Bab 13

"Mama mau ke rumah Yudis," ujar Linda meminta izin pada suaminya.

"Mau apa lagi Mama ke sana?" tanya Hendi.

"Mama ingin memastikan menantu Papa sudah balik atau belum," jawabnya.

"Mama, jangan mengganggu mereka lagi. Nanti diri kamu yang menyesal," ucap Hendi memberi nasehat.

"Mama tidak akan menyesal memisahkan mereka," ucap Linda.

"Mama, cukup!" hardik Hendi.

Linda yang mendengar suaminya bersuara keras ia ketakutan.

"Kalau masih mengusik hidup mereka lagi, Papa tidak akan segan menghukum Mama!" ancam Hendi.

Linda menyebikkan bibirnya.

Lain tempat, di rumah Yana. "Mas, minta uang belanja!" ucapnya pada suaminya.

"Tapi, semalam sudah Mas kasih." Ujar Rudi.

"Habis, Mas. Uang segitu mana cukup," protesnya.

"Itu gajiku selama sepekan," ucap Rudi.

"Namanya juga sudah habis, cepat Mas beri aku uang." Pinta Yana lagi.

"Aku tak punya," sahut Rudi.

"Pelit kamu, Mas!"

Rudi hanya menggeleng-geleng kepalanya.

Yana pun meninggalkan suaminya yang sedang sarapan, ia memilih menonton televisi daripada mengurus rumah tangga.

"Apa cuma ini pekerjaanmu, Yana? Tiap hari nonton televisi, main ponsel, keliling mencari kuliner dan menggosip," ungkap Rudi.

"Mas, kalau belum mampu bahagiakan aku tak perlu komentar. Coba kamu banyak uang, pasti kita sudah memiliki asisten rumah tangga dan rumah ini ada yang mengurusnya. Tentunya, hidup kita bahagia." Ujar Yana.

"Aku malas berdebat dengan kamu. Ibu dan anak sama saja," ucap Rudi.

"Sudah sana kerja! Cari uang yang banyak untuk aku!" teriak Yana.

Rudi pun mengendarai sepeda motornya yang ia beli sebelum menikah dengan Yana. Belum sampai toko tempat ia bekerja, ban motornya bocor terpaksa ia harus ke bengkel.

Tanpa sengaja ia bertemu dengan Wulan anak tetangga ibunya di kampung. Usia wanita itu lebih muda dari Rudi terpaut 5 tahun.

"Mas Rudi!" sapanya.

"Siapa, ya?"

"Aku Wulan, anaknya Pak Darto. Tetangga ibumu dikampung," tuturnya.

"Astaga, aku lupa. Kita sudah lama tidak bertemu," ucap Rudi.

"Aku kerja di sini. Makanya,kalau Mas Rudi pulang kampung jadi kita tak pernah bertemu," jelas Wulan.

"Pantas saja, tidak pernah bertemu." Ucap Rudi.

"Oh ya, Mas. Ini nomor telepon aku, siapa tahu penting." Wulan menulis nomor teleponnya pada secarik kertas kemudian diberikan pada Rudi.

"Baiklah, aku simpan!"

"Kalau begitu aku pamit, Mas!" ucap Wulan ramah.

Selesai dari bengkel, Rudi melajukan motornya ke toko yang menjual alat-alat atau bahan-bahan bangunan. Di tempat itulah ia bekerja seminggu belakangan ini.

Sesampainya ia disuruh mengantar pesanan ke suatu alamat. Karena bisa menyetir maka ia ditugaskan sebagai sopir. Rudi memasuki wilayah perumahan mewah.

Tepat berhenti di rumah yang besar, Rudi turun menurunkan bahan-bahan bangunan. Seorang wanita keluar dari dalam rumah tersebut dan tersenyum.

"Wulan!" ucap Rudi.

"Mas Rudi, kamu bekerja ini?"

"Iya, Wulan."

"Aku akan buatkan minuman untuk kamu, Mas!" tawar Wulan kemudian balik lagi masuk ke kamar.

