"Aku gak tau apa-apa, aku masih kecil, masih kelas 4 SD. Tapi seumur hidupku, ini kali pertama aku liat kakak ku segila itu." Kata Devan lalu beranjak pergi, kali ini benar-benar membiarkan Zeo merenungi kesalahannya sendirian. Dengan sarapannya yang masih utuh. Zeo merasakan apa itu rasa bersalah saat matanya menangkap tubuh ringkih dan kurus Adhira.
Apa ia sejahat itu?
***
Begitu membuka mata, Adhira menghela nafas kecewa. Ia masih hidup dan iatak menyangka ia harus menghadapi keadaan pelik ini dalam hidupnya.
Bahkan rasanya Adhira ingin melakukan percobaan bunuh diri untuk kesekian kali nya lagi begitu ia sadar ia masih terbangun dirumah sakit. Ia bukan orang bodoh yang harus perlu bertanya keberadaan dan posisinya sekarang. Ia tau. bahkan sangat tau, kalau sekarang ia berada dirumah sakit. Nyeri dikepala dan kebas dibagian lengan kirinya membuatnya langsung menyadari kondisinya.
"Lo uda sadar?"
Adhira menoleh secara perlahan begitu mendengar suara yang paling ia benci didunia inilah yang menyapanya pertama kali. Itu suara Zeo.
Adhira tak dapat bersuara, ada masker oksigen dihidung dan mulutnya, tenggorokannya pun terasa kering setelah hampir tiga hari ia tak sadarkan diri. Ia hanya menatap Zeo dengan pandangan kosong seperti enggan menanggapi.
Tapi dari tatapan nya Zeo tau Adhira sedang memprotesnya. Mungkin marah atau benci karena keberadaaanya.
"Keluarga gue uda tau tentang-" Zeo melirik perut datar Adhira, seolah memberi petunjuk apa kalimat selanjutnya. "Tentang kehamilan lo, kita-"
Zeo melirik arah lain tak mau menatap Adhira yang menatapnya tanpa berkedip. Pemuda itu tampak sangat frustasi saat menjeda kalimatnya. "Kita bakal nikah setelah lo baikan?"
Adhira tak bersuara, tapi ia memejamkan matanya, dan Zeo bisa melihat ada setetes air mata yang menetes dari sudut mata Adhira. Gadis itu menangis, lagi.
****
Tiga hari setelah Adhira sadar dari koma dan mulai bisa duduk dan berjalan sendiri, Adhira merasakan apa itu perasaan sedih karena diabaikan, ia merasakan apa itu perasaan pendapatnya tak didengar. Adhira merasa ia adalah manusia paling hina didunia karena kehamilan anak Zeo pada dirinya. Adhira benar-benar merasa jijik dan benci akan kehamilan dan keberadaan Zeo disisinya.
Adhira merasa semua orang menghakiminya, mamanya memdiamkannya karena percobaan bunuh dirinya, Ayahnya secara tersirat menunjukkan ketidak sukaannya bahkan beberapa kali ayahnya sempat memintanya menggugurkan kandungan saja. Yang disetujui Adhira dengan senang, namun, mama dan keluarga pihak Zeo lagi-lagi menjadi penghalangnya.
Devan dan teman-temannya pun menatapnya penuh rasa iba. Adhira benci dikasihani. benar-benar benci. Ia tak mau ada diposisi gila ini, Namun untuk kedua kalinya, Adhira tak bisa mempertahankan benteng pertahanan dirinya. Ia hanya bisa patuh dan diam.
Ia harus menikah dengan Zeo, mereka harus menanggung aib itu bersama. Memebesarkan anak itu dalam ikatan pernikahan.
Dan sehari sebelum pernikahan mereka, Zeo datang lagi menemuinya setelah ia hanya muncul sekali ketika Adhira sadar waktu itu. Pemuda jepang yang wajahnya nampak kuyu karena kurang tidur dan lebam karena pukulan itu menunduk 90 derajat. Seperti orang yang begitu sangat bersalah.
Adhira ingat, Zeo menatapnya dengan mata sembab, ia seperti habis menangis. Sambil memegangi pergelangan tangannya yang sepertinya patah itu. Zeo mendekatinya. Mengatakan satu kalimat yang sulit Adhira cerna.
"Adhira, untuk masalah kita dulu, untuk kondisi lo sekarang, untuk kehamilan anak itu, Gue bakal tanggung jawab."
Dan setelah mengatakan itu, Zeo pergi dan kembali lagi esok sorenya namun bukan lagi sebagai Zeo si siswa berandalan itu, tapi sebagai sosok pasangan hidupnya. Dan bersamaan dengan itu, Adhira telah kehilangan masa remajanya disaat yang sama.
***
Adhira dan Zeo duduk berdampingan diruang makan rumah Adhira, yang sudah diisi keluarga besar Adhira dan juga kedua orang tua serta ketiga teman-teman Zeo.
Mereka baru saja menyelasaikan akad nikah secara sederhana beberapa menit yang lalu, dan sekarang mereka sedang makan bersama keluarga sebagai syukuran acara pernikahan mereka yang baru selesai dilaksanakan.
