19 Apa itu Sahabat?

“Jangan salah sangka Arif. Itu adalah ibuku. Bukan manusia rambut putih.”Arif menoleh kearah Haz begitu mendengarnya. Dalam tatapan Arif terdapat banyak pertanyaan, juga perasaan sedih karena sosok wanita itu berbeda dengannya.

“Saat manusia tua, maka rambut akan beruban atau memutih. Itu hal normal. Dalam fase hidup manusia, itu adalah peringatan bahwa umur sebentar lagi akan habis.” Arif menyimak perkataan Haz baik-baik. Ini yang belum pernah dia dengar.

“Berubahnya rambut menjadi putih diikuti dengan tubuh yang menjadi lemah, sering sakit-sakitan, dan hidup yang tidak lagi mengenakan. Kata orang-orang bijak ketika rambut sudah beruban, maka waktunya untuk meninggalkan kenikmatan dunia dan mendekatkan diri kepada-Nya.” Arif mengangguk paham.

“Ingin menyapa ibuku? Silahkan saja. Ibu orang yang menyenangkan.” Arif kembali mengangguk, dia masih sangat kaku. Arif melangkah mendahului Haz, menuju bangku kayu panjang tempat wanita paruh baya itu duduk.

Arif berpikir mungkin akan lebih mudah saling mengenal jika rambut sama-sama putih meski dalam artian berbeda. Sejatinya Arif pun enggan melakukan ini, sebagian hatinya bertariak tidak dan sebagian yang lain berteriak ya.

“Permisi, boleh saya duduk disini.” Nada suara Arif sangat kaku, baru belajar menyesuaikan. Itu pun perlu paksaan dari dalam dirinya. Bayangan penduduk yang membuangnya seketika nampak di kepala.

Arif menelan ludah, harus dilawan. Meski gentar, harus tetap di coba. Ini kesempatan bagus untuk melatih diri. Arif sudah berjanji untuk menjadi anak yang membanggakan ibunya, karena itu dia bertekad belajar untuk mengatasi kelemahan dirinya.

Wanita paruh baya menghadapkan wajah kepada Arif. Wajahnya mulai keriput, kulit sedikit gelap. Wanita paruh baya itu memperhatikan Arif dari ujung kaki sampai ujung kepala, sesuatu yang membuatnya sedikit gugup. Tatapannya seperti sedang memikirkan sesuatu.

Tanpa aba-aba, wanita paruh baya itu menyungging senyum. “Boleh, mari duduk sebelah nenek.” Arif segera mengambil tempat duduk di sebelah nenek tersebut.

“Siapa nama adik?” Tanya beliau suaranya lembut dan halus.

“Arif.” Jawab Arif pendek. Di kepalanya dia masih mencari topik pembicaraan yang baik.

“Arif ya. Umur Arif berapa tahun?”

“Tiga belas.”

Sinar mentari semakin redup, berubah jingga kemerahan di langit. Surya sebentar lagi turun ke peraduannya.Dalam naungan ranting dan dedauan, cahaya jatuh dengan anggun di halaman belakang rumah Haz, menyisakan pemadanngan yang indah.

“Bisa ceritakan pengalaman Arif yang paling menyenangkan? Nenek ingin dengar.” Tanya beliau lagi. Jujur saja untuk menjawab pertanyaan ini cukup sulit bagi Arif. Dia hampir-hampir tidak punya masa anak-anak yang menyenangkan.

“Ketika bermain bersama ibu.”Arif menjawab apa yang terbesit dalam benaknya.

“Kalau makanan kesukaan?” Tanya beliau lagi. Pertanyaan ini lebih sulit. Makanan kesukaan? Arif hanya tahu rasa ketela kukus. Selebihnya samar-samar. Ikan bakar yang tadi pagi dia makan bersama Haz pun terlupa rasanya.

Arif masih memikirkan jawabannya.

Terlepas dari semua pertanyaan tersebut, Arif merasakan sesuatu yang berbeda terpancar dari nenek ini. Arif tidak merasa terancam di dekat beliau. Ini bukan menyangkut umur atau fisik Ibu Haz yang sudah senja, lebih kepada Arif menanggapi semua itu dan cara Ibu Haz mengajaknya berbincang. Auranya bahkan sangat berbeda dari pada saat Arif bertemu dengan Haz pertama kali.

