Adhira terbahak, "Duh indahnya hayalannya, tapi sayangnya gue gak bakal lakuin apa yang lo hayalin itu karena satu, gue gak hamil. Dua, karena gue gak butuh lo, dan ketiga, seandainya gue hamil pun lo pikir gue mau biarin anak lo yang pasti sialan kayak lo itu numpang dibadan gue? Ogah kali. Uda puas, uda denger semua kan? Oke bay, oia kalau lo emang mau tanggung jawab masalah di bar, lo cukup pergi jauh-jauh dari gue." kata Adhira benar-benar berlalu pergi.
Zeo berdecih, ia bersandar ditembok, mengatur emosi nya yang meluap-luap.
***
Tak terasa Satu bulan lebih berlalu begitu saja.
Baik Zeo maupun Adhira tak pernah mengungkit atau membahas masalah mereka lagi. Kali ini Zeo dan teman-temannya pun lebih fokus untuk mengikuti ujian sekolah yang sudah mulai dilaksanakan. Tampaknya kesepakatan sekilas mereka dulu benar-benar mereka lakukan dengan baik.
"Yan, lo uda siap belum? Gantian oy," Teriak Neo menggedor pintu kamar mandi.
"Bentar," sahut Dean kesal.
"Ck, cepetanlah, gue mau ambil tali pinggang gue elah. Pala ambilin dah lempar kemari." gerutu Neo ikut kesal.
"Ogah, ambil sendiri."
"Ya makanya cepet anj*ng!" kesal Neo.
"Pakai tali pinggang gue aja Yo, ada satu lagi dikamar." teriak Zeo yang duduk dikursi makan sambil membaca buku tebal latihan soal ujian. Memberi solusi karena merasa begitu sangat terganggu.
"Ck, gitu lah, bukannya dari tadi. " gerutu Neo langsung berlari kekamar Zeo.
"Lo mau susu nggak Ze?" Tanya Bastian dari arah dapur.
Zeo menggeleng, "Gue minum jus jeruk aja"
"Pagi-pagi juga minun yang asem-asem, mana nih Dean sama Neo, gak sarapan?" kata Bastian membagi nasi goreng yang baru saja mereka masak.
"Bentar lagi kali," kata Zeo.
"Lo ujian apa pagi ini?"
"Matematika, kimia sama bahasa inggris." sahut Zeo lagi.
Bastian mengangguk, tak lama Dean dan Neo datang berkumpul. Dengan seragam lengkap. Semenjak seminggu selama ujian ini mereka memang benar-benar menjadi siswa teladan. Yah, setidaknya mereka harus menjadi siswa yang baik untuk seminggu terakhir masa sekolah kan?
"Mana nasi goreng gue?" tanya Neo yang dibalas Bastian dengan arahan.
"Gak kerasa uda ujian terakhir, ntar malam clubing yuk. Ngilangi stres" ajak Dean semangat.
"Gue oke banget, stress banget kepala gue." Kata Bastian terkekeh. Semua mata langsung menatap Bastian, pasalnya tak biasanya Bastian gampang diajak Minum-minum. Walaupun terkadang dia kalap seperti waktu itu. Tapi Bastian adalah orang yang paling malas diajak bersenang-senang selain Zeo.
"Ada masalah lo?" Tanya Zeo dingin, meletakkan buku latihan soal ujiannya.
Bastian terkekeh, "Sejak kapan kita gak ada masalah?"
Sejenak ruang makan menjadi senyap, mereka semua terdiam dengan pikiran masing-masing.
Mereka sudah tinggal bersama hampir 4 bulan lebih, dikota baru, disekolah baru dan tentu saja dilingkungan baru, dirumah dengan bangunan dua lantai ini mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama setelah aksi pengeluaran mereka dari sekolah dengan tak terhormat. Hal itu membuat mereka saling mengerti satu sama lain. Mereka yang pada dasarnya memiliki nasib yang sama yaitu hidup bergelimang harta dikeluarga yang tak cukup baik. Menjadi saling memahami satu sama lain.
Mereka semua makan dengan diam, rasanya masih ingat dengan jelas bagaimana keluarga mereka mengamuk dan murka saat nama mereka berempat terpampang diberita online dan majalah bisnis dengan berbagai skandal yang mereka buat.
"Oke, ntar malam clubing, buang stress dulu. Gue juga banyak pikiran." kata Neo memecah keheningan, Mereka berempat terdiam sejenak, melirik Zeo meminta persetujuan dan saat Zeomengangguk tanda setuju, mereka tersenyum sepakat.
***
Adhira mendorong piring makannya yang langsung mendapat tatapan penuh tanya Ayah, mama dan adiknya.
"Gak selera lagi? Ini kari ayam kesukaan kamu loh kak." kata Mira seperti putus asa. Sudah lebih seminggu Adhira tak berselera makan, membuat tubuh anak gadisnya itu kian kurus.
"Kakak pusing ma," kata Adhira menempelkan kepalanya kemeja makan.
