Bab 14

"Apa benar Rudi bekerja di toko bangunan?" cecar Linda.

"Be..benar, Ma." Jawab Yana terbata.

"Buat malu saja!" hardik Linda.

"Apa yang malu, Ma?" tanya Rudi.

"Kau mau keluarga kita dihina?" tanya Linda.

"Ini kerjaan halal, Ma." Jawab Rudi.

"Apa tidak bisa kau cari kerjaan yang lainnya?" tanya Linda.

"Pekerjaan apa, Ma?" tanya Rudi.

"Terserah yang penting uangnya banyak," jawab Linda kemudian pergi meninggalkan rumah anaknya.

"Kau lihat, Mama selalu saja menuntut menantunya. Pekerjaan yang ku lakukan ini tidak hina dan lebih baik daripada aku pengangguran," jelas Rudi.

"Mas, Mama tidak mau keluarga kita dihina orang lain!"

"Itu perasaan kalian saja yang sok hebat dan benar," sentak Rudi dan memilih masuk kamar.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Sayang, mungkin hari ini aku akan terlambat pulang." Ucap Yudis.

"Iya, Mas. Motorku sepertinya harus diservis," ujar Sabrina.

"Nanti kalau libur aku bawa ke bengkel," ucap suaminya.

"Oh ya, Mas. Nanti aku izin ke rumah Meli," pintanya.

"Ya sudah, jangan pulang terlalu malam." Ucap Yudis.

"Terima kasih, Mas."

Selepas suaminya pergi, Sabrina pun mengerjakan pesanan Arvan.

Setelah pesanannya selesai, ia menghubungi Arvan untuk menjemput. Namun, pria itu tak sempat menjemputnya dan meminta tolong Sabrina mengantarnya.

Kebetulan ia akan ke rumah Meli, jadi sekalian mengantarkan pesanan Arvan menggunakan taksi online.

*

Malam harinya saat menaiki ojek menuju rumah, ia berpapasan dengan mobil suaminya. Sabrina menyuruh pengemudi ojek untuk mengikutinya.

"Pak, kita ikuti mobil itu!" titah Sabrina.

"Baik, Mbak!"

Mobil Yudis memasuki rumah kos-kosan, Sabrina pun mengikutinya kemudian ia turun sedikit jauh dari jarak ia dan suaminya.

"Turun di sini saja, Pak!" ucap Sabrina kemudian menyerahkan uang pembayaran.

"Terima kasih, Mbak!"

"Iya, Pak. Sama-sama."

Ia melihat suaminya itu turun bersama seorang wanita kemudian Yudis berjalan ke arah bagasi mobil dan menurunkan dua koper dari dalamnya.

"Katanya dia pulang terlambat, ternyata mau ngantar itu perempuan," geram Sabrina dalam hati.

Ia pun berjalan masuk ke dalam halaman kos-kosan itu. Niat awal ia ingin mengikuti mobil suaminya untuk menyetopnya dan ia akan pulang bersama dengannya. Namun, kenyataannya kendaraan Yudis malah masuk ke sebuah rumah.

"Oh jadi ini alasan pulang terlambat, Mas!" ucap Sabrina menghentikan langkah suaminya dan Stella.

"Sayang, kamu di sini?" tanya Yudis gugup.

"Sabrina, aku bisa jelaskan!" ucap Stella.

Sabrina pun memilih pergi dari kos-kosan itu dan tak mau ribut di depan umum.

"Stella, aku cuma bisa mengantarmu sampai di sini!" ujar Yudis.

"Tidak apa-apa. Terima kasih, ya!" ucap Stella.

Sabrina pun berlari ke jalan dengan pipinya mulai basah dengan air mata. Rio yang kebetulan lewat pun berhenti.

"Kak Sabrina, ngapain malam-malam begini di sini?" tanya Rio.

"Rio, antar Kakak pulang!" Sabrina naik ke atas motor adik iparnya.

Yudis pun mengejar istrinya. Namun, Sabrina sudah pergi menaiki motor.

"Itu 'kan motor Rio?" gumamnya. Ia pun segera kembali ke kos-kosan dan mengambil mobilnya.

Di motor, Rio pun bertanya. "Kakak kenapa di daerah sini?"

"Kakak tadi dari rumah teman," jawabnya.

"Terus kenapa menangis?" tanya Rio.

Sabrina hanya diam tak menjawab.

Sementara itu, Yudis yang dari belakang mencoba mengikuti istrinya malah kehilangan jejak. Ia menelepon adiknya itu tapi tidak aktif.

Sabrina pun sampai rumah, tak lupa ia mengungkapkan terima kasih pada Rio.

Lain halnya dengan Stella tersenyum senang melihat Yudis dan Sabrina bertengkar.

