"Kalian ngerasa ada yang aneh gak sih sama Dhira?" tanya Windi yang membuat Febi dan Intan saling pandang karena setelah pertanyaan Windi itu terlontar, mereka pun langsung merasakan hal yang sama.
Ada yang berubah dengan sikap Adhira.
***
Sepulang jam sekolah, Adhira pergi ke lapangan basket indoor yang cukup luas.
Gadis beralmameter itu mendengus jengkel, melemparkan tasnya kesalah satu bangku tribun penonton, sebelum mulai mengambil peralatan yang digunakan untuk melaksanakan hukumannya.
"Apa mereka gak tau waktu sampai gak ada yang datang kemari, " Desis nya dengan dendam.
Adhira mengepel lantai lapangan basket ketika keempat pemuda itu datang menemuinya. Mereka telat 30 menit.
"Eh, lo uda mulai sendiri? Sorry not sorry lah ya, kita-kita ada jam tambahan tadi." Kata Bastian yang justru terdengar mengejek Adhira.
Adhira berdecih, ia menjatuhkan kain pelnya kelantai dengan sedikit gertakan gigi.
" Iya Bagus dong, Gue jadi gak perlu papasan sama muka-muka sampah kayak kalian, gue uda ngerjain setengahnya sisanya kalian yang lanjutin, gue mau balik." Kata Adhira meraih tasnya hendak pergi.
"Eh, bangs*t, lo ditolong gak tau ditolong ya, masih syukur kita mau bantuin lo ini woi." Teriak Neo yang menggema karena dalam ruangan.
"Bantuin? Heh gue gak salah denger nih? Yang ada Gue malah yang bantuin manusia sampah kayak kalian, ngerti kalian? Jadi selesaiin sisanya, gue mau balik, bay!" ejek Adhira.
"Heh, belagak banget lo ya, Sok berkuasa banget, uda bekasan juga." maki Bastian melempar tasnya.
Adhira berdecih. Tak niat membalas, gadis itu mengambil tasnya dan berniat pulang.
Ketika yang lainnya sibuk saling memaki dan mulai membereskan ruangan. Zeo masih setia berdiri diambang pintu ruang olahraga tanpa niat masuk ataupun keluar, membuat Adhira mau tak mau harus berhadapan dengan pemuda itu.
"Minggir," kata Adhira dingin.
"Gue mau ngomong sama lo" kata Zeo to the point.
"Gue gak mau, ck, awas!" Adhira menyentak tangan Zeo, namun tak menghasilkan apapun, lengan Zeo lebih kuat daripada sentakan nya.
"Gue bilang gue mau ngomong sama lo." Kata Zeo lebih dingin sambil menguatkan pergelangan tangannya yang menghadang pintu.
Adhira memalingkan wajahnya. Enggan menatap Zeo yang ntah bagaimana bisa mengintimdasinya. Bahkan Adhira dapat merasakan tubuhnya sedikit trauma dengan Zeo yang sedang bersikap dingin begini. Hal itu mengingatkannya dengan kejadian beberapa hari yang lalu.
"Kemari!" Zeo manarik tangan Adhira yang tentunya dibalas pemberontakan. Tapi lagi-lagi kekuatan Zeo yang lebih besar darinya membuat Adhira berakhir mengikutinya saja.
Mereka kelorong yang sepi.
"Lepas bangs*t!" Adhira menyentak tangannya yang dipegang Zeo, kali ini Zeo melepaskannya.
"Mau ngomong apa lo!" Bentak Adhira meluap.
Zeo mendekat, "M-mundur! Jangan ma-macam-macam lo ya a-atau gue teriak!"
Zeo menaikkan alisnya saat melihat Adhira bergemetar hebat. Gadis itu ketakutan. Melihat itu, Zeo agak memundurkan langkahnya. Memberi ruang agar Adhira tidak gemetar seperti itu, ntah kenapa Zeo agak kasihan melihatnya.
"Gue mau bahas masalah kita yang di Bar."Kata Sandi memelankan suaranya diujung kalimatnya.
Adhira tak merespon. Tapi Zeo dapat melihat tatapan mata Adhira tak fokus, tanda gadis itu sedang dalam kepanikan.
"Gue minta maaf, gue mabuk dan kebawa emosi, sorry juga kalau gue kasar ke lo malam itu. Mungkin hal itu ninggali trauma" Zeo merasakan tenggorokannya kering saat mengatakan hal itu.
