Zeo masih sibuk berbalas chat dengan ketiga teman nya ketika tiba-tiba Adhira datang merebut dan membanting ponselnya.
"Apa-an sih lo Dhir!" bentak Zeo melihat ponselnya yang retak karena bantingan kuat itu.
"Lo yang apa-an, maksud lo apa coba!" teriak Adhira menggebu.
Zeo menggeleng. Ia berusaha menahan emosi yang sudah diubun-ubun. Ia tak mau kelepasan emosi dan melayangkan tangan yang sudah mengepal kuat ini.
Mengusap wajahnya kasar, Zeo menunduk untuk mengambil ponselnya, namun dengan sigap Adhira menendang ponsel itu sampai menatap dinding kamar.
"Adhira!" bentak Zeo kelepasan. Adhira benar-benar kelewatan. Zeo tak tau apa masalahnya yang membuat perempuan itu mengamuk dan memancing emosinya.
"Apa!"
"Bisa gak sih lo pakai otak lo itu, punya mulut kan lo, coba sesekali mulut lo itu dipake buat ngomong secara baik-baik, lo ngomong sama gue apa masalahnya jangan sesuka lo-" Zeo mengatur napasnya. " Bangs*t lo." maki Zeo.
Adhira mendorong dada Zeo, "Lo yang bangsat, lo yang gak punya mulut bukan gue baj*ngan. "
Zeo membiarkan Adhira mendorong dan memukuli dadanya. Pemuda itu terlalu emosi hanya untuk sekedar menatap mata Adhira.
"Maksud lo apa mau pindah rumah hah, lo mau bawa gue pergi? Lo buat mama sama ayah gue ngusir gue. Lo mau apa sih Zeo!" amuk Adhira.
Zeo menatap Adhira, ah, sekarang ia tau apa alasan perempuan itu mengamuk. Ini sudah dua hari berlalu setelah ia meminta izin kepada dua mertuanya. Tapi Zeo memang belum membicarakannya dengan Adhira. Mungkin perempuan itu tau dari kedua orang tuanya.
"Setelah lo hancurin gue, lo juga mau nguasain hidup gue sialan! Gue gak mau ikut lo, lo tau itu." kata Adhira menggebu. Emosinya terus meningkat saat kedua orang tuanya menanyakan niatan pindah nya yang katanya sudah didiskusikan dengan Zeo.
"Lo harus ikut gue!"
"Gue gak mau, lo gak berhak atur hidup gue. Kalau lo mau pergi, pergi aja gue juga gak butuh cowok brengsek kayak lo disini."
"Lo istri gue." tekan zeo.
"Oya? Gue gak ngerasa tuh, "
"Adhira!"
"Apa!"
"Lo ikut gue pindah!"
"Gue gak mau!! Gue gak sudi hidup sama lo."
Zeo mengangguk, "Gue gak nanyak atau nawarin, gue cuma ngasih tau, sekarang beresin barang-barang lo, setelah gue kelulusan besok, kita langsung pindah."
"Gue gak mau, ini rumah gue!"
"Lo itu istri gue bangsat! Lo harus ikut gue. Jangan buat hidup gue makin ribet bisa! Kepala gue uda pusing mikirin banyak hal lo tau itu!" ujar zeo menunjuk Adhira.
"Gue bukan istri lo brengsek, kita cuma keiket sama anak ini kan? Ok, dari pada gue ikut lo pindah mending gue gugurin aja ini anak. Dia cuma nyusahin gue aja. Lagian gue juga gak sudi berbagi darah brengsek lo itu ke anak sia- Akh Zeo!" Adhira menjerit kesakitan saat Zeo mencengkram pipinya.
"Lo berani nyakitin anak gue, Mati lo ditangan gue. Ngerti lo-" ujar Zeo yang sekarang sudah ke mode dingin dan iblisnya.
"Ngerti gak lo Adhira!"
"S-sakit Zeo!"
Zeo mendorong Adhira pelan, pemuda itu mengusap wajahnya, mengambil ponselnya yang pecah dan keluar dari kamar. Meninggalkan Adhira yang terisak-isak memukuli perutnya. Ia benci anak ini sedalam-dalamnya.
***
"Lo mau ikut gue?" tanya Zeo keesokan paginya. Hari ini ia akan menerima pengumuman kelulusan serta perpisahan sekolah. Dan ini juga hari terakhir ia berjumpa dengan teman-temannya. Ketiga temannya itu akan melanjutkan hidup seperti yng sudah diatur orang tua mereka masing-masing.
