16 Keping Harapan

Hanah mendekat kearah putranya.

Cahaya mentari semakin terang, menembus hutan ini, dan mencipatkan garis cahaya yang menawan. Seruan para penghuni hutan menjadi suara latar, suaranya bersahut-sahutan memberitahu akan kedatangan Hanah, dan pepohonan tinggi berdaun lebat yang berbaris seakan menyambut kedatangannya.

Pakaiannya indah warna-warni dengan corak yang belum pernah terlihat. Rambut putihnya diikat rapi dan ditata membundar. Sinar terang menyelimuti setiap langkah Hanah. Apabila tangannya diangkat, sinar itu akan menyebar, apabila tangannya diturunkan, sinar itu akan berkumpul. Pemandangan yang sulit digambaran oleh kata-kata.

Dibelakang Hanah berbaris orang-orang lain yang juga berambut putih. Busana yang mereka kenakan sebagaimana Hana. Semua orang itu menggunakan terompah sebagai alas kaki, beberapa ada yang menggenakan gelang perak, kalung berkilauan, atau anting-anting yang indah.

Tampang mereka berbeda-beda. Ada yang bermata lebar, berdahi lebar. Ada juga yang memiliki mata sipit dan lesung pipi. Warna kulit mereka juga beragam. Gelap, putih, terang, dan banyak lagi. Satu sama lain saling memasang senyum, menambah indah momen ini.

Arif yang masih terduduk di tempat belum bisa mencerna semua ini. Satu hal yang dia tahu adalah, mereka semua adalah keturunan mansuia rambut putih. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

Setelah cukup dekat dengan Arif, Hanah merendahkan tubuhnya. Hanah duduk bersimpuh dan menghadap putra semata wayagnya. Arif menahan nafas, pipinya sudah basah oleh air mata tanpa sepatah kata pun keluar. Ada perasaan baru yang mencoba mengisi lubang di dasar hatinya.

“Arif.” Ucap Hanah lembut. Dia usapkan ibu jari ke air mata Arif. Lembut sekali.

Arif tidak bisa menahannya lagi. Perasaan yang bergejolak ini. Arif segera melompat ke depan, mengabaikan segenap rasa sakitnya, dan mendarat di pelukan ibunya. “Ibu, Ibu, Ibu_” Arif terus menerus menyebut namanya diselingi air mata.

Tubuh Arif kemudian ikut terbalut dengan cahaya terang. Rasanya nyaman dan hangat, namun itu tidak akan pernah bisa menandingi hangat dan nyamannya pelukan seorang ibu.

“Ibu jangan pergi, Arif tidak mau Ibu pergi. Arif nanti sendirian, Arif tidak mau sendirian.” Tambahnya dengan suara yang sulit dipahami. Antara kalimat dan air matanya saling teraduk.

Hanah sedikit menundukkan kepala, mengelus ubun-ubun putranya dan membisikkan banyak kata-kata yang membesarkan hatinya. Arif semakin tersedu-sedu.

Enam tahun dirinya kehilangan sosok ibu. Arif sangat rindu akan suaranya, kebiasaanya, nasihatnya, usapannya, pelukannya, juga bermain bersamanya. Segenap perasaan rindu itu tumpah kali ini. Dihadapan ibunya, Arif mengeluarkan semuanya.

Orang-orang berambut putih di belakang Hanah mulai mendekat. Mereka mengelilingi Hanah dan putranya. Arif yang masih memenuhi rindunya tidak menyadari hal itu. Dia baru sadar ketika ada sesuatu yang menyentuh punggungnya.

Arif menoleh kesekitar.

Semua orang memeluknya, saling memeluk satu sama lain seakan tiada mau membiarkan satu kejahatan pun mengenai Arif. “Mereka adalah keluargamu juga Arif.” Hanah kembali berucap.

“Mereka tidak mau kau menderita. Mereka pun sama, selalu mendapat caci maki bahkan beberapa memiliki nasib yang lebuh buruk dari kita Arif. Tapi apa yang paling penting dari itu, rasa sakit mendewasakan kita dan mengajari untuk tidak perah menyerah. Karena itu Arif, Ibu berpesan untuk jangan berputus asa dalam hidup. Jangan sampai kegelapan hati membuat salah dalam mengambil jalan.”

Seakan ada perasaan berbeda yang menelisik kedalam hatinya. Seperti angin yang menghempas seluruh beban. Ini adalah saat-saat paling indah dalam hidup.

Orang-orang itu lalu berdiri, mereka menundukkan kepala kepada Arif dan Hanah, lantas tanpa mengucapkan sepatah kata, mereka kembali ke posisi masing-masing.

“Arif, Ibu minta maaf karena selama hidup tidak bisa menjadi ibu yang baik. Ibu minta maaf karena belum menjelaskan apa-apa, bahkan ibu pergi tanpa mengucapkan kata perpisahan. Ibu juga minta maaf karena tidak bisa memeuhi janji dan membuat masa anak-anak yang normal untuk Arif.” Ucapan Hanah terdengar sangat emosional. Siapapun yang menatap wajahnya pasti tahu Hanah sedang menahan air matanya.

