Bab 17

"Perkenalkan ini manajer baru kalian, namanya Sabrina!" ucap Arvan memperkenalkan wanita yang ada disampingnya.

"Hah, apa!" batinnya terkejut.

Sabrina berbisik pada Arvan," Apa tidak salah?"

Arvan menggelengkan kepalanya.

Sabrina memaksakan tersenyum," Hai!" ucapnya gugup pada karyawan.

Beberapa karyawan saling pandang.

"Mulai hari ini ia mulai bekerja, mohon kerjasamanya!" ucap Arvan.

"Iya, Pak!" sahut para karyawan.

"Kalau begitu kalian bisa kembali lagi bekerja," ucap Arvan.

Sabrina segera menarik tangan Arvan dan sedikit menjauh dari karyawannya.

"Mas, tidak salah memberikan jabatan seperti itu pada saya?" tanya Sabrina.

"Tidak."

"Mas, saya tidak mengerti menjadi manajer."

"Saya akan mengajarimu," ujar Arvan.

Sabrina menghela nafasnya antara senang dan bingung dengan jabatan barunya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi ini Arvan menjemput Sabrina dari kos-kosannya. Karena ini hari pertama ia akan aktif bekerja.

"Mas, tidak perlu repot menjemput. Aku bisa pergi naik ojek," ucap Sabrina.

"Tidak apa-apa, kamu juga baru beberapa hari di sini belum tahu daerahnya." Jelas Arvan.

"Benar juga 'sih, Mas!"

"Kamu sudah sarapan?"

"Sudah, Mas!"

"Sarapan apa?"

"Teh dan roti saja," jawab Sabrina.

"Ini buat kamu!" Arvan menyodorkan kantong kertas berisi wadah plastik.

Sabrina membukanya,"Salad buah."

"Iya, buat kamu?"

"Mas, buat sendiri?"

"Aku tidak bisa memasak, jadi beli saja!" ucap Arvan.

"Oh, kirain. Tapi ini, terima kasih!"

"Sama-sama."

Di toko, Arvan mulai mengajari Sabrina. Wanita itu diam dan mendengar setiap penjelasan yang diucapkan atasannya.

"Apakah kamu sudah mengerti?"

"Sudah, Pak!"

"Kenapa panggil bapak?"

"Ini di tempat kerja, masa saya harus manggil Mas?"

"Iya juga," jawab Arvan.

Karena ini toko baru jadi pengunjung cukup ramai, Arvan menawarkan diskon sebagai promo. Sabrina ikut kewalahan membantu para karyawannya yang lain. Makan siang pun sampai kelewatan dua jam.

"Bagaimana hari ini?" tanya Arvan sembari membukakan tutup botol air mineral Sabrina.

"Lumayan ramai, Pak."

Arvan menyodorkan botol tersebut pada Sabrina. "Kamu cuma minum saja?"

"Masih kenyang, Pak!"

"Ini sudah jam dua siang, kamu harus makan?" Arvan memaksa wanita itu untuk makan.

"Saya lagi malas, Pak. Masih capek," jawab Sabrina.

"Tunggu di sini," ucap Arvan kemudian ia pergi ke parkiran mengambil sesuatu.

Tak lama kemudian, pria itu datang membawa kantong plastik dan menyerahkannya pada Sabrina.

"Ini buat saya?"

"Iya, untuk kamu!"

Sabrina mengambil kotak nasi dalam plastik. "Ayam geprek, Pak Arvan sudah makan?"

"Sudah," jawabnya.

"Nanti saja saya makan," ucap Sabrina menutup kembali kotak nasinya.

"Kenapa ditutup lagi?" tanya Arvan.

"Saya tidak mungkin makan sendiri, bapak cuma ngelihatin aja!"

"Jadi mau kamu, saya ngapain?"

"Makan juga."

"Saya sudah kenyang," ucap Arvan.

"Kalau begitu saya makan, tunggu bapak lapar saja!"

"Kamu mau saya suap biar makan?" ancam Arvan.

Sabrina menggelengkan kepalanya.

"Sudah makan!"

"Iya, Pak!" Sabrina kembali membuka kotak nasi dan mulai memakannya. Dia mulai keringatan, karena sambalnya terlalu pedas.

Arvan segera membuka botol air mineral kedua dan tangannya mulai mengusap keringat di dahi Sabrina dengan menggunakan tisu.

Wanita itu terpaku saat tangan Arvan mulai menyentuh keningnya. "Maaf, Pak. Saya bisa sendiri," ucapnya tersenyum tipis.

"Oh, maaf!" Arvan segera menarik tangannya dari dahi Sabrina.

"Ini level berapa? Pedas sekali," ucap Sabrina.

"Kamu tidak suka pedas?"

