Bab 16

"Apa benar kamu dan suami berpisah?" tanya Arvan hati-hati.

Sabrina menatap tajam pria yang dihadapannya.

"Ma..maaf, jika pertanyaanku salah." Ucap Arvan gugup.

"Mas Arvan ke sini cuma ingin bertanya itu saja?" tanya Sabrina ketus.

"Tidak juga," jawabnya.

"Lalu?"

"Kenapa kamu tidak berjualan kue dan roti lagi?"

"Saya tidak akan melanjutkannya lagi, Mas."

"Kenapa?"

"Sementara waktu saya akan pindah ke kota lain," jawab Sabrina.

"Pindah? Ke mana?" cecar Arvan.

"Ke kota M," jawab Sabrina.

"Saya berencana membuka cabang di kota itu," ujarnya.

"Tadi Meli juga sudah bercerita," ucap Sabrina.

"Bagaimana kalau kamu bekerja di sana?"

"Maaf, Mas. Saya tidak bisa," jawabnya.

"Kenapa?"

"Saya tidak ingin berutang budi pada Mas Arvan," jawabnya lagi.

"Jangan berbicara seperti itu, saya ikhlas menolong kamu," jelas Arvan.

"Tapi, Mas...!"

"Tidak tapi-tapian, kamu boleh bekerja sementara waktu di toko saya jika memang ada pekerjaan lain yang lebih baik." Tutur Arvan.

"Terima kasih, Mas."

"Kapan kamu akan pindah?"

"Kemungkinan tiga atau empat hari lagi," jawab Sabrina.

"Kebetulan lusa toko akan di buka, jika kamu mau saya akan kirim alamatnya," ucap Arvan.

"Baiklah, Mas."

"Hemm... bagaimana saya bisa memberikan kamu alamat jika nomormu tidak aktif?"

"Mana ponselnya!"

Arvan memberikan ponselnya kepada Sabrina, wanita segera mengetik nomor di gawai mantan atasannya itu.

Sabrina pun memberikan kembali ponsel Arvan, pria itu segera menyimpan nomornya.

"Kalau begitu, saya permisi pulang." Ucap Sabrina.

"Biar saya antar," tawar Yudis.

"Terima kasih, Mas."

Mereka berjalan menuju parkiran kafe, Arvan membukakan pintu untuk Sabrina.

Yudis kebetulan berada di tempat yang sama, melihat mantan istrinya bersama dengan pria lain.

"Sepertinya pria itu, mantan bos Sabrina!" gumamnya.

Yudis pun mengikuti mobil yang dikendarai Arvan, sesampainya di rumah ibunya Sabrina. Pria itu pun melakukan hal yang sama dengan membukakan pintu.

"Apa dia kekasih baru Sabrina? Apa selama ini mereka memiliki hubungan?" batin Yudis.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Beberapa hari kemudian, Yudis datang ke rumah mantan mertuanya. Ia ingin berjumpa dengan mantan istrinya itu.

"Apa Sabrina ada, Tante?"

"Sabrina tidak di sini lagi," jawab Mila.

"Dia ke mana?" Yudis penasaran.

"Tadi pagi ia pergi," jawabnya lagi.

"Pergi ke mana?"

"Maaf, Nak Yudis. Ibu tak bisa memberitahunya."

Yudis tersenyum tipis. "Kalau saya boleh tahu, apa Sabrina sudah memiliki calon suami?"

Mila mengernyitkan keningnya. "Dia tak pernah cerita," ucapnya.

"Oh, begitu ya. Kalau begitu saya permisi, Tante."

"Iya, Nak."

*

"Kamu yakin tidak tinggal dengan kami?" tanya Tante Lala, sepupu ayah kandung Sabrina.

"Tidak, Tante. Sabrina akan cari kos-kosan yang dekat dengan toko," ucapnya.

"Ya sudah, istirahatlah. Besok kami antar ke toko yang kamu maksud," ujar Tante Lala.

Sabrina pun masuk ke kamar, ia merebahkan diri di atas ranjang. Matanya menerawang menatap langit-langit kamar. Sekilas bayangan Yudis muncul dipikirannya. Ada rasa rindu dan sedih menjadi satu.

"Aku tidak boleh memikirkan Mas Yudis," ucapnya lirih menggelengkan kepalanya.

Baru saja memejamkan mata, ponselnya berdering.

"Ibu," gumamnya. Ia pun mengangkat ponselnya dan menjawab panggilan.

"Halo, Bu!"

"Halo, Nak. Kamu lagi ngapain?"

"Mau tidur, Bu. Besok Sabrina mulai bekerja di toko Mas Arvan," jawabnya.

"Tadi sore, Yudis ke rumah."

"Ada apa Mas Yudis ke rumah?"

