Sang Pembebas Melawan Si Penggenggam Matahari
56
56 Pahlawan
57
57 Pahlawan II
58
58 Pahlawan III
59
59 Kembali ke kehidupan normal ?
60
60 Sahabat Dari Masa Lalu
61
61 Seseorang yang memikat hati
62
62 Tanpa Keraguan
63
63 Pasangan Baru
64
64 Kampung Halaman
65
65 Hantu Masa Lalu
66
66 Hantu Masa Lalu II
67
67 Hantu Masa Lalu III
68
68 Campur Tangan
69
69 Tabir yang Terbuka
70
70 Menyerahkan Diri
71
71 Datangnya Sang Penghancur
72
72 Zeg Sang Iblis Putih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!