Bab 20

"Apa dia alasan kamu yang membuat kita berpisah?"

"Mas Yudis!" Sabrina dengan cepat menoleh ke arah suara.

"Apa benar?"

"Tidak, Mas!"

"Aku lihat kalian semakin dekat, berarti selama ini kau juga berselingkuh!" ucap Yudis pelan tapi menyakitkan.

"Aku tidak seperti itu!" jawab Sabrina tegas kemudian memilih meninggalkan mantan suaminya.

Yudis ingin mengejar mantan istrinya itu tapi sekitaran mereka ramai pengunjung, hanya buat malu jika mereka berdebat di tempat umum.

Sementara itu, Arvan mencari keberadaan Sabrina. Ia pun menghubunginya setelah mendapatkan jawaban dari panggilannya, ia segera berjalan ke arah mobil.

"Aku cari kamu..." ucapan Arvan berhenti melihat mata Sabrina merah.

"Maaf, Mas. Tadi tidak bilang padamu kalau aku di sini," jelasnya.

"Kamu menangis?"

"Tidak, Mas!"

"Lalu kenapa matamu merah dan berair?"

"Ini karena terkena debu," jawab Sabrina berbohong.

"Coba bicara jujur. Apa yang terjadi?" tanya Arvan.

"Tidak apa-apa, Mas."

"Jangan buat aku khawatir, Sabrina." Ucap Arvan lembut.

"Aku baik-baik saja, lebih baik kita pulang saja." Ajaknya.

"Baiklah, ku harap kamu memang benar baik-baik saja." Ujar Arvan lagi.

*

"Di sini kau, kami mencarimu ke sana kemari." Ucap Theo.

Tanpa menjawab, Yudis membalikkan arah dan berlari menuju rumah.

"Hei, kenapa dia?" tanya Miko pada Theo.

"Entahlah," jawabnya. "Biarkan saja dia begitu, kita cari sarapan saja," ajaknya.

"Baiklah," ujar Miko.

Sesampainya di rumah, Yudis duduk dan mengangkat teko air di atas meja makan dan menuangkan isinya ke dalam gelas. Ia meminumnya tanpa sisa. Ia mengusap kasar wajahnya.

"Aarrghhhhh..aku pikir kamu dan dia tidak memiliki hubungan apa-apa. Selama ini yang dikatakan Mama benar. Kenapa kau lakukan itu?" batinnya.

Ia mengelap kasar air matanya yang menetes. Selama ini ia berusaha bagaimana bisa kembali lagi.

"Aku masih mencintaimu, Sabrina!" ucapnya lirih.

*

"Kau sama saja, Mas. Tidak percaya denganku, kau bilang masih mencintaiku tapi malah menuduhku," ucapnya lirih menghapus air matanya. Sabrina menuangkan segala kegundahannya,sesampainya di kos. Ia menyuruh Arvan untuk pulang karena hari ini ia ingin sendiri.

"Entah, kenapa aku harus berjumpa dia lagi dan lagi?" gumamnya sambil memijit pelipisnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Karena hari Minggu dan masih libur. Yudis pergi seorang diri ke toko pakaian. Ia sengaja ingin berjumpa dengan mantan istrinya.

Sesampainya di sana, ia mulai mencari keberadaan wanita itu. Cukup lama ia memutari toko tersebut. Hingga akhirnya ia bertanya pada seorang karyawan.

"Apa kalian mengenal dia?" Yudis menunjukkan sebuah foto dalam ponselnya.

"Dia Bu Suci, manajer kami."

"Suci?" batinnya.

"Hmm, kira-kira dia datang jam berapa?"

"Saya kurang tahu, Pak. Dia datang tak menentu, jam segini biasanya sudah ada di sini bersama Pak Arvan," jawab salah satu karyawan toko.

"Arvan siapanya?"

"Dia pemilik toko ini, saya kurang tahu hubungan mereka. Tapi keduanya dekat sekali," jawabnya lagi.

"Oh, begitu. Terima kasih, ya!" ucap Yudis kemudian pergi dari toko.

Saat mobil Yudis keluar parkir, kendaraan yang ditumpangi Arvan dan Sabrina masuk. Pria itu sempat melihat mantannya turun bersamaan melalui kaca spion.

Yudis pun kembali memutar mobilnya lalu turun dan memanggil nama sang mantan.

"Sabrina!" panggilnya.

Wanita itu pun menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya,"Mas Yudis!"

Yudis pun berjalan mendekati Sabrina.

"Mau apa dia?" bisik Arvan pada Sabrina.