"Halo, Tante. Target telah masuk perangkap tanpa perlu repot kita menjalankan rencananya," ucap Stella. Ia pun menjelaskan semuanya pada wanita yang diteleponnya.

Yudis segera memarkirkan mobilnya ke garasi kemudian masuk ke dalam rumah.

"Kamu mau ke mana?" tanya Yudis. Ia melihat istrinya itu membawa koper besar.

"Aku mau pulang ke rumah ibu," jawabnya ketus.

"Tidak, sayang. Tolong, jangan begini!" ucap Yudis menarik koper istrinya.

"Aku capek, Mas!" hardiknya.

"Kita bisa bicarakan ini, aku bisa jelaskan yang tadi." Ucap Yudis memohon.

"Kamu sudah membohongiku mengatakan akan pulang malam, ternyata kalian berdua." Ujarnya.

"Tadi itu, Mama yang minta tolong untuk mengantarkan Stella pindah kos karena ia tak sempat." Jelas Yudis.

"Jadi urusan pekerjaan itu bohong?"

"Soal pekerjaan itu benar kebetulan urusannya cepat selesai. Tiba-tiba, Mama menelepon dan meminta tolong," jelasnya lagi.

"Aku harus pergi, Mas!" Sabrina berusaha menarik kopernya dari tangan Yudis.

"Sayang, aku sudah menjelaskan semuanya."

"Sepertinya Mama kamu memang membenciku lebih baik aku mundur, Mas!"

"Sabrina, jangan berkata itu!" sentak Yudis.

"Aku bisa maafkan kamu memiliki banyak hutang dan ku coba berbuat baik pada Mama tapi ia tetap membenciku dengan mengirimkan Stella dalam kehidupan kita," ungkap Sabrina.

"Aku salah menuruti Mama!" ucap Yudis.

"Satu lagi, aku menemukan kuitansi pembayaran sewa kos-kosan sebesar 7 juta. Besar juga 'ya kamu memberikan cuma-cuma untuk Stella," sindirnya.

"Itu karena..."

"Karena Mama yang minta," sahut Sabrina.

"Iya, sayang."

"Wah hebat, utang menumpuk tapi bayarin orang lain." Sindirnya.

"Dia bukan orang lain bagi kami," ucap Yudis.

"Jadi apa, Mas?"

"Orang tua Stella yang telah membantuku mencari pekerjaan hingga aku bisa sekarang ini," jawab Yudis.

"Jadi ceritanya balas budi?"

"Bisa dibilang begitu," jawabnya.

"Mungkin itu cara Mama agar kamu dan Stella dekat, baiklah aku berikan kamu bersamanya." Ucap Sabrina.

"Tidak, Sabrina. Sampai kapanpun kita tidak boleh berpisah," ujar Yudis.

"Masalahnya sekarang aku yang menginginkan perpisahan itu," ucap Sabrina menekankan kata-katanya. Ia segera memesan taksi online.

Yudis berusaha untuk menahan sang istri pergi. Lagi-lagi ia tak mampu. Ia pun akhirnya membiarkan istrinya ke rumah ibunya.

"Jika kamu sudah merasa tenang, kabari secepatnya. Mas akan menjemputmu!" ucap Yudis.

"Berdoa saja!" sahut Sabrina.

*

Taksi yang digunakan Sabrina berhenti di depan rumah Mila. Jarum jam tangan menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dibantu sopir taksi, ia menurunkan dua koper miliknya.

Mila dan Nenek mendengar suara ketukan terbangun dan membukakan pintu.

"Sabrina!" ucap Mila dengan wajah bingung.

"Ibu!" Sabrina menghambur ke pelukan Mila berurai air mata.

"Ayo, masuk!" Mila pun membantu putrinya membawa koper ke dalam. "Ceritakan apa yang terjadi?" tanyanya.

"Mama Linda menyuruh wanita lain untuk merusak rumah tangga kami. Sabrina benar-benar tidak kuat, Bu!" ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Nenek yang ikutan duduk di ruang tamu saling pandang dengan anaknya, mendengarkan penjelasan sang cucu.

"Kalian yang menjalankan rumah tangga, bukan mamanya. Berkali-kali, Ibu katakan!" ucap Mila.

"Tapi Mama Linda benar-benar membenciku, Bu. Belum lagi Mas Yudis memiliki banyak utang salah satunya disebabkan mama dan kakaknya," jelas Sabrina.

Mila menghela nafasnya. "Ibu tidak tahu harus berbuat apa dan hanya bisa berdoa, semua keputusan ada di tanganmu."

"Nenek juga hanya berdoa, semoga kamu diberikan yang terbaik," ucap ibu kandung Mila.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!