Bab 15

Hari ini Yudis pergi ke rumah ibunya Sabrina, ia ingin menjemput istrinya itu karena dua hari ini dirinya tak mendapatkan kabar apapun darinya.

"Pagi, Bu!" sapa Yudis pada mertuanya, sesampainya ia di rumah ibunya Sabrina.

"Pagi juga, Nak. Mari masuk!"

Yudis pun masuk dan duduk.

"Sebentar, Ibu akan panggilkan Sabrina!" ucapnya lalu pergi memanggil anaknya.

Tak lama Sabrina pun keluar dengan wajah ketus. Yudis pun berpindah tempat duduk mendekati istrinya.

"Sayang, ayo pulang!" bujuk Yudis.

"Tidak, Mas. Aku tetap mau di sini!"

"Aku membutuhkanmu sayang!" ucap Yudis.

"Kamu bisa minta pada wanita itu," celetuknya.

"Aku dan dia cuma teman, tidak lebih." Jelas Yudis.

"Awalnya teman lama-lama juga demen," sahutnya.

"Tolong, Sabrina jangan seperti ini. Apa kamu tidak ingin memperjuangkan cinta kita?" pinta Yudis.

"Tidak, Mas. Aku justru malah tidak mengharapkan pernikahan ini," ucap Sabrina.

"Jangan bicara seperti itu, aku mencintaimu." Ungkapnya.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Mas. Mama kamu membenciku, hubungan ini tak bisa diteruskan." Ucap Sabrina yang matanya mulai berkaca-kaca.

"Aku janji akan menjaga dan melindungi kamu," ujar Yudis.

"Tidak, Mas. Lebih baik kamu pulang," usir Sabrina.

"Sabrina, sampai kapan pun aku akan mempertahankan hubungan kita." Ucap Yudis tegas.

"Aku tidak bisa, Mas!"

"Harus bisa!"

"Jangan dipaksakan, Mas. Percuma kalau kita lanjutkan ini," ucap Sabrina.

"Sabrina, apa kamu tidak mencintaiku lagi?" tanya Yudis hati-hati.

"Entahlah, Mas. Aku tidak tahu, berkali-kali kamu bohongiku. Ditambah perlakuan Mama Linda kepadaku," ungkapnya.

"Aku akan menunggumu!" ucap Yudis. Ia kemudian pamit pulang pada nenek dan ibunya Sabrina.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Beberapa minggu kemudian, surat gugatan cerai sampai pada Yudis. Pria itu mengusap kasar wajahnya. Ia tampak frustrasi mendapatkan selembar kertas putih yang berisi kata-kata perpisahan.

Hampir tiap hari Linda ke rumah anaknya itu, selama Sabrina pergi rumahnya tampak tak terurus jadi ia menyuruh orang lain untuk membereskan dan membersihkannya.

Yudis tampak lebih diam, ia tak mau banyak bicara terutama pada mamanya. Stella, wanita itu selalu datang berkunjung walau tidak pernah mendapat respon positif darinya.

"Nak, Stella bawakan makanan kesukaan kamu. Ayo, kita makan!" ajak Linda pada Yudis.

"Tidak, Ma. Aku belum lapar," ucapnya dari kamar.

"Nak, kamu belum ada makan dari tadi siang." Ajak Linda lagi.

Yudis pun keluar dari kamarnya lalu berkata. "Mama, kalau mau makan duluan tidak apa-apa."

"Stella, sudah capek masakin kamu. Hargai dialah sedikit," ucap Linda.

"Sabrina selalu masak dan mengurusku saja, Mama tidak pernah menghargainya!" sindir Yudis.

"Kenapa bawa-bawa nama wanita itu?" tanya Linda.

"Karena aku akan mempertahankan hubungan ini," jawab Yudis.

"Tapi dia sudah menggugat kamu!" ucap Linda.

"Itu semua karena Mama!" ujarnya. Yudis kembali masuk ke kamar dan menutup pintunya dengan kasar.

"Wanita seperti itu masih saja dipertahankan," Linda terus mengomel sampai ke meja makan.

"Ada apa 'sih, Tante?" tanya Stella.

"Si Yudis masih saja mempertahankan pernikahannya padahal Sabrina sudah menggugatnya," jawab Linda.

"Benarkah, Tante? Kabar gembira ini," ucap Stella senang.

"Kita yang gembira tapi Yudis tidak," sahut Linda.

"Semoga keputusan perceraian mereka segera selesai, biar aku dan Mas Yudis bisa menikah," ucap Stella tersenyum.

"Semoga saja."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Keputusan perceraian mereka akan dilakukan hari ini juga, Sabrina datang bersama Ibu dan sahabatnya Meli.