"Dia menanyakan kamu," jawab Mila.

"Jangan memberi tahu Mas Yudis, kalau Sabrina di sini!"

"Ibu tidak akan memberi tahu tanpa seizin kamu," ucap Mila.

"Terima kasih, Bu."

"Ya sudah, kamu istirahatlah. Jangan memikirkan Yudis lagi," ucap Mila.

"Ibu kenapa tahu Sabrina lagi memikirkan Mas Yudis?"

"Kamu itu anak Ibu, kalian saling mengenal dan dekat hampir 7 tahun. Tidak semudah itu melupakannya," jawab Mila.

"Iya, Bu. Sabrina akan berusaha melupakannya," janjinya.

"Ya, sudah. Selamat tidur, Nak!"

"Selamat tidur juga, Bu!" Sabrina menutup teleponnya.

"Baru juga dipikirkan, sudah dapat saja kabarnya," batinnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Keesokan paginya, Tante Lala dan suaminya mengantar Sabrina ke tempat kos-kosan yang sudah dicari Arvan. Pria itu pun datang juga.

"Terima kasih, Tante. Sudah membantu aku," ucap Sabrina.

"Sama-sama, Sabrina. Jika butuh sesuatu, kamu bisa menghubungi kami," ujar Tante Lala. "Tolong, jaga keponakan saya," ucapnya lagi pada Arvan

"Iya, Tante. Saya akan menjaga Sabrina dengan baik," ucap Arvan.

"Kalau begitu kami permisi pulang," pamit Tante Lala.

"Terima kasih, hati-hati dijalan!" ucap Sabrina.

*

"Mari saya bantu kamu membereskan kamar," tawar Arvan.

"Tidak usah, Mas. Kamu sudah banyak membantuku, biar aku saja." Tolak Sabrina halus.

"Biar saya bantu, kamu mau datang ke toko terlambat?"

Sabrina menggelengkan kepalanya.

"Makanya saya bantu," ucap Arvan lagi. Pria itu pun membantu Sabrina meletakkan barangnya. Tidak sampai setengah jam telah selesai.

"Terima kasih, Mas."

"Sama-sama," ucapnya.

"Hemm...mau mandi, saya harap Mas Arvan keluar." Ucapnya segan.

"Oh, iya. Saya akan menunggu di luar."

Setengah jam menunggu akhirnya Sabrina keluar kamar dengan pakaian rapi dan bersiap akan ke toko.

"Kamu tidak lapar?" tanya Arvan saat di dalam mobil.

"Sebenarnya lapar tapi kita akan terlambat jika harus makan dulu," jawab Sabrina.

"Tidak akan ada yang marahi kamu," ucap Arvan.

"Kenapa begitu? Saya ini karyawan baru mulai kerja," ujarnya.

"Bosnya saya, kamu di sini. Siapa yang akan memarahimu?"

"Oh,iya." Jawab Sabrina tersenyum.

"Kamu kalau senyum manis," puji Arvan.

"Hah! Apa!"

"Tidak ada!"

"Mas Arvan sering ke kota ini?" tanya Sabrina.

"Sebulan bisa dua kali ke sini, apalagi jika ada kamu mungkin saya akan menetap di sini," jawab Arvan.

Sabrina mengernyitkan keningnya

"Kalau kamu?"

"Baru dua kali, pertama saat ayah dan ibu masih bersama usia 3 tahun dan kedua lima tahun yang lalu. Sekarang saya malah mau mencari pekerjaan di sini," jawab Sabrina tersenyum.

"Saya senang melihat kamu tersenyum begitu," puji Arvan lagi.

"Mas Arvan kebanyakan memuji, saya jadi grogi." Ujar Sabrina.

Arvan terkekeh mendengar ucapan Sabrina.

"Selama bekerja di toko, baru kali ini saya melihat Mas Arvan sebahagia ini," ucap Sabrina.

"Benarkah?"

"Benar!"

"Apa saya dulu sangat seram dan menakutkan?"

"Sangat," jawab Sabrina.

"Pasti kamu dulu sangat membenci saya?"

"Mas Arvan kok tahu, padahal saya tidak ada bilang."

"Saya menebak saja," ucap Arvan.

"Tapi tebakannya benar, Mas Arvan itu bagi kami sebagai karyawan ibarat preman."

"Separah itu?"

"Iya, Mas Arvan tidak pernah senyum. Selalu marah-marah, makanya cepat tua." Ejek Sabrina.

"Kamu bilang saya tua? Mau di potong gajinya?"

"Ya, ampun. Belum juga bekerja sudah main potong saja." Jawabnya tersenyum.

"Habisnya kamu bilang saya tua!"

"Memang Mas Arvan lebih tua dari saya?"

"Benar juga."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!