Ibu Haz juga tidak sekalipun menanyakan perihal rambut putihnya. Arif tidak habis pikir mengapa beliau tidak menanyakannya. Apa karena rambut kami sama-sama putih? Atau Ibu Haz tidak peduli dengan perbedaan semacam ini, yang pasti hal itu membuat Arif senang. Beliau adalah yang pertama tidak menyinggung Arif perihal rambut putihnya dalam percakapan.

“Roti dan teh buatan Haz.” Jawab Arif sekenanya. Menurutnya itulah makanan paling enak yang pernah dia cicipi.

“Nenek juga suka keduanya. Haz itu pintar memasak loh.” Ibu Haz tertawa kecil. Memperhatikannya beliau senang, membuahkan senyum kecil di wajah Arif. Sekelabat perasaan misterius memenuhi hatinya. Ini perasaan yang sama ketika dirinya mendapat uluran tangan dari Dokter Jago.

“Nek, apa nenek suka tanaman?” Akhirnya keluar juga.

Ibu Haz lantas memandang depan. Matanya melirik semua bunga-bunga yang dia tanam dalam pot tanah liat. Warna-warni kelopaknya, disusun secara indah dengan memperhatikan bentuk dan ukuran. Halaman belakang ramai oleh bunga-bunga.

“Suka sekali. Nenek mengerjakan ini semua dari kecil dulu.” Nenek tersenyum, beliau terlihat senang berbagi pengalaman.

Angin sore berhembus ringan. Lewat diantara keduanya dan membumbung tinggi ke langit, mengugurkan beberapa helai daun tua di pucuk pohon. Bersama datangnya angin lembut itu, meluncurlah pernyataan yang membuat hati Arif mekar.

“Rambut putih Arif, nenek suka.” Dalam beberapa detik tubuh Arif mematung. Baru saja Ibu Haz menyinggung perihal rambutnya, namun entah mengapa malah perasaan senang yang mengisi dada. Berbeda dengan pengalaman terdahulu dimana rasanya selalu berat jika orang terdekat sekalipun menyinggung perihal rambut putihnya. Hanya Hanah yang boleh menyinggung persoalan tersebut.

“Nenek jadi merasa punya teman bicara seumuran.” Beliau tertawa kembali, lebih renyah. Lengan Ibu Haz terulur dan menarik Arif mendekat. Arif terkejut dengan serangan tiba-tiba ini. Kepala Arif menempel pada lengan atas Ibu Haz.

“Apakah Arif punya sahabat?” Pertanyaa berikutnya meluncur dan kali ini rasanya menusuk.

Arif menatap Ibu Haz satu detik. Wajah beliau sedang menunggu jawabannya. Sebenarnya Arif tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan ini.

“Apa itu sahabat?” Arif yang reflek menanyakan itu cepat-cepat menutup mulut. Ibu Haz hanya tersenyum menyaksikan tingkah Arif. Pastinya dia mendengar dengan jelas pertanyaan Arif. Ibu Haz sudah berumur, beliau tahu jelas mental anak yang jauh dari masa-masa menyenangkan.

“Orang yang selalu ada untuk kita, menerima kita, membenarkan kita. Bisa kau teruskan Arif?”

“Orang yang baik?” Arif sedikit ragu menjawab. Ibu Haz mengangguk, membenarkan.

Arif teringat dulu ketika masih bersama Dokter Jago dan Melati. “Orang yang menemai bermain?” Ibu Haz mengangguk lagi.

“Orang yang menyembuhkan orang sakit?”

“Itu profesi, Arif. Tapi bisa juga.”

Arif berpikir kembali. Tanpa ia sadari kata demi kata mengalir mudah seakan Ibu Haz bukan lagi orang asing di matanya.

“Orang yang menyayangi kita.” Arif membayangkan ibunya. Jika sahabat adalah orang baik, maka ibunya termasuk sahabatnya bukan?

Ibu Haz memasang senyum lebar padanya. “Benar, Arif. Siapapun bisa menjadi sahabat, bahkan musuh sekalipun.”

“Musuh?” Arif makin tertarik topik pembicaraan ini. Tidak jelas arahnya, namun punya magnet yang kuat untuknya.