"Suka juga, Pak. Kalau pedasnya begini mana tahan," jawab Sabrina.

"Sudah, jangan di makan lagi!"

"Kenapa Pak? Ini belum habis," ujar Sabrina.

"Nanti kamu sakit perut," jawabnya.

"Bapak kok perhatian sekali sama saya?" tanya Sabrina.

"Karena saya sayang sama kamu," ucap Arvan keceplosan.

"Apa, Pak?"

"Tidak ada, maaf. Karena kamu karyawan saya lagian juga di kota ini tak ada keluarga. Jadi daripada sakit lebih baik di nasehati," ucap Arvan berkelit.

"Baiklah, saya akan singkirkan sambal ini dari daging ayamnya," ujar Sabrina ia pun kembali makan tapi tetap tidak habis juga karena kekenyangan air.

*

Malam harinya, Arvan menunggu Sabrina pulang karena hari ini begitu ramai pengunjung hingga mengharuskan lembur.

"Kamu mau makan apa?" tanya Arvan saat Sabrina masuk ke dalam mobil.

"Aku lelah sekali, Mas. Lebih baik pulang saja," jawabnya.

"Tidak, kamu harus makan. Bagaimana kalau sakit? Aku juga yang repot," ujar Arvan.

"Mas, kamu sama saja seperti Mas Yudis!" ucapnya.

Arvan yang mendengarnya terdiam.

Sabrina segera meralat ucapannya,"Maaf bukan begitu maksudku!"

"Kalau begitu kita pulang saja!" ucap Arvan. Mobil pun menuju ke rumah Sabrina.

Sepanjang perjalanan keduanya saling diam, Sabrina sesekali melirik pria disampingnya.

Sesampainya, Sabrina turun ia pun mengungkapkan terima kasih tapi tidak ada balasan dari Arvan. Mobilnya pun pergi meninggalkan kos-kosan.

"Huft....!" ia menghela nafas.

Sabrina pun bersiap akan membersihkan diri kemudian ia akan tidur. Baru mau melangkah suara ketukan pintu terdengar. Ia pun membuka pintu.

"Mas Arvan!"

"Aku cuma mau memberikan ini saja!" ia menyodorkan kantong plastik berisi makanan.

"Terima kasih, Mas."

Tidak ada jawaban, pria itu pun segera pergi dari kos-kosan Sabrina.

"Mas Arvan, kenapa 'ya?" gumamnya.

Sabrina pun melangkah masuk lagi ke kamar mandi, ia membersihkan diri lalu makan setelah itu sejenak bersantai kemudian tidur.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Yudis, kamu tidak sarapan?" tanya Linda. Sejak bercerai dengan Sabrina ia kembali tinggal dengan orang tuanya.

"Tidak, Ma. Aku makan di kantor saja," jawabnya.

"Kamu jarang sekali sarapan di rumah, Nak?" tanya Linda.

"Ya, jarang. Kak Yudis sudah kembali lagi lajang seperti aku yang bebas mau ke mana saja. Benarkan, Kak?" Ucap Rio.

"Benar," sahut Yudis. "Aku berangkat kerja Ma, Pa!" pamitnya.

"Iya, hati-hati. Jangan ngebut!" ucap teriak Hendi.

Setelah Yudis pergi, Linda bertanya pada suaminya. "Memangnya, dia suka ngebut kalau bawa mobil?"

"Akhir-akhir ini saja, kemarin saat Papa dan Rio diajak ngopi. Dia bawanya ngebut, biasanya tidak pernah begitu," tutur Hendi.

"Apa kita suruh saja dia nikah lagi?" usul Linda.

"Tidak usah. Nanti Mama buat kakak ipar tidak betah," celetuk Rio.

Linda memukul lengan putra bungsunya. "Kemarin itu Mama memang tidak suka."

"Mama mau menjodohkan Yudis?" tanya Hendi.

"Iya, Pa. Mama mau jodohkan dia dengan Stella," jawab Linda.

Mendengar nama itu Rio dan Hendi saling menatap.

"Ada yang salah?" tanya Linda.

"Kak Yudis belum tentu mau, apalagi Mama menyebut nama Stella." Jawab Rio.

"Stella itu orangnya baik dan penurut," puji Linda.

Rio tertawa mendengar Mama Linda memuji wanita itu. "Mama lupa penyebab Kak Yudis dan istrinya itu karena wanita itu," ujarnya.

"Tapi Mama ingin mereka berdua menikah," ucap Linda.

"Mama cobalah bicara pada Kak Yudis, jangan sampai dia marah-marah. Rio dan Papa tidak ikutan dalam masalah ini," ucap Rio.

"Benar, Papa juga tak mau." Sahut Papa Hendi.

"Kalian berdua tidak bisa diandalkan!" omel Linda.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!