Zeo dan Adhira tak bersuara sama sekali, keduanya bahkan hanya tersenyum tipis saat diajak bicara atau digoda oleh saudara Adhira dan teman-temannya.
Pernikahan mereka terasa aangat hambar, terutama bagi Zeo, tak ada keluarganya yang datang bahkan kedua adiknya pun tak hadir,Ah, Zeo lupa orang tuanya datang, tapi apa yang bisa ia harapkan dari kedua orang tua yang sejak dulu membencinya itu.
Zeo seperti menikah tanpa pendamping sama sekali, untung saja Neo, Dean dan Bastian terus menyemangatinya. Sedikit mengurangi ketersendiriannya.
"Zeo uda tamat sekolah kan?" kata salah satu tante dari Adhira. Zeo tak tau namanya, tapi dari cara bicaranya Zeo tau, Tante Adhira ini memiliki sifat buruk yang sebelas dua belas dengan Adhira. Kaku dan suka merendahkan.
Zeo tersenyum, ia mengangguk," Uda Tan,"
"Jadi nanti mau tinggal dimana setelah nikah? Pulang keJakarta, ke Jepang atau tetep disini. Eh, kamu kan bukan WNI ya susah dong ya kalau mau tinggal disini terus" kata Tante Adhira itu.
Zeo meringis, jujur saja ia tak memikirkan sampai sejauh itu. Ia bahkan tak memikirkan bagaimana ia bisa hidup dan tinggal dalam satu rumah dengan Adhira nantinya.
"Disini aja tante, Dhira gak mau jauh-jauh dari mama." potong Adhira yang membuat Zeo, papa dan mama Zeo saling melirik. Pasalnya Papa Zeo sempat ingin mengirim Zeo kembali ke Jepang untuk mengurus perusahaan disana.
Namun mengingat psikis menantunya yang belum stabil, papa Zeo pun hanya mengangguk menyetujuinya.
"Iya lah, Adhira gak usah jauh-jauh takut gak ada tempat mengadu ya. Kalau ada apa-apa disana, iya kalau ada yang peduli," kata tante Adhira yang lain menyindir Zeo, pasalnya semua keluarga Adhira berpikir semua ini dalah salah Zeo. Apalagi mengetahui Adhira melakukan percobaan bunuh diri karena mereka pikir Zeo tak mau tanggung jawab. Padahal Zeo tak tau masalah apa-pun tentang kehamilan Adhira kalau tidak dari Panji.
Zeo tersenyum tipis, mencoba bersikap biasa saja.
"Iya, kalau didaerah yang sama aja, kelakuannya gak bisa dijaga apalagi nanti kalau pisah jauh-jauh, duh gak bisa dibayangin." Kata Tante Adhira yang kedua.
Zeo mengepalkan tangannya sebentar sebelum kembali melepaskannya untuk mengurangi emosinya.
"Ck, nanti setelah ini kamu mau apa Zeo? Kerja atau lanjut kuliah? Tapi ya kalau tante bilang kamu lebih baik kerja ya, sekarang kan uda jadi kepala keluarga uda mau jadi ayah lagi, gak mungkin cuma main-main aja sama temenmu kan? Mau makan apa anak sama istrimu? Jangan bisanya bertingkah aja, tanggung jawab juga dong"
"Tapi ya kalau gak kuliah dulu ya mau kerja apa toh mbak?" timpal tante Adhira yang awal.
Zeo melirik ketiga temannya yang sudah tampak bosan dengan kedua tante Adhira itu, ia lalu melirik mama dan papa nya yang tampak tak nyaman Zeo direndahkan. Mau bagaimana pun keouaraga Zeo adalah keluarga terpandang di Jakarta maupun di Jepang.
"Ekhem, Sinta, Dewi, kalian ini uda diam aja kenapa sih jangan cerewet banget. Gak baik" kata Nenek Adhira yang sejak awal diam.
Kedua tante Adhira saling pandang tak terima ketika ditegur."Ya, kan kami sebagai tante cuma khawatir aja sama keponakan perempuan kami satu-satunya ma. Apa salah, apa lagi sama kelakuan suaminya ini" nyinyir tante Adhira bernama Sinta itu.
"Kamu ini, gak sopan!" Kata Nenek Adhira lagi, kali ini agak membentak.
"Ekhem, bukannya kita mau makan malam ini ya? Kok ngobrol aja? Dean uda laper banget ini." potong Dean dengan berani, ia benar-benar muak dengan kedua tante Adhira. Mereka pikir pantas saja Adhira bermulut tajam, ternyata tantenya lebih parah.
"Oiya, ayo-ayo makan,"
Dan malam itu, adalah acara makan malam tersulit untuk Zeo karena ia terus mendapat intimindasi sana-sini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
✦:𝓦⃟֯𝓓𝐞𝐥𝐯𝒚𝒐𝒐𝒏𝒂𐀔¡!
Kasian Dhira tapi kasian juga ke Zeo nya, tante-tantenya cuman nganggep ponakannya. Coba pikir ke Zeo nya juga dongg...
2021-12-22
5