Wanita itu pun kembali lagi dengan membawa secangkir teh hangat dan gorengan.

"Silahkan, Mas!" ucap Wulan.

"Terima kasih," jawabnya.

"Mas, sudah lama kerja di toko itu?"

"Baru seminggu ini," jawabnya lagi. "Kamu sudah lama juga di sini?" Rudi balik tanya.

"Sekitar 3 tahun, Mas. Sebelumnya aku di kota lain," ujar Wulan.

"Oh, begitu."

"Bagaimana kabar istri dan anak-anak kamu, Mas?"

"Mereka berdua baik."

"Apa Mbak Yana masih seperti dulu?"

"Maksudnya?"

"Ibu Mas Rudi selalu bilang kalau Mbak Yana suka belanja barang-barang yang tak penting," jelas Wulan.

"Aku kurang tahu hal itu," ucap Rudi. "Kamu masih sendiri saja?" tanyanya mengalihkan pertanyaan tentang istrinya.

"Masih. Sebenarnya aku menunggu kamu, Mas!" ucap Wulan jujur.

"Apa? Kenapa dia mengatakan saat aku sudah menikah? Ini tidak boleh terjadi," batin Rudi.

"Mas, kenapa diam? Maaf, ya!"

Rudi tersenyum tipis. "Aku sudah menikah, lebih baik kamu cari pria lain yang jauh melebihi diriku," ucapnya.

"Aku sudah mencoba, Mas. Tetap tak bisa," ujar Wulan.

"Tidak mungkin aku mengkhianati Yana," batinnya berucap.

"Pasti bisa," ucap Rudi lagi. "Hem..aku mau balik ke toko, terima kasih teh dan cemilannya."

"Iya, Mas. Hati-hati," ucap Wulan.

Rudi segera pergi dari rumah itu, ia tak mau berlama-lama berbincang dengan Wulan. Walau Yana selalu membuat ia kesal dan kecewa, tapi dirinya juga yang mantap memilih istrinya itu menjadi pendamping hidupnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hari ini Sabrina mulai berjualan kembali dan Arvan yang mengetahui hal itu dari postingan sosmed segera menuju rumah mantan karyawannya.

"Pagi, Sabrina!" ucap Arvan.

"Pagi juga, Pak!" sesaat wanita itu membuka pintu.

"Saya mau order kue donat 100 buah untuk besok, boleh?"

"Ya boleh, Pak. Malah saya senang," ucap Sabrina tersenyum.

"Hmm...tapi jangan panggil bapak, kamu bukan karyawan saya lagi." Ujar Yudis.

"Jadi saya harus panggil apa?"

"Arvan saja," jawabnya.

"Tidak sopan, Pak. Eh, salah lagi."

"Panggil Mas Arvan saja," ucapnya.

"Baiklah, saya panggil Mas Arvan."

"Ini pembayarannya," Arvan menyerahkan 3 lembar uang seratus.

"Mas, ini banyak sekali." Ujar Sabrina.

"Selebihnya buat kamu tuk jajan," ucap Arvan.

"Kayak saya anak kecil saja," sahut Sabrina. "Tapi ini terima kasih, ya!" ucapnya lagi.

"Sama-sama, kalau begitu saya pamit." Ucap Arvan.

Tak lama mobil Arvan meninggalkan rumah Sabrina, mertuanya muncul bersama Stella.

"Sepertinya baru saja kedatangan tamu," sindir Linda.

"Ada apa Mama ke sini?" tanya Sabrina tanpa berbasa-basi.

"Mama pikir kamu, tidak akan pulang lagi ke rumah ini." Ucap Linda.

"Mas Yudis masih menginginkan pernikahan ini, makanya Sabrina pulang." Ujarnya.

"Ternyata, Mas Yudis sayang sekali dengan Sabrina." Sahut Stella memuji.

"Hush.. kenapa kamu malah belain dia?" protes Linda.

