"Buka mulut lo anjing, Atau gue buka paksa mulut lo itu mau?" tekan zeo berbisik.
Adhira langsung membuka mulutnya, ia melahap suapan itu.
Zeo tersenyum dingin, sedangkan Adhira memegang mulutnya tak percaya. Ia makan bekas Zeo?
***
Seminggu berlalu begitu saja, sudah seminggu Zeo tinggal dirumah Adhira. Seperti kehidupannya yang berlalu tanpa terasa, begitu juga hubungannya dengan Adhira dan keluarga yang tak memiliki kemajuan apapun terhadap Zeo.
Hubungan Zeo dengan Adhira serta keluarganya bahkan terasa kian dingin, mungkin Ayah atau Mama Adhira tak memusuhunya dengan memaki atau menyindir, namun mereka semua bertingkah seolah Zeo tak ada disana. Seoalah Zeo hanya kasat mata untuk mereka.
Jujur saja, hal itu semakin membuat Zeo sangat tak betah dirumah mertuanya itu. Dari tujuh hari pernikahan mereka, Hanya beberapa hal yang sedikit berbeda, Sekarang Adhira sudah mau dibantu saat muntah-muntah dipagi hari. Atau sekarang Zeo sudah mulai terbiasa mengusap perut Adhira atau makan sepiring berdua dengan perempuan itu.
Terdengar aneh memang, rasanya geli saat mereka yang saling memaki itu berbagi tugas untuk melewati morning sickness, namun apa yang dapat mereka lakukan saat Mama Adhira terus mengawasi mereka. Ah, sudahlah, Kepala Zeo akan pecah merasakan banyak tekanan itu, apalagi setelah resmi kelulusannya ini ia harus kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan Adhira.
Memang sih, selama ini Zeo mengeluarkan kebutuhannya seperti membeli buah untuk Adhira, baju ataupun peralatan hidupnya yang lain dengan uang tabungannya sendiri, tapi walaupun begitu, Zeo tetap harus bekerja, Ia tak mungkin membiarkan mertuanya berpikir ia menantu malas yang tak bisa bertanggung jawab. Dan sekarang, Inilah yang dilakukan Zeo, merendahkan egonya, pemuda itu meminta pekerjaan yang mampu ia kerjakan tanpa meninggalkan Adhira terlalu lama pada sang papa.
Adhira menghentikan langkahnya yang akan masuk kamar ketika ia melihat Zeo yang berbicara ditelepon dengan seseorang. Dari bahasa yang digunakan pemuda itu, jelas sekali ia sedang berbicara dengan keluarga atau teman atau bahkan kekasihnya yang berada di Jepang.
Mengingat hal itu, Adhira baru menyadari bahwa ia tak tau sama sekali dengan kehidupan Zeo. Selama mengenal Zeo ketika disekolah bahkan sampai mereka telah menikah, Adhira hanya mengetahui bahwa Zeo selama ini tinggal bersama ketiga temannya di Bandung karena pengasingan keluarga. Lalu saat pernikahan mereka, Adhira hanya tau orang tua Zeo, itupun tak begitu memperhatikan karena mereka tak berkomunikasi.
Namun, seingat Adhira ayah mertuanya adalah laki-laki berumpun Jepang asli sedangkan ibu mertuanya berwajah campuran indo-jepang. Adhira bahkan tak yakin bisa mengenali kedua mertuanya itu jika nanti mereka tak sengaja berpapasan dijalan.
Adhira hanya sekedar tau itu dari Zeo, ia bahkan baru mengetahui nama lengkap Zeo ketika akan akad nikah. Namanya terkesan bagus untuk Adhira.
Alzeo immanuel Takahashi.
"Dhir?"
Adhira tersentak dari pemikirannya, ia menatap Zeo yang menoleh kearahnya. Pemuda itu menatapnya bingung masih dengan telepon ditelinganya.
Adhira yang merasa terciduk pun berdehem. Ia melangkah masuk kedalam kamar. Zeo menatap Adhira dengan kening mengkerut sebelum menggelengkan kepala tak peduli. Ia kembali berbicara dengan Papanya melalui sambungan teleponnya. Mereka sedang membahas rencana Zeo kedepannya. Atau lebih tepatnya rencana Papanya mengenai permintaan Zeo tentang pekerjaanya.
Adhira yang berpura-pura menidurkan dirinya diranjang itu berusaha mencuri dengar percakapan Zeo. Ia sangat penasaran dengan siapa pemuda itu berbicara atau apa yang dibicarakan pemuda itu sampai tampak sangat serius seperti utu.