Semenjak kecil, Hanah tidak pernah menceritakan apa-apa mengenai manusia rambut putih. Hanah melakukannya dengan tujuan agar Arif bisa menganggap dirinya normal layaknya manusia lainnya. Hanah tidak ingin membuat Arif menganggap dirinya aneh atau yang senada karena berasal dari keturunan manusia rambut putih.

Namun, kali ini dirinya merasa berdosa karena tidak pernah menjelaskan apapun, sebagaimana ibu yang tidak mau mengajari putranya baca tulis.

Arif menggeleng, kemudian tersenyum lebar. “Tidak Ibu. Arif sangat bersyukur. Ibu adalah ibu terbaik Arif.”

Hanah mengusap matanya, air matanya kian tak tertahankan mendengar jawaban putranya.

“Arif, berikan tangan kananmu.” Arif menjulurkan tangan kanannya. Di atas telapak tangan yang terbuka itu, ibu meletakkan benda yang memancarkan cahaya. Ketika benda itu sampai ke tangan Arif, cahayanya terserap masuk, memperlihatkan benda layaknya kerikil dengan bentuk artistik.

“Ini adalah Keping Harapan. Dalam keluarga kita, setiap anak mewarisi Keping Harapan dari orang tuanya. Dalam benda inilah tersimpan harapan-harapan ibu dan semua keluarga kita. Lewat benda ini kita saling terhubung, Arif. Jadi Arif tidak akan sendirian.” Hanah menjelaskan dan Arif menatap benda itu dengan mata berbinar. Kagum.

Ibu segera bangkit “Ibu ingin kemana?” Arif bertanya. Dia mulai berfirasat tidak baik.

“Tempat Ibu tidak lagi disini, Ibu harus melanjutkan perjalanan bersama yang lain.” Hanah berbalik dan berkumpul bersama yang lain. Perjalanan menuju alam berikutnya masih panjang.

Mendengar hal itu, kepala Arif sedikit tertunduk. sedih. Paham yang dilakukannya salah, Arif segera menggeleng dan membuang perasaan ini jauh-jauh.

“Ibu!” Semua wajah seketika menghadap sumber suara dengan terkejut.

Arif berusaha mati-matian berdiri. Kakinya seakan berdenyut-denyut menahan sakit yang menjalar cepat. Arif ingin menunjukkan, membuktikan diri dihadapan keluarga besarnya.

“Ibu, apakah Arif sudah menjadi anak yang baik?” Air matanya jatuh di alas hutan. Merelakan kepergian ibu tidaklah pernah mudah.

Hanah dan semua orang di belakangnya tersenyum lebar kearah Arif.

“Arif sudah melakukan yang terbaik. Arif adalah putra kebanggaan ibu.”

Jawaban itu masuk ke hati terdalam. Sebab sakit yang semakin menjelas, Arif terjatuh menekuk lutut. Dia berusaha tetap kokoh dalam posisi demikian.

“Arif berjanji, akan menjadi anak yang membanggakan ibu. Hari ini dan seterusnya.” Ucap Arif berteriak. Dia lantas menutup kedua mata dengan telapak tangan. Telapak tangannya pun langsung basah dengan air mata. Kesedihan dan kebahagiaan ini begitu mendalam.

Hanah dan semua yang disana berbalik, melangkah menjauh. Bersama dengan itu, cahaya yang menyelimuti diri mereka semakin terang dan terang. Kemudian memudar dengan sebuah ledakan cahaya yang sangat menyilaukan.

Gigi Arif bergetar. Entah sekarang waktunya bersyukur atau bersedih. Arif merogoh sakunya dengan tangan kiri, mengeluarkan catatan milik Wangsa, bapaknya.

Arif lantas menatap kedua warisan orang tuanya tersebut. Setiap kali memperhatikan kedua benda tersebut, Arif merasa bisa melihat senyum bapak-ibunya disana.

Arif menengadah ke langit. Berusaha menyambut takdir yang Tuhan turunkan dengan senyum.

“Terimakasih Bapak-Ibu”

