Bab 12

Pesanan Arvan sudah selesai, Sabrina dibantu Tika membuat kue. Ia sengaja memanggil temannya itu untuk membantunya karena kebetulan lagi libur dan wanita itu juga lagi membutuhkan uang untuk berobat suaminya.

Sabrina melihat jam dinding, tapi Arvan belum kunjung datang tuk menjemput pesanannya.

Setengah jam menunggu akhirnya Arvan datang bersama sopir pribadinya.

"Ini pesanan saya?" tanya Arvan.

"Iya, Pak!" jawab Sabrina.

Arvan menyuruh sopirnya memasukkan kue-kue itu ke dalam mobil.

"Wih, banyak orderan!" celetuk Yana yang tiba-tiba muncul.

Sabrina tak menggubris perkataan sang kakak ipar.

"Hei, sombong banget!" ucap Yana. "Oh ternyata mantan bos yang order, baik banget 'ya ini pria kemarin ngantar kamu sekarang order kue. Aku curiga pria ini selingkuhanmu," tuduhnya.

"Astaga, mulut kakak ipar Sabrina ganas juga." Ucap Tika geleng-geleng kepala.

"Kak, hati-hati kalau bicara. Pak Arvan hanya mantan bos, lebih baik kakak urus aja suami. Bisa saja Mas Rudi punya wanita idaman lain," ucap Sabrina tegas.

Yana bersiap melayangkan tangannya ke pipi adik iparnya itu namun di tangkap Arvan kemudian dihempaskan. "Jangan menyentuh Sabrina!" ucap Arvan dingin.

"Hei, kau siapa membela dia?" tanya Yana.

"Saya temannya," jawab Arvan.

Yana yang kalah malu, karena Sabrina ada yang membela. Ia pun pergi dengan perasaan kesal.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Arvan pada Sabrina.

"Tidak, Pak. Terima kasih," ucapnya.

"Kalau begitu saya pamit," ucap Arvan.

"Iya, Pak!" jawab Sabrina dan Tika bersamaan.

Arvan pun meninggalkan rumah Sabrina. Kedua wanita itu pun kembali ke dalam rumah.

"Pak Arvan sepertinya menyukaimu," ucap Tika.

Sabrina tersenyum. "Mana mungkin, Pak Arvan tampan dan kaya dia bisa mendapatkan wanita yang lebih dari aku."

"Tatapan dia melihatmu itu beda," ujar Tika lagi.

Sabrina terkekeh lalu berkata. "Jika dia menyukaiku saat ini, nanti dia dituduh pebinor."

Tika tertawa,"Benar juga ya kau bilang!"

*

Malam harinya, Yudis mengabarkan kalau pulang terlambat. Sabrina pun mengantar pesanan temannya hingga malam hari karena tadi ia terlambat.

Saat akan pulang, Sabrina melihat mobil suaminya memasuki sebuah restoran. Ia pun mengikutinya. Alangkah terkejutnya, ia melihat suaminya berpelukan dengan seorang wanita.

"Mas Yudis!" panggilnya saat jarak mereka hanya beberapa langkah.

"Sabrina!" ucapnya tergugup.

"Dia siapa?" tanya wanita itu.

"Dia Sabrina istriku," ucap Yudis.

"Kenalkan namaku Stella," wanita itu mengulurkan tangannya.

Sabrina tak membalas uluran tangan Stella, dia memilih pergi. Yudis pun mengejarnya.

"Sayang, aku bisa jelaskan!" ucap Yudis.

"Jelaskan saja di rumah!" sahut Sabrina dingin, ia pun menyalakan motor dan pergi.

Yudis kembali pada Stella. "Maaf, aku harus pulang menjelaskan pada istriku."

"Iya, Yudis. Maaf karena aku, jadi salah paham," ujar Stella.

Yudis pun berlari ke arah mobil dan pulang. Sedangkan, Sabrina berusaha menahan agar air matanya tak keluar.