Tapi Adhira hanya bisa mendengkus kesal saat Zeo terus berbicara dengan bahasa ibunya. Memang serahasia apa sih pembahasan mereka. Batin Adhira yang ntah kenapa merasa kesal sendiri. Ia meremas bantalnya sampai dengan perlahan rasa kantuk benar-benar menyerangnya. Ia kesal tapi juga mengantuk.
***
"Dhir,"
Adhira mengerjapkan matanya saat seseorang mengguncang bahunya.
"Dhir, gue mau ngomong sebentar." kata Zeo serius saat Adhira membuka matanya dengan sempurna.
Adhira menoleh dan ia berdecak ketika mendapti wajah Zeo didekatnya, namun walaupun begitu perempuan itu langsung duduk bersandar walaupun dengan tatapan yang menunjukkan kengganan.
"Apa!" ketus Adhira yang masih terbawa suasana kesal sebelum tidur.
"Kalau lo gue ajak lo buat-"
Klek
Adhira dan Zeo langsung menoleh begitu mendengar pintu kanar mereka terbuka, dan mendapati ketiga teman Adhira yang cengengesan dengan canggung disana.
"Em- Sori, sori, em- kita- aduh kita gak sengaja, kita anu tante bilang hehe, kita lupa" Windi terbata, begitupun Febi dan Intan yang tampak gugup dan salah tingkah.
Adhira mengerjap, pasti ketiga teman laknatnya itu salah sangka dengan posisi nya sekarang. Dimana Zeo bersimpuh disamping ranjang dan menatap matanya serius, terkesan agak romantis.
Zeo berdehem, "Gue keluar dulu." kata pemuda itu langsung bangkit dari duduknya. Ia agak terkejut saat teman-teman Adhira datang.
Begitu Zeo pergi ketiga teman Adhira langsung menatap Adhira penuh curiga.
"Lo- udah-udah sama Zeo?" teriak Febi.
"Uda apa?" Tanya Adhira yang ntah kenapa terdengar ambigu.
"Gue gak mau tau lo harus cerita sekarang!" balas Windi tak mau kalah.
***
Zeo menghela nafas saat menuruni tangga, pikiran pemuda itu bercabang, tadi papanya bilang ia bisa bekerja diperusahaan cabang milik teman papanya di Bandung jika tak bisa kembali ke Jepang untuk mengurus perusahaan induk disana.
Zeo bingung, ia ingin menerima tawaran papanya itu. Tapi Zeo juga sadar diri, ia hanya tamatan SMA, ia belum semumpuni itu untuk memegang pekerjaan, apalagi pekerjaan yang ia dapat dari papanya itu adalah pekerjaan di perusahaan teman papanya. Zeo takut karena ulahnya nanti, hubungan bisnis papa dan temannya kacau balau.
Ia ingin pulang ke Jepang saja, rasanya seandainya ia bekerja pun sudah pasti diperusahaan sendiri, dimana ia sudah mengerti sedikit seluk beluk bisnis keluarganya.
Tapi, jika ia ke Jepang, bagaimana dengan Adhira? Bagaimana tanggung jawabnya akan kehamilan perempuan itu.
Zeo tau sendiri, bagaimana Adhira waktu itu menegaskan kalau tak mau meninggalkan Bandung dan sempat mengatakan pada Zeo beberapa hari yang lalu kalau Zeo yang harus mengikuti Adhira dimana ia tinggal. Yaitu disinis, dirumah mertuanya.
Adhira juga mengatakan kalau Zeo yang harus mengalah dan mengubah status kewarganegaraannya, agar kelak Zeo tak bisa pulang sesuka hatinya ke negera asalnya itu.
Zeo tidak keberatan untuk hal itu, tapi-untuk malasah tinggal di rumah mertuanya selamanya.
Zeo rasanya harus mengambil langkah, ia tak mau hidup penuh tekanan terus menerus nantinya. Ia tak mau Adhira terus merasa jaya melawannya karena merasa dibela orang tuanya.
Zeo harus segara mengubah keadaan.
Dan begitu ia mendapati keluarga Adhira yang berkumpul diruang keluarga.
Zeo memberanikan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Nisaaaazqdt
untuk KK author nya semangat KK 💜
2021-12-27
1
✦:𝓦⃟֯𝓓𝐞𝐥𝐯𝒚𝒐𝒐𝒏𝒂𐀔¡!
bagus Zeyo, keren!!
2021-12-25
4