"Sebagai seorang suami ya harus sayang dengan istrinya, Tante." Ucap Stella.

"Tante rasa dia ini pakai pemikat," celetuk Linda.

"Ma, aku tidak seperti itu." Sabrina mulai terpancing.

"Apa sih yang dilihat dari Yudis? Wajah tidak cantik, kaya bukan, belum juga hamil," ucap Linda tanpa penyesalan.

"Ma, cukup. Tolong, jangan hina Sabrina!" ucap wanita itu matanya mulai berkaca-kaca.

"Kamu memang pantas dihina, Sabrina!" ujar Linda.

"Tante, cukup. Dia sudah menangis," ujar Stella berpura-pura baik.

"Ayo kita pulang, Stella!" ajak Linda.

Sabrina yang mendapat penghinaan itu, terduduk dan menangis.

Sore harinya, sepulang Yudis bekerja. Sabrina mengadukan perbuatan Mama Linda kepadanya.

"Mas, tadi Mama Linda datang bersama Stella. Mereka menghinaku." Ucapnya dengan wajah sendu.

"Mereka bilang apa?"

"Aku belum hamil dan tidak kaya," jawab Sabrina.

Yudis memeluk istrinya menguatkannya. "Sabar sayang!"

"Sampai kapan, Mas! Kita baru menikah 3 bulan tapi Mama tidak berhenti menghinaku," ungkap Sabrina berurai air mata.

"Mas, akan berbicara pada Mama." Janji Yudis.

Yudis menepati janjinya, ia datang ke rumah orang tuanya.

"Mama!" panggil Yudis.

"Ada apa?" tanya Linda.

"Apa yang telah Mama lakukan pada Sabrina?"

"Tidak ada," jawab Linda santai.

"Sabrina menangis, Ma. Apa Mama tidak kasihan sama dia?" tanya Yudis sedikit mengeraskan suaranya.

"Ada apa ini, kenapa suara kamu terdengar sampai luar?" tanya Papa Hendi pada Yudis yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama Rio.

"Tanya pada Mama," ucap Yudis.

"Kenapa, Ma?" tanya Hendi.

"Tidak ada apa-apa, Pa." Jawab Linda santai.

"Apa yang tidak apa-apa, Ma?" tanya Yudis. "Mama menyakiti hatinya, padahal Sabrina tak pernah melakukan kesalahan apapun kepada keluarga ini." Jelasnya.

"Kesalahan yang ia lakukan karena dia menikah denganmu dan dia bukan dari keluarga terpandang," ujar Linda.

"Mama selalu saja memandang menantu harus dari kalangan terpandang," sambung Rio yang ikut bicara.

"Kita ini keluarga berada, masa kita harus mendapatkan menantu yang di bawah kita." Ujar Linda.

"Mama lupa, Mas Rudi sekarang bekerja di toko bangunan." Ucap Rio.

"Mana mungkin Rudi bekerja di situ?" tanya Linda tak percaya.

"Kalau tidak percaya, Mama tanya saja pada Kak Yana." Ujar Rio.

"Kalian semua hanya buat malu Mama saja!" ucap Linda meninggalkan suaminya dan 2 putranya.

"Kamu yang sabar," Hendi mengelus punggung Yudis.

"Iya, Pa." Jawabnya.

"Ucapan Mama jangan di ambil hati, Mas!" ucap Rio.

"Tapi Mama sudah keterlaluan," tutur Yudis.

"Papa akan menasehati Mama kamu," ucap Hendi.

"Terima kasih, Pa." Ujar Yudis.

*

Linda yang tidak percaya Rudi bekerja di toko bangunan menghampiri rumah menantunya itu. Ia pergi mengendarai mobil.

"Yana, Rudi!" panggilnya.

Kedua suami istri itu pun tergopoh-gopoh membuka pintu.

"Ada apa, Ma?" tanya Yana.

"Apa benar Rudi bekerja di toko bangunan?" cecar Linda.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!