"Terima kasih," ucap Sabrina ketika Arvan menyodorkan tisu padanya.
Arvan melanjutkan makannya lalu bertanya,"Apa dia mencintaimu?"
"Pertanyaan bodoh apa yang ku katakan tadi," batin Arvan.
Sabrina menoleh ke arah Arvan,"Tentunya Pak, dia mencintai saya. Kalau tidak mana mungkin kami menikah," jawabnya.
Arvan tersenyum tipis, ia kelihatan bodoh. Seakan menunjukkan sedang cemburu.
"Saya sudah selesai makannya," ucap Sabrina."Saya mau izin melanjutkan pekerjaan," lanjutnya lagi.
Ia pun bangkit kemudian kembali ke gudang menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk.
Sore harinya, Sabrina bersiap akan pulang. Karena jadwalnya kerjanya selesai. Dia duduk di parkiran toko sambil menunggu Yudis menjemputnya.
"Belum di jemput?" tanya Arvan.
"Sebentar lagi suami datang," jawab Sabrina.
"Saya duluan," ucap Arvan.
"Iya, Pak!"
Tak lama kemudian Yudis datang menjemputnya.
"Maaf lama menunggu," ucapnya.
"Tidak apa-apa, Mas!"
"Kita langsung pulang atau cari makanan?"
"Terserah kamu, Mas!"
"Baiklah, kita cari makanan saja. Pasti kamu capek?"
"Capek sekali, Mas. Pekerjaan selama aku cuti yang harus aku kerjakan," jawab Sabrina.
"Sabar, sayang. Sebentar lagi juga akan di rumah saja," ucap Yudis tersenyum.
"Iya, Mas!"
Sesampainya di rumah, setelah membeli makanan. Mama Linda sudah menunggu di teras rumah.
"Kalian lama sekali!" ucapnya ketus.
"Tadi kami singgah membeli makanan," Yudis menunjukkan kantong plastik.
"Buat Mama mana?" tanya Linda.
"Tidak ada, kami tidak tahu kalau Mama datang," jawab Yudis.
"Satu buat Mama, kalian bisa beli lagi!" ucapnya.
"Berikan saja, Mas. Kita bisa bagi 2 atau beli lagi," ujar Sabrina.
Akhirnya Yudis mengalah dan memberikan sebungkus mie ayam buat Linda.
"Kalian jangan boros," nasehat Linda."Kalian bisa makan itu berdua," tunjuknya ke arah mie ayam.
"Sabar,sabar harus sabar," batin Sabrina terus berucap.
"Kalau begitu, Mama mau pulang." Ucapnya berlalu.
Sabrina dan Yudis saling berpandangan sesaat Mama Linda pergi.
"Maaf sayang," ucap Yudis.
"Tidak apa-apa, Mas!" Sabrina berusaha tak menunjukkan kekesalannya.
Mereka pun menikmati mie ayam semangkok berdua di tambah dengan nasi putih sisa tadi pagi yang ada di penanak nasi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi harinya, sebelum mereka berangkat kerja. Linda sudah muncul saja.
"Mama di sini?" tanya Yudis heran.
"Kamu tak suka Mama tiap hari ke sini?" tanya Linda tak senang.
"Bukan begitu, Ma. Tapi ini masih pagi, Papa juga butuh Mama begitu juga dengan Rio," ucap Yudis memberi alasan.
"Ada Bik Ratih, lagian juga Rio sudah dewasa." Ujar Linda.
Yudis menghela nafas, ia tak mau melanjutkan pertanyaannya lagi. Percuma mengajak debat sang mama yang ada dia akan disalahkan. Sabrina hanya bisa diam.
"Kalian masak apa?" tanya Linda melihat makanan di meja.
"Nasi putih dengan telur dadar dan tumis kangkung, Ma." Jawab Sabrina.
"Cuma ini saja? Kamu bagaimana 'sih, anakku kasih uang belanja masakan dia makanan yang bergizi. Jangan seperti ini," protes Linda.
"Dia yang nyuruh hemat, dia juga protes," gerutu Sabrina.
"Sabrina belum sempat belanja," sahut Yudis.
"Belum sempat? Kamu ngapain aja sebagai seorang istri?" tanya Linda lagi.
"Sabrina juga bekerja, Ma. Jadi tidak ada waktu," jawab Yudis.
"Kamu, terus saja membela dia!" ucap Linda.
"Nanti sepulang kerja nanti kami belanja," sahut Sabrina.
"Jangan belanja di supermarket, di sana mahal." Ucap Linda.
"Iya, Ma." Ucap Sabrina.
"Ambilkan piring, Mama juga mau makan," perintahnya pada menantunya.