"Mau cek kedokter nggak? Biar ayah antar." kata Deni mengelus pelan rambut anak gadisnya itu sayang.
Adhira menggeleng, ia terlalu pusing dan malas untuk bersuara.
"Kamu kayaknya kena magh deh kak," kata Mira mendiagnosa.
"Magh?" kata Deni meminta penjelasan keistrinya.
"Kayak nya gitu mas, kakak kan sering ngeluh perih diulu hati sama mual. Pasti ini karena kebiasaan kakak yang makan gak teratur" jelas Mira.
"Emang kamu gak makan teratur kak?" tanya Deni keputrinya agak menuntut.
Adhira mengangguk, "Loh kenapa? Kalau uda gini baru kerasa kan gimana akibatnya, kamu ini." gerutu Deni.
"Dia kan sibuk ngurusin Osis nya mas, apalagi ini uda mau kelulusan, pasti sibuk bikin acara buat kelulusan kakak kelasnya, ya kan kak?"
Lagi-lagi Adhira mengangguk. Dan saat mendapat jawaban itu, Deni perlahan mengubah raut wajahnya menjadi lebih bersahabat. Ayah dua anak itu mengelus rambut putrinya sayang, "Nanti kita periksa ya" bisiknya lembut, Adhira hanya bergumam pelan sebagai responnya.
" Oia Kakak ditanyain coach Ando semalam lho." kata Devan, anak laki-laki berusia 9 tahun itu memberi tahu perihal guru karate mereka yang menanyakan ke alfaan Adhira selama sebulan lebih terakhir.
"Katanya kakak kok sekarang gak pernah ikut latihan lagi?" kata Devan mengingat ucapan guru karate mereka itu.
Adhira tercenung, Memang, semenjak ia gagal menjaga dan membela dirinya hampir dua bulan yang lalu, Adhira menghentikan aktivitas latihan karatenya karena ia malu. Malu dengan ilmu yang ia miliki, malu dengan guru dan teman-teman nya.
Malu dengan dengan dirinya sendiri yang tak bisa mengamal kan ilmu nya dengan baik saat bersama Zeo waktu itu.
"Gak mood," katanya pelan.
"Tapi emang iya ya, kakak uda lama gak latihan, kakak juga jarang keluar deh mama rasa. Semalam mamanya Panji sampek nelpon mama katanya kamu sekarang jarang main kerumah nya." Kata Mira mengingat percakapannya semalam dengan ibu pacar anak gadisnya itu.
Adhira membisu, sebulan terakhir banyak yang berubah dengannya. Tanpa sadar ia sudah membatasi pergaulannya. Bahkan pada pacarnya sekalipun.
"Eh iya, Panji semalam titip cokelat buat kamu waktu jumpa Ayah sepulang dari kantor." kata Deni yang membuat Adhira menatap ayahnya.
"Kok ayah bisa jumpa dia?"
"Ayah mampir keminimarket semalam, terus jumpa Panji, dia baru pulang dari main katanya." Kata Deni lagi.
"Oh," Kata Adhira mencoba tersenyum.
"Kak, kalian gak berantem kan?" Tanya Mira curiga, pasalnya Adhira seperti menutupi sesuatu pada dirinya.
Adhira menggeleng, "Nggak, Panji kan ujian, jadi kakak gak mau ganggu mama. Uda ah, gak usah bahas Panji lagi, kakak pusing" Kata Adhira memijit pelipisnya.
Kedua orang tua Adhira saling pandang, mereka seolah-olah tak percaya dengan ucapan putri mereka.
"Ma, Devan uda siap, Devan pergi kerumah coach Jihan ya." kata Devan hendak pergi.
"Ngapain kerumah coach Jihan? Masih pagi banget juga."
"Mau latihan ma, Devan kan mau ikut O2SN bentar lagi, biar jadi atlit badminton kayak Anthony Ginting." Kata Devan yang disambut kekehan kecil semua orang.
"Kak, kamu beneran gak mau kedokter? Kalau kedokter ayo ayah antar biar sekalian kekantor." Kata Deni yang bersiap-siap pergi.
Adhira menggeleng, "Nggak yah, kakak mau tidur aja, kepala kakak pusing." Katanya pelan.
"Ck, yaudah, tidur sana, liburan bukannya ngerefreshingin otak buat ujian malah sakit," Kata Deni mengusap rambut Adhira.
"Yaudah ayah pergi ya!" pamit Deni.
Sepeninggal Deni, Adhira langsung pergi kekamarnya setelah kembali menolak tawaran kedokter dari mamanya.
Sudah seminggu semenjak libur sekolah karena anak kelas tiga ujian, Adhira merasakan tubuhnya tidak enak, ia kehilangan selera makan, lemas dan mengantuk sepanjang hari.
Adhira bahkan sampai kehilangan beberapa kilo berat badannya yang membuatnya tampak kian pucat dan lemas.
Adhira bahkan bertanya-tanya ada apa dengan tubuhnya yang biasanya jarang sakit ini.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Joveni
waahhh... mungkin adhira hamil yg ngidam zeo...wkwkwk
2022-10-28
3