Terpopuler

Comments

Mutiara Yulizar

Mutiara Yulizar

mengandung bawang kalo dihayati bacanyaa

2021-05-19

1

Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim

🤧

2021-05-16

0

Li Na

Li Na

jejak

2020-06-12

0

lihat semua
Episodes
1 01. Keajaiban
2 02. Segelas Air Keruh
3 03. Kebun Ketela
4 04 Dosa Hanah
5 05 Dimana Kepedulian Terletak?
6 06 Melati dan Jago
7 07. Bola dari Akar Kering
8 08 Raksasa Batu
9 09 Bermain Petak Umpet
10 10 Bukan Anak Terkutuk
11 11. Anak Iblis
12 12 Anak Iblis II
13 13 Anak Iblis III
14 14. Di bawah Malam Purnama
15 15. Mengabu
16 16 Keping Harapan
17 17 Manusia Rambut Puith
18 18 Menjadi Adik
19 19 Apa itu Sahabat?
20 20 Kebangkitan Dewa Langit
21 21 Kesalahan
22 22 Cara Mendapat Sahabat
23 23 Cara Mendapat Sahabat II
24 24 Cara Mendapat Sahabat III
25 25 Waktunya Terjun ke Lapangan
26 26 Sheiny
27 27 Tarian Surgawi
28 28 Kembali ke Lapangan
29 29 Aku Adalah Manusia Rambut Putih
30 30 Sesuatu Yang Harus Disyukuri
31 31 Pergi Memancing
32 32 Awal Petualangan
33 33 Siapa Pencurinya?
34 34 Selamat Datang
35 35 Persembahan
36 36 Sang Penerus
37 37 Kembali
38 38 Bunga Purnama
39 39 Anggota Ke tiga.
40 40 Kota Arkkana
41 41 Kota Arkkana II
42 42 Kota Arkkana III
43 43 Senior Tein
44 44 Kesungguhan
45 45 Kesungguhan II
46 46 Jurang Besar
47 47 Penduduk Lokal
48 48 Kecurigaan
49 49 Musuh Sebenarnya
50 50 Orang-orang yang cemas
51 51 Impian
52 52 Persiapan
53 53 Pertarungan di Wilayah Luas
54 54 Kekuatan Manusia
55 55 Sang Pembebas Melawan Si Penggenggam Matahari
56 56 Pahlawan
57 57 Pahlawan II
58 58 Pahlawan III
59 59 Kembali ke kehidupan normal ?
60 60 Sahabat Dari Masa Lalu
61 61 Seseorang yang memikat hati
62 62 Tanpa Keraguan
63 63 Pasangan Baru
64 64 Kampung Halaman
65 65 Hantu Masa Lalu
66 66 Hantu Masa Lalu II
67 67 Hantu Masa Lalu III
68 68 Campur Tangan
69 69 Tabir yang Terbuka
70 70 Menyerahkan Diri
71 71 Datangnya Sang Penghancur
72 72 Zeg Sang Iblis Putih
Episodes

Updated 72 Episodes

1
01. Keajaiban
2
02. Segelas Air Keruh
3
03. Kebun Ketela
4
04 Dosa Hanah
5
05 Dimana Kepedulian Terletak?
6
06 Melati dan Jago
7
07. Bola dari Akar Kering
8
08 Raksasa Batu
9
09 Bermain Petak Umpet
10
10 Bukan Anak Terkutuk
11
11. Anak Iblis
12
12 Anak Iblis II
13
13 Anak Iblis III
14
14. Di bawah Malam Purnama
15
15. Mengabu
16
16 Keping Harapan
17
17 Manusia Rambut Puith
18
18 Menjadi Adik
19
19 Apa itu Sahabat?
20
20 Kebangkitan Dewa Langit
21
21 Kesalahan
22
22 Cara Mendapat Sahabat
23
23 Cara Mendapat Sahabat II
24
24 Cara Mendapat Sahabat III
25
25 Waktunya Terjun ke Lapangan
26
26 Sheiny
27
27 Tarian Surgawi
28
28 Kembali ke Lapangan
29
29 Aku Adalah Manusia Rambut Putih
30
30 Sesuatu Yang Harus Disyukuri
31
31 Pergi Memancing
32
32 Awal Petualangan
33
33 Siapa Pencurinya?
34
34 Selamat Datang
35
35 Persembahan
36
36 Sang Penerus
37
37 Kembali
38
38 Bunga Purnama
39
39 Anggota Ke tiga.
40
40 Kota Arkkana
41
41 Kota Arkkana II
42
42 Kota Arkkana III
43
43 Senior Tein
44
44 Kesungguhan
45
45 Kesungguhan II
46
46 Jurang Besar
47
47 Penduduk Lokal
48
48 Kecurigaan
49
49 Musuh Sebenarnya
50
50 Orang-orang yang cemas
51
51 Impian
52
52 Persiapan
53
53 Pertarungan di Wilayah Luas
54
54 Kekuatan Manusia
55
55 Sang Pembebas Melawan Si Penggenggam Matahari
56
56 Pahlawan
57
57 Pahlawan II
58
58 Pahlawan III
59
59 Kembali ke kehidupan normal ?
60
60 Sahabat Dari Masa Lalu
61
61 Seseorang yang memikat hati
62
62 Tanpa Keraguan
63
63 Pasangan Baru
64
64 Kampung Halaman
65
65 Hantu Masa Lalu
66
66 Hantu Masa Lalu II
67
67 Hantu Masa Lalu III
68
68 Campur Tangan
69
69 Tabir yang Terbuka
70
70 Menyerahkan Diri
71
71 Datangnya Sang Penghancur
72
72 Zeg Sang Iblis Putih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!