“Benar, musuh. Sebab musuhlah yang paling paham kelemahan kita. Dialah yang paling banyak memikirkan bagaimana cara mengalahkan kita yang kemudian membuat kita menjadi lebih berkembang. Sesuatu yang unik.”

Arif terpana dengan pendapat Ibu Haz, itu membuka wawasan baru dalam kepalanya. Arif seketika memikirkan banyak hal. Apa itu sahabat? Itulah topiknya yang jawabannya mengakar kemana-mana. Kepala Arif serasa terbuka lebar, rasanya menakjubkan.

Berbicara soal sahabat membuahkan pertanyaan baru dalam benaknya.

“Apakah aku akan punya banyak sahabat?” Bukannya tersenyum senang, pertanyaan itu menyakiti hatinya. Luka lama kembali terbuka, membawa sekelebat ingatan yang terkadang membuat Arif merasa tidak seharusnya dilahirkan. Topik ini berubah sangat emosioanl untuknya.

Arif tertunduk sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat berat. “Lepaskanlah beban itu, Arif.” Ibu Haz menyentuh pundak Arif dengan lembut, mengingatkannya pada sentuhan Hanah, ibunya. Arif menoleh padanya dengan mata berkaca, Arif melihat bayangan ibunya dalam diri Ibu Haz.

“Mulai sekarang, kau tidak perlu menanggung semua itu sendirian Arif. Jika ada masalah bicaralah. Kami bersedia memikul beban bersamamu.” Jawab Ibu Haz. Kalimatnya keren sekali dan membuat Arif terisak. Dia mengelap matanya dengan lengan.

“Bo....leh....Arif_” Kalimat Arif tergagap, sulit baginya untuk mengutarakan keinginan pribadi. Belum selesai kalimat Arif, Ibu Haz merentangkan tangannya seraya berkata. “Pastinya boleh Arif.”

Tanpa menunggu, Arif seketika turun dalam pelukan Ibu Haz. Nyaman sekali rasanya. Sosok beliau benar-benar mengingatkannya pada Hanah, bahkan dalam pertemuan pertama ini Arif sudah menganggap Ibu Haz adalah ibunya sendiri.

Dari kejauhan, Haz melihat semua adegan itu. Ibunya memang luar biasa. Beliau yang paling paham bagaimana cara menghibur anak-anak. Haz berbalik dan melangkah menuju lantai dua, tempat kerjanya.

Disana tergantung banyak dedaunan lebar, akar-akar kering, ranting-ranting berbentuk unik. Di pojok ruang ada sekarung penuh biji-bijian berwarna hitam kebiruan. Haz mengambil beberapa buah biji-bijian tersebut.

Dia membuka catatan yang berada di meja kerjanya. Tangannya kemudian meraih selembar daun berbentuk menjari dan segelas air, semua itu diletakan di atas meja. Haz memperhatikan catatannya lagi, membuka lembaran demi lembaran, membaca satu lembaran dan beralih ke lembaran lain.

Mulai hari ini dan seterusnya ada pekerjaan yang harus dia selesaikan secepatnya.

