Adhira mematut dirinya didepan cermin dengan tatapan bringas. Selalu, selalu saja begitu.
Rasanya Adhira tak ingin menatap pantulan dirinya sendiri dikaca. Ia merasa terpojok kan dengan penghakiman dirinya sendiri.
Ia merasa dirinya adalah sampah dan sampah.
Bahkan terkadang Adhira tanpa sadar menusuk tangannya sendiri dengan benda-benda kecil disekitarnya seperti pensil atau pena. Itu semua ia lakukan untuk membuat kepercayaan dirinya kembali karena-
Karena-
Adhira menelan ludahnya ketika mengingat kejadian tiga hari yang lalu. Ingatan buruk tentang bagaimana Zeo menatapnya nyalang, bagaimana Zeo menciumnya.
Adhira mengetatkan rahangnya, gadis itu tanpa sadar mengambil pena yang ada dimeja belajarnya, menusuk-nusuk kan ujungnya pada lengannya. Adhira butuh pelampiasan emosi. Ia tak mau mengingatnya, tak mau. Bahkan mengingat wajah pemuda berandalan itu saja sudah membuat darahnya mendidih.
Oh ayolah, itu sudah tiga hari berlalu tapi Adhira semakin menggila dikamarnya. Ia bahkan tak berani berangkat kesekolah karena takut bertemu pemuda sialan itu disana.
"Dhira? Kamu didalam kan kak?"
Adhira menyembunyikan tangannya yang terdapat beberapa tancapan bekas pena. Itu mamanya.
"Iya ma" sahutnya.
"Mama boleh masuk nggak kak?"
Adhira memperbaiki tatanan rambut dan ekspresinya, ia harus terlihat baik-baik saja didepan mamanya itu.
"Boleh ma," katanya setelah memastikan lengannya tertutup rapat oleh baju lengan panjangnya.
Mira, mama sambung Adhira itu langsung masuk begitu mendapat jawaban dari anak sulungnya. Yah, Adhira memang bukan anak kandungnya, tapi ia lah yang membesarkan Adhira sejak gadis itu berusia dua tahun. Dan sebagai ibu, Mira merasa ada yang aneh dengan Adhira yang mengurung diri dikamar selama tiga hari penuh.
Karena itu bukan Adhira sekali, gadis bermulut pedas dan bertingkah angkuh itu tak pernah tampak sesedih ini. Bahkan dulu saat mengetahui fakta bahwa ia bukan anak kandung Mira saja Adhira tak separah ini. Gadis itu terbiasa dengan pembawaannya yang kaku. Sulit sekali membuatnya merasa kalah. Adhira adalah sosok antagonis yang keluar dari sebuah film.
"Kakak, kakak lagi ngapain?" tanya Mira lembut, ia membelai rambut Adhira penuh kasih sayang.
"Lagi nyisir rambut, habis mandi." Kata Adhira tersenyum. Ia memegang sisir untuk memperkuat alasannya.
Mira ikut tersenyum, "Kakak kenapa sih tiga hari ini ngurung dikamar? Masih marah sama Ayah yang marahin kakak semalam?"
Adhira mengernyit sebelum mengingat kejadian tiga hari yang lalu, begitu kejadian buruk itu terjadi, Adhira langsung pulang kerumah dan sialnya saat itu ayahnya yang menyadari ia pergi dari rumah tanpa pamit menunggunya sampai dini hari didepan pintu.
Adhira ingat sekali bagaimana ayahnya mengamuk. Memarahinya karena telah membuat semua orang khawatir. Dan Sebenarnya yang membuat ia malas keluar dari kamar selain masalah nya dengan Zeo adalah memang karena ayahnya. Ia dan ayahnya itu sama-sama berkepala batu. Jadi jika ada masalah jarang terselesaikan dengan baik pula.
Melihat Adhira yang diam, Mira pun merasa tebakannya benar, maka ia pun melanjutkan, "Ayah kayak gitu karena sayang sama kakak, karena Ayah khawatir sama kakak, kakak kan tau kakak itu satu-satu nya anak gadis Ayah."
Adhira merapat kan bibirnya, kalimat mamanya itu terngiang dikepalanya.
kakak itu satu-satunya anak gadis ayah.
"Jadi wajar dong ayah semarah itu semalam, " Mira mengelus rambut lembab Adhira, "Ya kak, jangan marah lagi sama ayah"
Adhira tersenyum kecil, ia mengangguk ragu,
"Nah gitu dong, jadi uda gak marahan lagi kan sama ayah?" Tanya Mira semangat.
Adhira diam saja,
"Uda nggak dong, gitu harusnya jawabnya. Eh yaudah, sekarang turun kebawah yuk, Ayah, Devan, sama temen-temen kamu uda nungguin tuh dibawah kita mau makan bareng, mama tadi juga uda buatin kare ayam kesukaan kamu"
"Hah temen? Windi, Intan, Febi?" tanya Adhira terkejut.
Mamanya tertawa sambil mengangguk, "Iya, makanya itu turun yuk. Gak bosen apa makan sendirian dalam kamar tiga hari ini."
"Beneran ada mereka bertiga?" Tanya Adhira lagi yang dibalas anggukan mamanya.