Sesampainya di rumah, ia membuka pintu dan berlari ke kamar. Ia memeluk bantal dan menumpahkan air matanya diatasnya.

Suara deru mobil terdengar dari garasi, Yudis tergopoh-gopoh menghampiri istrinya.

"Stella teman kecilku, orang tua kami saling berteman." Ucap Yudis membuka percakapan.

"Lalu kalian berpelukan?"

"Itu karena Stella begitu merindukan aku," ucap Yudis.

"Oh, ya. Jadi karena lama tak berjumpa kalian berpelukan. Mas, sadar! Kamu sudah menikah," ucap Sabrina kecewa.

"Iya, aku salah."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Esok pagi, Sabrina terlihat masih murung. Mama Linda kembali datang. Kali ini dia datang bersama Stella.

Hati Sabrina tambah sakit.

"Mama, mengapa membawa Stella ke sini?" tanya Yudis yang bingung, ia melirik istrinya.

"Stella ingin tahu di mana rumahmu. Jadi Mama bawa dia ke sini," ucap Linda.

Sabrina hanya diam.

"Maafkan aku yang kemarin malam!" ucap Stella pada Sabrina namun wanita itu tak menjawab.

"Sabrina, dia sudah minta maaf. Kenapa tidak kamu maafkan?" Linda mulai terbawa emosi.

"Tante, sudahlah. Aku juga salah, main peluk Yudis." Ucap Stella menenangkan.

"Lihatlah, Stella ini orangnya sabar dan mau minta maaf. Bukan seperti kamu," ucap Linda.

Sabrina malas mendengar ocehan dua wanita itu, ia memilih masuk kamar.

"Mama suka sekali mencari keributan," ucap Yudis.

"Apa kamu bilang? Mama yang suka cari ribut. Istri kamu saja itu yang tak berguna," ujar Linda mengeraskan suaranya.

"Ma, dia istri Yudis. Jangan menghinanya," ucap putranya itu.

"Mama berkata sebenarnya," ucap Linda lagi.

Yudis menghela nafasnya. "Mama dan Stella lebih baik pulang," ucapnya.

"Kamu mengusir Mama demi wanita itu," ujar Linda berkaca-kaca.

"Tante, mari kita pulang!" ajak Stella.

"Ayo, kita pulang." Ujar Linda.

Yudis menyusul istrinya ke kamar.

"Mas, aku ingin sendiri. Tolong antar ke rumah Ibuku," pinta Sabrina.

"Sayang, kita bisa bicarakan ini." Ucap Yudis.

"Biarkan aku tenang, Mas!" ucap Sabrina lirih.

"Aku tidak bisa mengantarmu karena harus kerja," ujar Yudis.

"Biar aku pergi menggunakan taksi online," ucap Sabrina.

"Iya, sayang." Yudis harus rela sementara berpisah dengan istrinya.

*

Sesampainya di rumah ibunya, Sabrina memeluk wanita yang telah melahirkannya.

"Kamu baik-baik saja 'kan, Nak?" tanya Mila sedikit cemas.

Sabrina mengangguk.

Mila melihat wajah putrinya murung seperti memiliki masalah. "Kamu sudah sarapan?"

"Sudah, Bu." Ucapnya lirih.

"Ceritakan pada Ibu, apa yang terjadi?"

Sabrina menggelengkan kepalanya pelan.

"Jangan buat Ibu khawatir, Nak!"

"Aku belum bisa cerita, Bu." Ucapnya.

"Baiklah, kamu istirahatlah. Tenangkan pikiranmu," ujar Mila.

Sabrina pun masuk ke kamarnya.

"Aku tadi melihat Sabrina sendirian kemari, mana suaminya?" tanya Nenek yang baru masuk ke dalam rumah.

"Yudis kerja, Bu."

"Terus kenapa Sabrina bawa tas besar?" tanya Nenek lagi.

"Mila pun juga tak tahu," jawabnya.

"Kamu harus tanya Sabrina, ku lihat mertuanya tidak menyukainya." Tutur Nenek.

"Doakan saja, Bu. Tidak terjadi apa-apa dengan pernikahan Sabrina," ucap Mila.

"Kamu menyindirku?"

"Tidak, Bu." Ucap Mila.

"Ku kira kamu menyindirku karena aku penyebab pernikahanmu gagal," ujar Nenek.

"Sudahlah, Bu. Jangan dibahas lagi yang sudah lewat," ucap Mila.

*

Sore hari, seperti biasa Yudis pulang kerja. Namun, ia tak mendengar suara istrinya itu menyapa. Sepi rasanya, padahal baru ditinggalkan Sabrina beberapa jam yang lalu.

Ia membuka tudung saji tapi tidak ada makanan sama sekali. Ia membuka lemari es, isinya penuh dengan berbagai macam sayuran, buah-buahan, daging ayam dan telur. Tapi, ia enggan untuk mengolahnya.

Yudis membuka ponselnya dan menghubungi sang istri. Namun, nomornya tidak aktif. Dari sejak Sabrina pergi pagi tadi hingga ia pulang kerja tak ada satu pun pesan dari sang istri. Ia pun memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya.

"Kamu malam begini datang sendiri?" tanya Linda.

"Sabrina ke rumah ibunya," jawabnya.

"Pasti wanita itu sudah menyerah," batin Linda.

"Apa yang terjadi?" tanya Papa Hendi.

"Tanya saja pada Mama, Pa." Ucap Sabrina.

"Kok Mama?" tanya Linda tak mau dimasalahkan.

"Apa Mama yang menyebabkan Sabrina pergi ke rumah ibunya?" tanya suaminya

"Bukan," jawab Linda gugup.

"Apa istrimu pergi tanpa izin?" tanya Hendi pada Yudis.

"Dia pergi dengan izin dari Yudis," ucap putranya itu.

"Ma, jangan suka ikut campur urusan rumah tangga anak." Nasehat Hendi pada istrinya.

"Papa kenapa menyalahi Mama?" Linda tak suka ditanya begitu.

"Habisnya Mama suka mengomentari Sabrina," jawab Hendi.

"Papa terus saja bela menantu kesayangan," ucap Linda.

"Bukan begitu, Ma." Ujar Hendi.

"Sudahlah, Mama mau tidur." Linda pun pergi masuk kamar.

"Semoga saja mereka pisah," batin Linda tersenyum.

"Kamu yang sabar ya, Nak!" ucap Hendi pada putranya.

"Makasih, Pa!"

"Sudah sana pergi ke dapur. Pasti kamu belum makan malam," ucap Hendi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hampir saja Yudis terlambat kerja. Biasanya Sabrina yang akan membangunkannya. Ia tak sempat sarapan karena keburu waktu.

Dia pun ke kantor tanpa makan apa pun. Sesampainya, ia pergi menyuruh OB membelikan sarapan.

Theo yang melihatnya, tidak biasanya Yudis membeli sarapan mendekatinya.

"Tumben beli sarapan? Memangnya ke mana istrimu?" tanya Theo.

"Dia pulang ke rumah ibunya," jawab Yudis.

"Kalian bertengkar?"

"Tidak, cuma ia tak suka dengan ucapan Mama aku."

"Aku tidak mengerti, maklum jomblo." Ucap Theo.

"Mama selalu membandingkan Sabrina dengan wanita-wanita yang pernah dekat dan sempat dijodohkan kepadaku," jelas Yudis.

"Oh, begitu. Memangnya mengapa Mama kau tak suka dengan Sabrina?"

"Dia tidak menyukai Sabrina karena dia cuma karyawan toko," ujar Yudis.

"Lalu kenapa menikahinya walau Mama kau tidak menyukainya?"

"Aku sayang banget sama dia, Sabrina wanita yang beda ia tak pernah memandang jabatan. Kemarin yang membantu membayar separuh tunggakan cicilan mobil dari gaji bonusnya," jelas Yudis.

"Kau harus mempertahankannya," ucap Theo memberi semangat.

"Sepertinya dia sudah mulai lelah bersamaku," ujar Yudis dengan wajah sedih.

"Sabar, biarkan saja dia begitu. Kalau pikirannya sudah tenang, pasti dia akan kembali," nasehat Theo.

"Kau bijak begini belajar dari siapa?" Yudis penasaran.

"Dari bapakku," jawabnya santai.

"Pantas saja benar. Tapi ngomong-ngomong terima kasih dukungannya," ujar Yudis.

"Iya, sama-sama."

*

Sabrina membantu ibunya membuat kue. Ia sengaja menutup jualan online sementara waktu. Ia tak mengaktifkan ponselnya dari kemarin pagi.

"Apa kamu sudah lebih baik, Nak?" tanya Mila.

"Lumayan, Bu." Jawabnya.

"Yudis apa tidak menghubungimu?"

"Sabrina tidak tahu, Bu. Ponselnya sengaja ku matikan," jelasnya.

"Kenapa begitu, pasti dia khawatir dengan kamu?"

"Biarkan saja, Bu."

"Kamu sayang dengan Yudis?" tanya Mila.

"Sayanglah, Bu."

"Terus kenapa kamu malah menjauh begini? Hubungan pernikahan, kalian yang menjalankan bukan orang tuanya," ucap Mila.

"Mas Yudis tidak bisa tegas, selalu saja menuruti kemauan mamanya." Keluhnya.

"Tapi dia selalu bela kamu 'kan?"

"Iya, Bu."

"Itu artinya dia sayang sama kamu juga," ucap Mila.

Sabrina hanya diam.

"Hubungi dia suruh menjemput kamu," perintah Mila.

"Nanti saja, Bu. Sabrina belum puas menghukum Mas Yudis," ujarnya.

"Kamu mau wanita itu datang dan diam-diam memberi perhatian pada suami kamu yang sedang kesepian?" tanya Mila. Karena kemarin Sabrina sudah menceritakan sebab ia marah pada mertua dan suaminya.

"Ih.. Ibu, jangan menakuti Sabrina seperti itu!" rengeknya.

"Ibu bukan menakuti kamu," ucap Mila.

"Jadi apa?"

"Pengen buat kamu cemburu," jawab Mila sembari tertawa.

"Ibu..."

"Sudah sana hubungi suami kamu!"

"Sebentar lagi, Ma. Belum waktunya Mas Yudis istirahat." Ucap Sabrina.

*

Makan siang di kantin kantor, Yudis makan berdua dengan Theo karena Yoyo lagi ada urusan di luar kota.

Ponsel suami Sabrina berbunyi tanda sebuah pesan masuk.

"Pesan dari Sabrina," ucap Yudis senang. Ia pun membacanya tampak raut wajah bahagianya.

"Bahagia banget," celetuk Theo.

"Dia minta di jemput," ucap Yudis senang.

"Kalau begitu, bagus dong. Baru juga jadi pengantin baru yang masih hangat sudah bertengkar," sindir Theo.

"Kau, sok bijak." Ujarnya tertawa begitu juga dengan temannya.

Sore harinya sepulang kerja, Yudis segera menjemput istrinya.

"Kita makan tempat biasa yuk, sayang!" ajak Yudis pada istrinya saat di dalam mobil.

"Terserah Mas saja!" jawab Sabrina ketus.

"Kamu masih marah sama aku?"

"Tidak, cuma masih kesal aja." Jawabnya.

"Kamu kenapa menyalahi aku?" tanya Yudis lembut.

"Karena kamu tidak tegas, Mas."

"Tidak tegas, bagaimana?"

"Kamu mau Mama membenciku?" Sabrina balik bertanya.

"Aku ingin kalian akur."

"Kamu harus berusaha membuat kami akur," ucap Sabrina.

"Baiklah, nanti ku coba."

Mobil yang dikendarai Yudis, berhenti di warung pecel lele. Mereka pun turun, untuk mengisi perut yang lapar.

Sikap Sabrina masih jutek dan ketus terhadapnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!