Sedangkan, Yudis datang hanya bersama Papa Hendi. Mama Linda tidak ikut karena ia melarangnya. Jika wanita paruh baya hadir yang ada masalah tambah runyam.

Sabrina datang menggunakan kaca mata hitam untuk menutup matanya yang bengkak karena kebanyakan menangis. Berat badannya juga turun begitu juga Yudis.

Akhirnya, hakim memutuskan Yudis dan Sabrina berpisah. Mila dan Meli menangis mendengar putusan itu. Mereka tak menyangka jika kedua pasangan yang baru menikah beberapa bulan lalu harus berakhir.

Berat hati, Yudis melangkahkan kakinya mendekati mantan istrinya. "Semoga kamu mendapatkan pria yang lebih baik dari aku!" ia mengulurkan tangannya.

Sabrina pun menyambut tangan Yudis. "Kamu juga, Mas. Semoga bahagia menyertaimu!"

Tak lupa Sabrina bersalaman untuk terakhir kalinya dengan mantan papa mertuanya.

"Maafkan, Papa. Tidak mampu menasehati Mama," ucap Hendi dengan rasa bersalah.

"Tidak apa-apa, Pa. Mungkin ini yang terbaik bagi kami," ucap Sabrina memaksakan tersenyum.

Yudis juga meminta maaf pada Mila, jika selama ini ia belum mampu menjadi suami yang baik untuk putrinya.

Selesai dari pengadilan, mereka masing-masing pulang ke rumah.

Selama diperjalanan, Yudis selalu menghapus sudut matanya. Ada rasa sesal yang mendalam di lubuk hatinya. Ia tak mampu memperjuangkan cintanya. Wanita yang ia cintai, menyerah pada pernikahan mereka.

"Sudah, Nak. Mungkin dia memang bukan jodohmu," ucap Hendi menguatkan putranya.

"Aku tidak tahu, Pa. Entah, kenapa rasanya sesakit ini?"

"Kamu harus kuat, Yudis!" ujar Hendi.

"Terima kasih, Pa!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Beberapa bulan setelah keputusan perceraian, Sabrina mengajak temannya Meli mengobrol di salah satu kafe.

"Kamu yakin akan meninggalkan kota ini?" tanya Meli.

"Salah satu cara melupakannya adalah meninggalkan kota ini," jawab Sabrina.

"Aku bakal kehilangan sahabat sepertimu," ucap Meli.

"Aku pasti kembali ke kota ini, keluargaku semua di sini." Tutur Sabrina.

"Semoga keputusan yang kau ambil adalah terbaik," ucap Meli.

"Terima kasih."

"Ngomong-ngomong ke kota mana yang akan menjadi tujuanmu?"

"Kota M, di sana ada salah satu keluarga dari ayah kandungku," jawab Sabrina.

"Sepertinya di kota itu, Pak Arvan akan membuka cabang toko pakaiannya." Jelas Meli.

"Benarkah?"

"Apa kamu perlu aku menghubunginya?" tanya Meli.

"Tidak usah, Mel."

Di tengah obrolan mereka pria yang diceritakan muncul.

"Itu dia!" tunjuk Meli.

Sabrina menoleh ke arah yang ditunjuk sahabatnya itu.

"Kau memberi tahu Pak Arvan kita di sini?" tanya Sabrina lirih.

"Maafkan aku, Sab!" jawab Meli.

"Hai," sapa Arvan.

"Hai juga, Pak!" sahut Meli.

"Boleh saya gabung?" tanya Arvan.

"Boleh dong, Pak!" jawab Meli.

"Sabrina, apa kabar?" tanya Arvan.

"Baik," jawab Sabrina singkat.

"Hemm..Pak, Sabrina. Aku harus pulang, suami dan anakku pasti sudah terlalu menunggu," ucap Meli.

"Mel, jangan tinggalkan aku dong!" pinta Sabrina.

"Maaf, Sabrina. Aku buru-buru," ucap Meli.

"Jadi nanti aku pulang dengan siapa?" tanya Sabrina.

"Sama saya," sahut Arvan.

"Nah, iya. Kamu dengan Pak Arvan pulangnya. Sekali lagi, maaf. Pak, saya titip Sabrina!" ucap Meli.

"Iya, Mel." Ujar Arvan.

Meli pun meninggalkan Sabrina bersama Arvan, ia sengaja menghubungi atasannya karena pria itu selalu saja penasaran dengan sahabatnya.

Sabrina hanya mengaduk minuman dengan sedotan, ia bingung harus mulai bicara dari mana.

"Hem..aku boleh bertanya sesuatu padamu?" tanya Arvan gugup.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!