Terpopuler

Comments

PADISTRIA

PADISTRIA

eh, lanjot nante

2020-05-10

0

PADISTRIA

PADISTRIA

n3xt

2020-05-10

0

lihat semua
Episodes
1 01. Keajaiban
2 02. Segelas Air Keruh
3 03. Kebun Ketela
4 04 Dosa Hanah
5 05 Dimana Kepedulian Terletak?
6 06 Melati dan Jago
7 07. Bola dari Akar Kering
8 08 Raksasa Batu
9 09 Bermain Petak Umpet
10 10 Bukan Anak Terkutuk
11 11. Anak Iblis
12 12 Anak Iblis II
13 13 Anak Iblis III
14 14. Di bawah Malam Purnama
15 15. Mengabu
16 16 Keping Harapan
17 17 Manusia Rambut Puith
18 18 Menjadi Adik
19 19 Apa itu Sahabat?
20 20 Kebangkitan Dewa Langit
21 21 Kesalahan
22 22 Cara Mendapat Sahabat
23 23 Cara Mendapat Sahabat II
24 24 Cara Mendapat Sahabat III
25 25 Waktunya Terjun ke Lapangan
26 26 Sheiny
27 27 Tarian Surgawi
28 28 Kembali ke Lapangan
29 29 Aku Adalah Manusia Rambut Putih
30 30 Sesuatu Yang Harus Disyukuri
31 31 Pergi Memancing
32 32 Awal Petualangan
33 33 Siapa Pencurinya?
34 34 Selamat Datang
35 35 Persembahan
36 36 Sang Penerus
37 37 Kembali
38 38 Bunga Purnama
39 39 Anggota Ke tiga.
40 40 Kota Arkkana
41 41 Kota Arkkana II
42 42 Kota Arkkana III
43 43 Senior Tein
44 44 Kesungguhan
45 45 Kesungguhan II
46 46 Jurang Besar
47 47 Penduduk Lokal
48 48 Kecurigaan
49 49 Musuh Sebenarnya
50 50 Orang-orang yang cemas
51 51 Impian
52 52 Persiapan
53 53 Pertarungan di Wilayah Luas
54 54 Kekuatan Manusia
55 55 Sang Pembebas Melawan Si Penggenggam Matahari
56 56 Pahlawan
57 57 Pahlawan II
58 58 Pahlawan III
59 59 Kembali ke kehidupan normal ?
60 60 Sahabat Dari Masa Lalu
61 61 Seseorang yang memikat hati
62 62 Tanpa Keraguan
63 63 Pasangan Baru
64 64 Kampung Halaman
65 65 Hantu Masa Lalu
66 66 Hantu Masa Lalu II
67 67 Hantu Masa Lalu III
68 68 Campur Tangan
69 69 Tabir yang Terbuka
70 70 Menyerahkan Diri
71 71 Datangnya Sang Penghancur
72 72 Zeg Sang Iblis Putih
Episodes

Updated 72 Episodes

1
01. Keajaiban
2
02. Segelas Air Keruh
3
03. Kebun Ketela
4
04 Dosa Hanah
5
05 Dimana Kepedulian Terletak?
6
06 Melati dan Jago
7
07. Bola dari Akar Kering
8
08 Raksasa Batu
9
09 Bermain Petak Umpet
10
10 Bukan Anak Terkutuk
11
11. Anak Iblis
12
12 Anak Iblis II
13
13 Anak Iblis III
14
14. Di bawah Malam Purnama
15
15. Mengabu
16
16 Keping Harapan
17
17 Manusia Rambut Puith
18
18 Menjadi Adik
19
19 Apa itu Sahabat?
20
20 Kebangkitan Dewa Langit
21
21 Kesalahan
22
22 Cara Mendapat Sahabat
23
23 Cara Mendapat Sahabat II
24
24 Cara Mendapat Sahabat III
25
25 Waktunya Terjun ke Lapangan
26
26 Sheiny
27
27 Tarian Surgawi
28
28 Kembali ke Lapangan
29
29 Aku Adalah Manusia Rambut Putih
30
30 Sesuatu Yang Harus Disyukuri
31
31 Pergi Memancing
32
32 Awal Petualangan
33
33 Siapa Pencurinya?
34
34 Selamat Datang
35
35 Persembahan
36
36 Sang Penerus
37
37 Kembali
38
38 Bunga Purnama
39
39 Anggota Ke tiga.
40
40 Kota Arkkana
41
41 Kota Arkkana II
42
42 Kota Arkkana III
43
43 Senior Tein
44
44 Kesungguhan
45
45 Kesungguhan II
46
46 Jurang Besar
47
47 Penduduk Lokal
48
48 Kecurigaan
49
49 Musuh Sebenarnya
50
50 Orang-orang yang cemas
51
51 Impian
52
52 Persiapan
53
53 Pertarungan di Wilayah Luas
54
54 Kekuatan Manusia
55
55 Sang Pembebas Melawan Si Penggenggam Matahari
56
56 Pahlawan
57
57 Pahlawan II
58
58 Pahlawan III
59
59 Kembali ke kehidupan normal ?
60
60 Sahabat Dari Masa Lalu
61
61 Seseorang yang memikat hati
62
62 Tanpa Keraguan
63
63 Pasangan Baru
64
64 Kampung Halaman
65
65 Hantu Masa Lalu
66
66 Hantu Masa Lalu II
67
67 Hantu Masa Lalu III
68
68 Campur Tangan
69
69 Tabir yang Terbuka
70
70 Menyerahkan Diri
71
71 Datangnya Sang Penghancur
72
72 Zeg Sang Iblis Putih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!