"Aku juga tidak tahu," ucapnya.

"Aku ada perlu dengan kamu," ucap Yudis.

"Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi, jadi tidak ada yang perlu dibicarakan," jelas Sabrina.

"Aku mohon beri waktu untukku," pinta Yudis.

Sabrina menatap Arvan, pria itu pun mengangguk tanda memberikan izin. Lalu ia kembali menatap Yudis. "Baiklah, aku beri waktu kamu bicara. Kita ngobrol di kafe sebelah saja!"

Yudis pun menyetujui, mereka berdua pun berjalan ke kafe yang kebetulan bersebelahan dengan toko.

"Waktu ku tidak banyak, Mas. Cepat katakan?"

"Kenapa begitu terburu-buru?"

"Mas, aku harus kerja."

"Baiklah, aku akan katakan. Sudah lama kita tidak bicara seperti ini?"

"Jangan berbasa-basi, sekarang mau bicara apa." Ucap Sabrina.

"Apa benar kamu dan Arvan?"

"Kami hanya dekat karena pekerjaan, Mas."

"Baguslah."

"Mas, hanya ingin bertanya itu saja!"

"Tidak juga, aku rindu dengan kamu." Yudis mengenggam tangan wanita yang dihadapannya itu. Sabrina segera menarik tangannya.

"Mas, kita bukan suami istri lagi. Jadi, tolong ingat batasannya." Ujar Sabrina.

"Maaf, Sabrina. Aku tanya apa kamu masih memiliki rasa itu padaku?"

Sabrina menyunggingkan senyumnya. "Kenapa baru sekarang kamu bertanya? Selama ini ke mana saja?" sindirnya.

"Aku ingin kita seperti dulu lagi," ucap Yudis.

"Tidak, Mas. Aku tak bisa." Tolak Sabrina.

"Kenapa? Apa kamu sudah menemukan pengganti ku?" tanya Yudis.

"Belum atau tidaknya bukan urusanmu, Mas!"

"Itu artinya kamu masih berharap kita kembali," ucap Yudis percaya diri.

Sabrina menarik sudut bibirnya dan menatap sinis mantannya itu.

"Aku harus kembali kerja, Mas!" ucap Sabrina sambil menyedot jus jeruknya.

"Sabrina, beri kesempatan aku sekali lagi!" mohonnya.

Wanita itu bangkit dari kursinya,"Tidak ada yang perlu dibahas lagi dan dibicarakan. Jalani hidup masing-masing, Mas. Kamu berhak bahagia begitu juga dengan aku!" ucap Sabrina tegas. Ia pun berlalu meninggalkan Yudis yang masih terdiam.

Sabrina mempercepat langkahnya kembali ke tempat kerja, ia melihat Arvan memandanginya dari kaca lantai dua kebetulan berhadapan langsung dengan kafe sebelah toko.

"Apa sudah selesai urusannya?" tanya Arvan ketika Sabrina naik ke lantai dua tempat kerjanya.

"Sudah, Mas!"

"Dia mau apa lagi dengan kamu?"

"Tidak ada," jawab Sabrina.

"Kalau tidak ada, bagaimana ia sampai di kota ini dan tahu kamu bekerja di sini?" cecar Arvan.

Sabrina menatap pria yang ada dihadapannya,"Pertanyaan kamu seperti orang yang cemburu?"

Arvan menarik lengan Sabrina hingga kedua mata mereka saling bertemu.

"Jangan coba-coba bertemu dengan dia lagi!" ucapnya tegas.

"Mas, kamu bukan suami atau kekasih ku!" Sabrina berusaha mendorong tubuh Arvan.

Arvan melepaskan genggamannya,"Tapi kamu adalah tanggung jawabku selama di sini!"

"Mas, aku sudah dewasa dan bisa sendiri. Jangan anggap diriku seperti anak yang baru mengenal dunia luar!" ucap Sabrina kesal.

"Baiklah, kalau begitu. Aku tidak akan mencampuri urusanmu dan mulai hari ini kau bebas mau ke mana saja tanpa seizin dariku," Arvan meninggalkan Sabrina seorang diri di ruangan khususnya.

Sabrina terduduk, hatinya benar-benar kacau. Ia menutup wajahnya dan menangis. Ia segera menghapus air matanya, ia tidak ingin karyawannya curiga dan jadi salah paham.

Wanita itu menarik nafas dalam-dalam, ia memperbaiki posisi tubuhnya. "Aku harus kuat, tidak boleh lemah hanya seorang pria," ucapnya mantap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!