Mungkin, mereka tak akan pernah bertemu lagi, mungkin mereka akan benar-benar terpisah. Karena pada dasarnya mereka hanya sekadar remaja-remaja yang tersesat bersama sebelumnya. Dan karena hal itu, Zeo tak mau melewatkan hari ini.
"Adhira!" panggil Zeo.
"Apa! Lo mau gue jadi bahan olokan disana? Kalau lo mau itu sorry aja gue gak sebodoh itu." sinis Adhira. Perempuan itu masih marah dengan Zeo. Bahkan saat mengalami morning sickness tadi pagi pun, Adhira enggan dibantu.
Zeo mendengus, "Terserah, tapi setelah gue pulang nanti, lo harus uda siap. Nanti bakal ada orang yang ambil barang-barang lo kemari. Kita pindah hari ini juga, apartemen juga uda gue beresin"
Adhira tak bersuara, ia diam seribu bahasa. Sedangkan Zeo berdecak saat tak mendapat tanggapan dari perempuan itu.
"Lo denger gak sih?" kesal Zeo, pemuda itu memejamkan matanya menahan emosi nya. Lalu lagi-lagi mengambil langkah biasa saat tersulut emosi. Tentunya saja keluar kamar. Ia tak mau merusak mood kelulusannya hari ini hanya karena pertengkarannya dengan Adhira.
***
"Jadi lo mau tinggal di apartemen bokap lo?" tanya Bastian setelah mendengar Zeo bercerita. Sekarang keempat pemuda itu berada durumah tempat tinggal mereka dulu. Selesai mendapat pengumuman bahwa mereka lulus, keempatnya langsung berkumpul dan enggan bergabung dengan acara perpisahan lainnya.
Menurut mereka hal itu terlalu membuang waktu, lagian mereka juga tak memiliki kenangan manis dengan teman-teman sekolah mereka. Lagi pula Mana ada yang mau berteman dengan berandalan yang namanya sudah terkenal dimana-mana itu.
"Hm" kata Zeo menuang alkohol kegelasnya.
"Lo yakin?" gumam Neo, Zeo menatap Neo seolah mencomooh pertanyaan tak berguna pemuda itu.
"Maksud gue, lo yakin mau tinggal sama iblis kayak Adhira itu selamanya?"
"Dia istri gue bay the way." kata Zeo dingin.
"A-" Neo tergagap, pemuda itu langsung meminum alkoholnya enggan melanjutkan. Melihat itu Dean dan Bastian langsung terbahak.
"Mampus lo, lakinya marah." ejek Dean.
"Kurang ajar lo" Kesal Neo menjitak kepala Dean yang lagi-lagi membuat semua orang tertawa.
Namun tawa itu tak bertahan lama, karena perlahan semuanya terdiam saat menyadari tak ada yang bisa mereka tertawakan lagi selanjutnya.
"Setelah anak lo lahir, lo masih mau lanjutin hubungan lo sama Adhira?" tanya Bastian.
Zeo menghela napas, hal itu juga yang sebenarnya tak ia tahu. "Apa menurut lo bisa?"
"Jadi kalian mau langsung cerai?"
Zeo menggeleng, "Maksud gue apa gue bisa lanjutin hubungan gue sama Adhira sampai seterusnya?"
Ketiga teman Zeo menatap Zeo horor, pemuda itu mau hidup bersama Adhira selamanya begitu?
"Gue cuma mikir, apa gue bisa misahin anak gue sama mamanya?" Zeo terkekeh pelan. "Mungkin Adhira gak merasa keberatan gue ambil hak asuh kedepannya, tapi apa anak gue bisa tanpa mamanya? " lanjut Zeo pelan.
"Ck, udalah gak usah dibahas, hari ini kita happy-happy aja sebelum kita pada pisah kan? Ngurusin hidup masing-masing." Kata Bastian mengangkat gelasnya yang diikuti yang lain.
Zeo melirik ponselnya, ia ingin mengabari Adhira kalau mereka akan menunda kepindahan tapi Zeo mengurungkan niatnya saat ia baru ingat tak memiliki nomor perempuan itu.
Baiklah, hari ini Zeo ingin melepas semua penat dikepalanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Falina Adhianthi
by the way
2022-11-29
0