Adhira membuang tatapannya.
"Bagi gue masalah itu bukan sebuah masalah besar, tapi liat lo yang masih virgin gue rasa itu bakal jadi masalah besar buat lo."
Adhira terkekeh, " Segampang itu yah lo ngomong."
"Jadi lo mau gimana? Gue tanggung jawab gitu?" kata Zeo masih mempertahankan nada dinginnya.
"Lo mau tanggung jawabin gue apa?" tantang Adhira. Kali ini gadis beralmameter osis itu menatap Zeo menantang.
"Uang. Lo mau berapa dari gue?" balas Zeo gampang.
Adhira menatap kosong kearah Zeo, "Uang? Lo nyamaratain harga diri gue sama uang?"
"Emang lo mau tanggung jawab dalam hal apa selain uang? Gak mungkin lo minta gue nikahin kan? " Zeo terkekeh diujung kalimatnya, merasa geli dengan kesarkasannya sendiri.
Adhira tak bersuara.
Zeo mendengus, Adhira diam berarti gadis utu tak mempersalahkan tanggung jawabnya. Ah, ternyata segampang itu menyelesaikan masalahnya. Zeo pun mengambil sebuah kartu pipih dari sakunya, "Ini tabungan gue, isinya sekitar beberapa ratus juta, bisa lo pake sebagai penyelesaian masalah kita, passwordnya-
Plak!
Tamparan sekuat tenaga itu Adhira lakukan dengan refleks karena tak tahan dengan tingkah Zeo yang mulai seenaknya.
"Ambil nih, gue gak butuh uang lo, asal lo tau ya. Secuil pun gue gak butuh itu, karena gue gak serendah yang lo pikir. Brengsek! Gue gak perlu pertanggung jawaban lo dalam bentuk apapun, karena gue yakin bahkan sangat-sangat yakin kalau gue juga gak butuh itu dari lo, asal lo tau itu. Lagian dari seoarang Banci kayak lo apa sih yang bisa gue dapat? Hah!" Adhira menunjuk wajah Zeo dengan jarinya.
"Anggap aja gue lagi ketiban sial waktu itu." Tambah Adhira sinis.
Zeo terkekeh, Pemuda itu mengusap wajahnya. "Wah, Bagus sih kalau lo mikir gitu gue jadi gak perlu keluar biaya, tapi lo yakin gak butuh gue? Emang masih ada yang mau sama lo? Emang Panji masih mau sama lo? Lo kan bekasan gue? " Zeo mengejek disetiap kalimatnya.
"Cih" Adhira meludah diwajah Zeo, Zeo menggeram menahan emosi.
"Gue gak butuh lo, dan lo gak perlu mikirin yang bukan urusan lo" kata Adhira melangkah pergi.
"Kalau lo hamil gimana? Jangan lo pikir gue pake pengaman semalam ya?" ucapan Zeo itu membuat Adhira tersentak beberapa detik.
"Percaya diri banget lo," decih Adhira.
Zeo yang awalnya berniat baik untuk mencari solusi dari masalah mereka pun dibuat semakin tersulut emosi saat Adhira berdecih dan meragukannya. Sebagai lelaki yang sudah dewasa, Zeo tersinggung dengan ucapan Adhira.
"Lo nyepelein gue?"
Adhira memutar bola matanya malas.
"Heh, kita lihat aja satu bulan kedepan, kalau gak lo dateng kegue sambil nangis-nangis minta tanggung jawab dari gue."
Adhira terbahak, "Duh indahnya hayalannya, tapi sayangnya gue gak bakal lakuin apa yang lo hayalin itu karena satu, gue gak hamil. Dua, karena gue gak butuh lo, dan ketiga, seandainya gue hamil pun lo pikir gue mau biarin anak lo yang pasti sialan kayak lo itu numpang dibadan gue? Ogah kali. Uda puas, uda denger semua kan? Oke bay, oia kalau lo emang mau tanggung jawab masalah di bar, lo cukup pergi jauh-jauh dari gue." kata Adhira benar-benar berlalu pergi.
Zeo berdecih, ia bersandar ditembok, mengatur emosi nya yang meluap-luap.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
IK
kli ini gw dukung Adhira buat caci maki sama Zeo, karena Zeo udh mngmbil khormatan Adhira scara paksa
2022-12-20
0
Malika
sandi? Zeo kali thorr. itu typo
2022-11-06
0