Sabrina pun mengambil piring dan mengambilkan nasi untuk mertuanya. Mereka pun menikmati sarapan pagi bersama.
"Mama sepagi ini ke sini ada apa?" tanya Yudis.
"Mama minta kamu untuk mengantarkan ke rumah Lisa," jawab Linda.
"Lisa? Ada apa dengan dia?" tanya Yudis.
"Dia mau menikah, jadi Mama di undang ke sana," jawabnya.
"Lisa siapa?" tanya Sabrina.
"Lisa itu wanita yang ingin dijodohkan dengan Yudis tapi suami kamu menolaknya dan memilih kamu," jawab Linda.
Sabrina menatap suaminya dengan mata mulai berkaca-kaca.
"Sepertinya aku tak bisa, Ma!" tolak Yudis.
"Kenapa?" tanya Linda.
"Aku harus mengantar Sabrina kerja lagi, nanti aku terlambat jika harus mengantar Mama. Jalannya tidak searah," ucap Yudis.
"Biar Sabrina naik angkot atau ojek, biasanya dia pergi kerja naik itu," celetuk Linda.
"Biar aku naik ojek aja, Mas. Kamu antar Mama saja," ucap Sabrina mengalah.
"Mama pun sebenarnya bisa diantar Papa atau Rio. Kenapa harus aku juga?" protes Yudis.
"Jadi kamu tak suka Mama minta tolong?" tanya Linda.
"Sudahlah, Mas. Kamu antar saja Mama," bujuk Sabrina pada suaminya.
Akhirnya Sabrina ke toko tempat ia bekerja menggunakan jasa ojek online.
Sementara itu, sepanjang jalan Linda selalu memuji Lisa. Dia mengatakan kalau Lisa jabatannya cukup bagus di perusahaan tempatnya ia bekerja. Wanita itu memiliki mobil dan rumah pribadi dari hasil kerjanya.
"Ma, sudah sampai!" ucap Yudis ketika mobil berhenti tepat di rumah orang tua Lisa.
"Kamu tidak ikut turun."
"Aku sudah terlambat," ucap Yudis berbohong.
"Baiklah, kamu hati-hati. Jangan ngebut," ucap Linda.
"Iya, Ma."
Ojek yang ditumpangi Sabrina berhenti di parkiran toko kebetulan juga mobil milik Arvan muncul. Wanita itu pun turun dan membayar ongkos.
Arvan yang berpapasan dengan karyawannya menyapanya,"Kamu naik ojek, mana suamimu?"
"Suami mengantar ibunya, Pak!" jawab Sabrina.
Arvan hanya membalas dengan membulatkan bibirnya.
Sabrina pun masuk dan mulai bekerja seperti biasa, melayani pembeli.
Dua orang wanita masuk ke dalam toko. Tika salah satu teman Sabrina, melayani pembeli tersebut.
"Hei, mana Sabrina?" tanya wanita yang lebih tinggi.
"Dia di sana," jawab Tika sopan.
"Aku mau dilayani dia," ucap wanita itu lagi.
"Dia lagi istirahat," ujar Tika.
"Aku tak mau tahu, suruh dia yang layani kami," ucap wanita yang satu lagi.
Tika pun meninggalkan kedua calon pembeli itu dan memanggil Sabrina.
Sabrina pun mendekati pembeli yang meminta dirinya untuk melayaninya."Permisi,Kak. Ada yang bisa saya bantu?"
Kedua wanita itu menoleh ke arah Sabrina dan tersenyum sinis.
"Kak Yana," sapa Sabrina.
"Oh, jadi ini istrinya Yudis." Ucap teman Yana.
Sabrina mencoba tersenyum ramah.
"Apa 'sih istimewanya ini perempuan?" tanya wanita itu lagi.
"Entahlah, aku juga tidak tahu. Mungkin dia pakai pelet," tuduh Yana.
Sabrina mencoba sabar , ia menarik nafas dalam-dalam.
"Kakak dan temannya mau pilih yang mana?" tanya Sabrina mengalihkan ocehan tidak jelas dua wanita itu.
"Kakak pilih yang mana?" tanya wanita itu pada Yana.
"Terserah kamu saja," ucapnya.
"Aku pilih yang paling mahal, pasti dia tidak pernah membeli Kak Yana pakaian mahal," sindir wanita itu.
"Gajinya sebulan saja belum cukup untuk membeli pakaian ini," jawab Yana melirik adik iparnya itu.
Arvan yang mendengar obrolan mereka segera menghampirinya."Kalian berdua kalau tidak membeli lebih baik ke luar dari toko ini," usirnya.
"Memangnya kau siapa?" tanya Yana.
"Saya pemilik toko ini," jawabnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments