Bab 4

Hari ini, sepasang suami istri itu menempati rumah baru. Ada rasa senang di hati Sabrina, ia tidak serumah dengan mertuanya dan jauh dari kakak iparnya yang menyebalkan.

"Ingat Yudis, walau sudah menikah kamu tetap beri Mama uang." Ucap Linda sengaja di depan menantunya.

"Iya, Ma." sahut Yudis. Entah mengapa pria itu begitu menjadi sosok yang penurut beda dengan Rio yang sedikit membangkang.

Linda dan suaminya pergi, Sabrina mendekati Yudis.

"Mama sepertinya beranggapan jika aku menantu yang tidak baik," ucapnya.

Yudis menatap wajah sang istri,"Jangan diambil hati ucapan Mama!"

Sabrina hanya diam tak menjawab.

"Aku lapar, bisakah kamu membuatku makanan?"

"Astaga, aku lupa Mas kalau ini sudah siang." Sabrina pun menghidupkan kompor, ia mengambil sayuran dan beberapa bumbu dapur dari dalam lemari pendingin. Semua bahan makanan mereka beli tadi pagi sebelum berangkat ke rumah baru.

"Mas, sudah mulai bekerja. Kalau aku bekerja juga,boleh?" Sabrina meminta izin bekerja di tengah obrolan makan siang mereka.

"Aku tidak mengizinkan," ucap Yudis.

"Kenapa Mas?"

"Aku mau ketika pulang kamu di rumah, nanti apa kata orang-orang jika istri Yudis bekerja di toko padahal suaminya mampu membiayainya," tuturnya.

"Baiklah, Mas. Jika itu memang maunya," Sabrina menundukkan kepalanya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Yudis kembali bekerja, Sabrina menyediakan sarapan dan bekal untuk suaminya.

"Mas, nanti antar ke toko. Hari ini aku akan resign." Sabrina berucap sembari menuangkan air putih ke gelas.

"Baiklah, aku akan mengantarmu. Pulangnya nanti bisa naik ojek atau taksi," ucap Yudis."Tapi ingat, setelah dari sana kamu tidak boleh ke mana-mana,"lanjutnya lagi.

"Iya, Mas!" sahut Sabrina.

Yudis pun mengantar istrinya ke toko pakaian tempat di mana Sabrina mencari nafkah. Sesampainya, ia mencium punggung tangan suaminya sebelum turun.

"Kebetulan sekali kau sudah masuk kerja," ucap Meli.

"Memangnya ada apa?" tanya Sabrina heran.

"Pak Arvan mencarimu, dua hari ini dia ke sini." Jawab Meli.

"Bukankah dia lagi di luar negeri?"

"Aku tak tahu, cepat sana keruangannya!" perintah Meli, sahabat Sabrina.

Dia pun berjalan keruangan Arvan, tak lupa ia mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Sabrina melihat atasannya itu berdiri menghadap jendela tak menoleh ke arahnya, pria itu hanya menjawab salam dari karyawannya.

"Ada apa Bapak mencari saya?" tanya Sabrina sopan.

"Kenapa baru masuk kerja?" tanyanya tanpa menoleh.

"Saya izin menikah, Pak!"

"Seharusnya kamu masuk dua hari yang lalu."

"Maaf, Pak. Tapi saya sudah izin dengan Bu Misye," tutur Sabrina.

"Saya atasanmu bukan dia," Arvan membalikkan badannya. Pria tampan dengan tinggi 175 centimeter dan berkaca mata dengan bulu halus dibawah dagu menatap Sabrina.

"Tapi, Pak. Selama ini seluruh karyawan memang meminta izin cuti kerja kepadanya," jelas Sabrina.

"Sekarang, peraturannya berubah."

"Berubah? Sejak kapan?"

"Sejak kamu cuti," jawab Arvan.

"Kenapa bisa begitu? Apa dia menaruh dendam denganku sehingga ia begitu kejam sekali," batin Sabrina."Kalau begitu saya mau resign kerja, Pak!" pintanya.

"Apa resign?"

Sabrina mengangguk.

"Tidak boleh!" ucap Arvan tegas.

"Loh, kenapa tidak boleh?"

"Kau belum menggenapkan hari kerja, jadi tidak dapat gaji," jawab Arvan.

"Baiklah, kalau begitu saya akan menyelesaikan pekerjaan saya sampai akhir bulan ini," ujar Sabrina.

"Jangan lupa hari cuti kamu juga dihitung," sahut Arvan.

"Tidak bisa gitu dong, Pak!" protesnya.

"Di sini saya bos, jadi kamu ikuti peraturannya." Jelas Arvan.

"Jadi saya harus menyelesaikan 20 hari kerja lagi?"

"Ya, memang begitu. Kalau kamu tidak mau, gaji tidak akan saya keluarkan," ancam Arvan.

"Baiklah, saya akan bicarakan ini dengan suami. Apa saya bisa besok bekerjanya?"

"Hari ini juga kamu kerja," jawab pria itu.

"Tapi, Pak. Saya tidak bawa baju seragam," ucapnya.

"Pakai baju itu saja," ujar Arvan.

"Kalau begitu, saya telepon suami untuk mengatakan hal ini."

"Ya, sudah. Kamu telepon sana!"

"Baik, Pak. Saya permisi!" Sabrina meninggalkan ruangan kerja Arvan.

Pria itu menghela nafasnya kemudian menghempaskan tubuhnya di kursi seraya memegang dadanya."Aku harus cara lagi agar Sabrina tetap di sini!" gumamnya.

Sabrina pun menelepon suaminya dan pria itu pun mengizinkannya bekerja sampai menerima gaji.

"Ada apa Pak Arvan memanggilmu?" tanya Meli penasaran.

"Dia ingin aku tetap di sini,"jawab Sabrina.

"Maksudnya kamu mau resign?"

"Iya, rencana awalnya begitu. Tapi tadi dia marah-marah karena aku minta nambah izin cuti pada Bu Misye," tuturnya.

"Biasanya memang dengan Bu Misye," ujar Meli.

"Itu masalahnya, peraturan telah di rubah sejak aku mengambil cuti kerja padahal Bu Misye tidak ada bilang apapun." Ujar Sabrina.

"Aneh, kemarin Tika izin cuti juga sama Bu Misye." Jelas Meli.

"Entahlah, mungkin dia tidak suka denganku." Ucap Sabrina menaikkan bahunya.

"Atau sebaliknya?"

"Maksudmu apa?"

"Pak Arvan kalau melihatmu dia tidak pernah marah-marah dengan karyawannya dan sasaran marahnya cuma kau, lalu kalau tak melihatmu sasaran kemarahannya pada kami," ungkap Meli.

"Masa sih begitu?"

"Mungkin Pak Arvan suka denganmu." Ucap Meli asal.

Sabrina tertawa,"Kau ini ada-ada saja. Lagian aku juga sudah menikah."

"Aku cuma menebak saja!"

Tak lama, orang yang dibicarakan pun muncul."Sabrina ikut saya!" panggilnya tanpa senyum.

"Hati-hati, Sab!" bisik Meli.

Sabrina berjalan mengikuti langkah Arvan. Mereka ke lantai 3 tempat gudang pakaian.

"Kamu susun pakaian ini sesuaikan dengan ukuran dan pisahkan antara pakaian pria dan wanita," perintah Arvan.

"Tak usah kamu ajarin aku juga akan memisahkan, tapi ini gudang kenapa berantakan sekali," lagi-lagi Sabrina membatin.

Sabrina pun mulai memilah beberapa pakaian kemudian ia susun dengan rapi di rak. Hari pun semakin siang, waktu istirahat pun tiba. Dia pun berdiri mencari Arvan untuk meminta izin makan siang.

Ia pun mencari atasannya ke berbagai sudut ruangan hingga ke lantai bawah. Ia pun menanyakannya pada Meli."Kau melihat Pak Arvan?" tanyanya.

"Sepertinya dia keluar," jawab Meli.

"Aduh, bagaimana ini?"

"Kenapa kau mau makan siang?" tanya Meli.

"Iya, tapi aku tidak bawa bekal lagi."

"Kau belilah!"

"Iya, tapi aku mau izin dulu. Nanti dia marah lagi," ucap Sabrina.

"Iya juga, biar aku yang belikan saja!" tawar Meli.

"Tidak perlu, Meli. Nanti kau juga dimarahi jika keluar tanpa izin darinya lagian jadwal istirahatmu sudah habis." Jelas Sabrina.

Meli melihat ke sana kemari,"Sepertinya itu Pak Arvan!" ucapnya.

Pria itu berjalan menghampiri Meli dan Sabrina,"Kamu kenapa turun? Apa pekerjaannya sudah selesai?"

"Belum, Pak. Tapi saya mau makan," jawab Sabrina.

"Tidak ada waktu istirahat, kembalilah bekerja!" ucapnya melirik Sabrina dan Meli, kemudian melangkah ke lantai atas.

Meli kembali bekerja dan Sabrina pun mengikuti Arvan, ia ingin mengajukan protes.

"Ini untukmu!" Arvan menyerahkan 1 kotak nasi padanya.

"Untuk saya?"

"Memangnya ada orang lain selain kamu di lantai ini," jawab Arvan ketus.

"Tumben baik," gumam Sabrina.

"Kamu bilang apa?"

"Cuma bilang terima kasih."

"Ayo, kita makan bareng!" ajak Arvan.

Sabrina pun mengiyakan perintah atasannya itu, Arvan duduk di kursi yang memang telah ada di ruangan itu sembari membuka nasi kotaknya. Begitu juga dengan Sabrina ia begitu gugup jika harus makan bersama dengan atasannya itu.

Terpopuler

Comments

Benazier Jasmine

Benazier Jasmine

arvan ada udang dibalik batu sm sabruna

2022-10-15

0

𝘚𝘐𝘓𝘝𝘐𝘈 𝘕 𝘈𝘡𝘐𝘡𝘈𝘏

𝘚𝘐𝘓𝘝𝘐𝘈 𝘕 𝘈𝘡𝘐𝘡𝘈𝘏

atasan kocak

2021-12-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!