Adhira memejamkan matanya jengkel, ia sudah dapat membayangkan keributan apa yang akan terjadi jika ketiga temannya berkumpul dirumahnya. Pasti sangat kacau, dan hal itu benar-benar tak baik untuk dirinya yang sedang butuh ketenangan.
Dan benar saja, begitu Adhira menginjak undakan tangga terakhir, kehebohan ketiga temannya langsung menyambutnya.
"Yaelah akhirnya putri keraton turun juga," ujar Windi tak tau sopan santun. Teman Adhira yang satu ini memang tingkah sopan santunya sebelas dua belas dengan Adhira.
"Stt, mulut lo" ujar Febi menjawil Windi, menegur malu karena ada ayah dan adik Adhira yang memperhatikan.
"Apasih, kan emang iya, tuh putri keraton baru turun" Kata Windi tak terima ditegur.
"Ngapain sih kalian pada kemari? Numpang makan kan lo pada" Ketus Adhira mendudukkan dirinya disebelah Devan, adiknya.
"Hust, kakak, temennya kemari bukannya seneng kok malah gitu sih." tegur Mira sambil menyusun makanan buatannya dimeja makan.
Windi tersenyum pongah, "Tuh dengerin nyokap lo Dhir, harusnya lo itu husnuzon sama kita-kita. Mulut lo itu ya pedes nya gak ilang-ilang." Sungut Windi.
"Halah, husnuzon sama kalian malah nambah dosa tau gak." Kata Adhira lagi.
"Eh, Lo itu ya-
"Wlee, wlee gak dengar" Adhira memeletkan lidahnya. Mengejek Windi yang wajahnya sudah kesal tingkat akhir.
Windi sudah akan kembali mencela namun urung karena mama Adhira memotong ucapannya.
"Udah-udah, kita mau makan ini loh. Pamali ribut didepan makanan."
"Iya, makan dulu baru nanti ngobrolnya." Tambah Deni berdehem. Membuat ruang makan yang awalnya ribut menjadi senyap sampai selesai makan. Mereka mungkin akrab dan terbiasa dengan anggota keluarga Adhira, tapi hal itu tak berlaku untuk ayah Adhira yang kakunya luar biasa itu.
Dan begitu selesai makan, Intan yang merupakan satu-satunya teman Adhira yang paling pengertian itu membantu mama Adhira membereskan piring kotor bekas makan sedangkan Febi dan Windi mengikuti Adhira yang kekamar.
"Jadi gimana?" Tanya Windi begitu pintu kamar tertutup.
Adhira menaikkan alisnya, "Gimana apa nya?"
Windi berdehem, "Jangan lo pikir kita bodoh ya Dhir, lo ada masalah kan? Cerita dong sama kita?"
Ujaran Windi itu diangguki dengan kuat oleh Febi,
"Iya Dhir cerita dong jangan ngurung diri dikamar gitu. Gak baik tau." Tambah Febi menggebungkan pipinya.
Adhira mengedikkan bahunya acuh, "Jangan sotoy deh. Gue mana ada masalah"
"Ck, gue gak ngerti harus ngomong apalagi ma lo Dhir, lo ada masalah apa sih sebenernya." Kekeh Windi memaksa.
"Gue gak ada masalah gue bilang, gue cuma salah paham sama bokap gue dong uda cuma itu."
"Lo pikir kita percaya? Sejak kapan bokap lo bisa buat lo segalau ini? Biasanya juga lo bahkan sanggup tengkar berminggu-minggu tuh dan lo biasa aja" bentak Windi marah, oh, jangan lupakan sikeras kepala ini digeng mereka selain Adhira tentu saja.
"Apa sih, gak usah sok tau kenapa" Kesal Adhira lalu membaringkan tubuhnya disebelah Febi.
"Adhira Alindra!"
"Apa sih!"
"Woy, ngapa deh ini teriak-teriak," Intan yang baru masuk kamar langsung menegur, " Kalau didenger om, tante kan gak enak. Malu tau uda hampir magrib"
"Temen lo ini." kata Winda mendudukkan dirinya diranjang Adhira. Sedangkan Adhira diam saja tak bersuara.
"Karena Kita-kita diam aja, lo pikir kita gak peduli gitu? " kata Febi tiba-tiba agak serius.
"Kita kayak gini karena kita sayang sama lo Dhir,"
"Kita uda diem aja loh lo ngurung diri dikamar dan jauhin kita tiga hari ini" Kata Febi lagi.
" Dan Masalah lo seberat apa sih sampai lo lukain tangan lo gitu?" kata Intan pelan, agak prihatin sambil menarik baju lengan panjang Adhira.
Adhira makin membisu, ia tak sanggup untuk sekedar mengatakan sepatah kata pun. Saat matanya menatap ketiga teman yang menatapnya khawatir dalam hati ia mengutuk dirinya. Ia sampah, benar-benar sampah.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
IK
dbest ama prshabatan mereka, salingbkenal, saling paham, saling berani mngemukakan pndpat tanpa sakit hati👍
2022-12-20
0
✦:𝓦⃟֯𝓓𝐞𝐥𝐯𝒚𝒐𝒐𝒏𝒂𐀔¡!
next..
2021-12-14
2